"Bi, Ivan udah berangkat?" tanya Emilio kepada salah satu asisten rumah tangganya.
"Baru aja Den. Emangnya Den Ivan nggak pamit?" Bi Ratna -asisten rumah tangga yang paling Ivan benci- malah bertanya balik kepada Emilio.
"Emp, engga Bi. Mungkin buru-buru kali. Ayah juga udah berangkat?"
"Subuh tadi Tuan bilang katanya mau terbang ke Paris."
"Berapa lama?"
"2 minggu."
Berarti masih bisa nonton pertandingan gue. Pikir Emilio.
"Ya udah, Emil berangkat dulu." ucap Emilio menyesap habis susu yang dihidangkan dihadapannya.
***
Emilio melangkahkan kakinya cepat, berusaha mencari keberadaan Ivan yang tadi pagi meninggalkan dirinya.
"Ada yang liat Ivan nggak?" tanya Emilio kepada rombongan wanita yang sedang duduk disepanjang koridor kampusnya.
"Gue sih nggak liat, kalian liat nggak?" ucap salah seorang wanita yang mengenakan hijab berwarna peach.
"Gue engga."
"Gue juga engga."
Yang lain pun membalas tidak tahu tentang keberadaan Ivan.
"Okeh, kalo gitu thanks ya." Emilio pun berlalu dari rombongan wanita itu.
Dia terus berjalan mencari keberadaan kembarannya itu. Emilio mengambil ponselnya dari dalam saku jeans yang ia kenakan, berusaha menghubungi sahabat wanitanya, Raina.
"Ada apa Mil?" jawab Raina to the point.
"Lo liat Ivan nggak?"
"Lah, sodara kembarnya kan elu, yang tinggal serumah kan elo. Kenapa lo tanya sama gue?"
Bener juga ya? Ivan sama Raina kan nggak pernah akur. Mana mungkin mereka bareng. Pikir Emilio cepat.
"Nah itu dia... Ya udah gue tunggu lo dikantin, Rain." ucap Emilio saat menjumpai sosok Ivan sedang duduk sendirian dikantin dan langsung mematikan sambungan telepon dengan Raina.
Emilio melangkah menghampiri Ivan yang sedang berkutik dengan laptop dihadapannya. Mungkin dia sedang mengerjakan tugas, pikir Emilio.
Sebelum memposisikan dirinya untuk duduk dengan Ivan, dia memutuskan untuk memesan siomay dan jus untuk dirinya dan juga Ivan karna ia melihat belum ada makanan apapun dimeja Ivan.
"Siang bro.. Nih gue beliin siomay kesukaan lo." Emilio meletakan nampan berisi 2 piring siomay dan 2 jus alpukat dimeja Ivan. Kemudian mengambil posisi duduk dihadapan Ivan.
"Thanks." jawab Ivan singkat dan pandangannya tak terlepas dari laptop dihadapannya.
Walaupun jawaban Ivan sangat singkat dan seolah tak perduli dengan keberadaannya, namun Emilio sedikit bernafas lega karna Ivan nampaknya sudah tidak semarah kemarin, dia bahkan berucap terima kasih kepadanya.
"Lo udah berapa lama disini? Kenapa belum pesen?" tanya Emilio sambil melahap siomay yang ia beli.
"Lumayan lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIDE
Fanfiction"Mempertahankan lebih sulit dari pada meraih." Itulah yang Ivan rasakan ketika posisi nomor 1nya diambil oleh Emilio, saudara kembarnya sendiri. Sejak saat itu, keberadaan Ivan seakan tidak terlihat karena sosok Emilio menjadi figur baru bagi keluar...