Chapter 11 - So, We Made Up ?

2.1K 108 0
                                    



Suara berisik dari bunyi wajan yang terdengar dari arah dapur membuat Abian mendecak sebal dalam tidurnya. Siapa sih yang sibuk memasak jam segini ? di dapurnya ? eh tunggu dulu. Dapur ? kalau Abian saja masih terbaring dikasur lalu siapa yang ada di dapur ? mata Abian terbuka lebar, kemudian dengan gerakan cepat dirinya bangun dan terduduk dikasur. Matanya menyipit merasakan silaunya cahaya yang memasuki retina matanya. Sesaat kemudian pria itu menggelengkan kepalanya dan meringis karena merasakan nyeri pada kepalanya efek mabuk semalam. Abian masih sempat merutuki dirinya sendiri yang dengan sok minum alkohol, minum kopi saja dia masih suka sakit perut.

"Eh mampus, gue dimana ?" gumam Abian panik begitu menyadari dirinya berada ditempat yang asing. Ini jelas bukan kamarnya. Sejak kapan dikamarnya ada poster-poster cowok cowok cantik dan imut yang memakai skinny jeans. Satu kesadaran kemudian menghantam kepalanya, semalam dia mabuk. Kemudian seingatnya ada wanita yang membawanya keluar dari diskotik.

"Ya Allah, Gue dimana ini, ya ? jangan-jangan gue diperkosa sama cewek yang semalem." Pandangannya kemudian turun kearah badannya yang masih terbungkus kaos, dan celana jeans panjang. Kemeja warna biru navi miliknya terlihat disampirkan dikursi tak jauh dari kasur. Diam-diam Abian bernafas lega dan mengutuk pemikiran bodohnya. Diperkosa ? yang benar saja. Memangnya Abian pria macam apa.

Mata Abian berkeliling melihat keadaan kamar, kemudian matanya membulat kaget saat mendapati foto Agatha bersama temannya. Ada Arfan dan Abian juga didalamnya, foto itu tergantung manis disamping jam dinding yang terpasang ditembok.

"A...ga..tha..." Abian mengeja nama itu pelan, kemudian tangannya terangkat menepuk jidatnya. Sesaat kemudian pria itu berguling-guling di kasur saat menyadari kebodohannya.

"Sialan. Sialan. Jadi semalem bukan mimpi ?" Abian menjambak-jambak rambutnya frustasi.

"Mampus gue, mampus beneran. Jadi semalem beneran Atha, gue beneran tidur bareng Atha. Yang gue omongin semalem. Mampus aja, anjir gue drama banget semalem."

"AAAAAAAAAAKKKKKK BIKIN MALU AJA SIH YA ALLAH." Abian berteriak-teriak sendiri sambil masih terus memukul dan menjambak rambutnya. Sesekali pria itu memukulkan kepalanya ke atas meja yang ada disampung kasur.

"Lo, ngapain ?" suara seorang yang tak asing terdengar dan kontan saja membuat kepala Abian terangkat mencari-cari asal suara. Agatha terlihat sedang berdiri di pintu kamar dengan pakian rapih siap berangkat ke kantor. Gadis itu mengangkat sebelah alisnya, matanya menatap Abian bingung.

"A...ga..tha... emmm, anu, gue, itu...." Abian gelagapan, dirinya grogi ditatap Atha seperti itu. Agatha tersenyum sambil menggelengkan kepalanya maklum akan tingkah aneh Abian.

Agatha berjalan ke dalam kamar, tangannya membuka lemari mengambil handuk dan kaos kebesaran miliknya kemudian bergerak mendekati Abian yang masih diam memperhatikan Agatha. "Nih... mandi gih. Ini pake aja kaosnya. Kaos lo bau alkohol." Saat Agatha akan meninggalkan kamar, tangan Abian bergerak cepat menahan lengan wanita itu. Agatha menoleh dan memberikan tatapan penuh tanya.

"Tha..." panggil Abian pelan yang hanya dijawab gumaman pelan Agatha. "Buat yang semalem, gue emang gak inget semua yang gue omongin. Tapi... apapun yang gue omongin semalem, gue... gue serius. Gue... maaf...."

Agatha menggenggam pelan tangan Abian yang masih ada dilengannya, kemudian melepaskan genggaman tangan pria itu perlahan. Abian sempat kaget lalu dengan putus asa mendongak menatap Agatha. Gadis itu tersenyum menatap Abian, senyum menenangkan, kemudian berbalik dan berjalan menuju pintu kamar. Abian menghela nafas pelan, kecewa. Mungkin bagian yang Agatha memaafkannya semalam itu memang hanya mimpi.

All You Never SayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang