Chapter 18 - It's not about their feeling. But yours

1.7K 83 9
                                    

Halo~ senang sekali bisa muncul lagi dan memposting chapter ini. Happy reading, gue akan berusaha keras untuk segera menamatkan ini karena jujur setres sendiri menggantungkan Abian-Agatha-Aldrian. Kasihan baby baby gue ini hehehehe Mau bikin cerita baru pun jadi enggak bisa soalnya karena ini aja belum tamat.

*****


Abian mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar pada pundak gadis disampingnya. Abian tidak tau sudah berapa lama mereka berdua tertidur dikursi. Taman ini bahkan sudah tidak seramai tadi. Abian melirik sekilas jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, kemudian mendesah pelan saat menyadari jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Abian menengokan kepalanya kesamping dan menemukan Agatha bersandar pada kursi dengan mata terpejam. Masih tersisa jejak dari bekas air mata yang sudah mengering dikedua matanya yang entah kenapa tampak begitu kuyu karena lingkaran mata yang semakin menghitam.

Abian menghela nafas pelan, "Maaf." Ucapnya lirih. "Maaf karena udah buat kamu kepikiran kayak gini." Kata Abian sambil menghapus pelan jejak air mata yang masih tersisa dipipi Agatha. "Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois dan jadi pengecut dengan menjauh dari kamu."

Sebelah tangan Abian mengelus pelan pipi Agatha "Tapi, Tha..." Ada jeda yang cukup panjang sebelum Abian kembali bersuara. "Aku sayang kamu."

"Aku mencintaimu. Dan jujur ini menyiksa karena aku harus dihadapkan dengan fakta bahwa semua gak lagi sama sekarang." Kedua iris hitam pekat milik Abian masih memandangi Agatha lekat. Ditelusuri setiap inci wajah Agatha, seolah dengan begitu Abian bisa menebus minggu minggu kemarin yang dihabiskannya tanpa gadis itu. Tangannya kemudian beralih menyentuh puncak kepala Agatha, mengusapnya pelan.

"Dunia kamu bukan lagi tentang aku, Tha." Abian menduduk, memandangi jemari Agatha yang entah sejak kapan sudah ada digenggamannya. "Sedangkan aku dengan bodohnya baru sadar, kalau dari dulu duniaku selalu tentang kamu." Perlahan Abian menarik pelan kepala Agatha dan membawanya untuk bersandar kebahu pria itu.

Cairan bening yang kemudian jatuh satu-satu dari kedua mata Abian bahkan tak mampu menggambarkan betapa hancurnya hati pria itu sekarang. Sekali lagi Abian memiringkan kepalanya, mencari-cari wajah yang begitu ia rindukan berminggu-minggu ini. Lagi-lagi erangan penuh frustasi meluncur begitu saja diikuti gumaman pelan Abian. "Aku harus gimana, Tha ?".

Abian sempat menegang saat merasakan tubuh Agatha bergerak tidak nyaman. Dengan gerakan pelan, pria itu melepaskan genggeman tanganya.

"Astagfirullah gue ketiduran." Ucap Agatha spontan sambil duduk dengan tegak dikursi. Abian tersenyum kecil dan berusaha keras untuk tidak mengacak rambut gadis itu.

Sedetik kemudian gantian Agatha yang terlihat tegang saat matanya tak sengaja bertubrukan dengan mata Abian yang ada disampingnya. Pandangan mata Agatha secepatnya berlari-lari kemanapun menghindari pandangan Abian.

Agatha berdehem pelan sebelum memberanikan diri memandang wajah Abian. "Jam berapa, Bi ?" Tanya nya pelan. Abian menyempatkan untuk tersenyum sebelum menjawab pertanyaan gadis itu. "Sekarang ? Jam setengah sebelas." Jawab Abian mencoba terdengar santai seperti biasanya.

Agatha melotot. "Ya Allah kenapa gak bangunin dari tadi sih, Bi. Ini mendekati tengah malam dan yaampuuun..." Agatha terdiam sebentar, kemudian matanya melihat sekeliling taman yang sudah sangat sepi. "Sepi banget disini. Kalo tiba tiba ada kuntilanak atau pocong ngajak kenalan gimana, Bi ?!"

Abian terlihat sedikit kaget, kemudian tertawa kencang sambil menepuk pahanya berkali-kali secara berlebihan. "Apaan sih, Tha. Mikirnya aneh banget. Jangan ngaco deh, hantunya juga sibuk malam mingguan kali." Kata Abian masih sambil tertawa berlebihan.

All You Never SayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang