Uhibbuka fillah

10.4K 795 41
                                    

"Kok bisa gitu ya?" ucap Mai, bernada protes, "Dia kan dosen, berarti pendidikannya tinggi donk, tapi kelakuan.."

Al yang masih serius membuat makalah di laptop, terusik dengan pernyataan istrinya. Dia menghela napas sejenak dan menghentikan pekerjaannya.

Pelan dia menutup laptop dan memperbaiki posisi duduk, menghadap istrinya.

"Kamu dapat berita itu dari mana Sayang?" Al berusaha tabayyun, menatap istrinya yang sekarang sedang duduk di atas tempat tidur.

"Ya dari istrinya lah." Ucap Mai masih kesal. "Sudah seminggu ini dia curhat sama aku. Katanya nggak tahu lagi mau curhat sama siapa."

"Temanmu sudah bicara dengan suaminya? Protes gitu? Atau bicara dengan keluarganya?" tanya Al lagi.

"Ya nggak lah Yang, suaminya itu kan pinter banget ngebujuk dia. Habis digituin, udahnya langsung mohon-mohon minta maaf. Pake acara nangis-nangis segala." Mai makin emosi.

Al beranjak dari kursi, mendekati istrinya. "Sabar donk, kok jadi kamu yang marah sih." Al mengambil tangan Mai, membelainya berusaha menenangkan.

"Habis.., kok ada sih suami tega begitu sama istrinya. Udah puas disiksa, langsung minta jimak." Mai bergidik ngeri. "Dosen loh Yang, dosen.."

Al mengusapa kepala istrinya sayang. "Itu kan hanya pekerjaan. Kedudukan seseorang di masyarakat, tidak menjamin keimanan dan ketakwaannya."

"Buktinya masih banyak pemimpin yang berbuat zalim, iya kan?" Jelas Al.

"Iya sih, tapi kan.., ya.., harusnya dia tahu mana yang boleh dan tidak boleh." Mai masih tidak mau mengalah.

"Sayang, tidak semua orang seberuntung kamu, punya suami ganteng dan baik seperti aku." Canda Al.

Dukk! Sebuah bantal melayang ke wajah Al. Dia hanya terkekeh geli dan menangkapnya.

"Serius dehh..!" protes Mai.

"Lah, aku serius tahu, memang tidak semua kan?" bela Al.

Melihat istrinya yang cemberut, rasanya tidak tahan untuk melakukan sesuatu pada..

"Yang.." rajuk Mai, membuyarkan lamunan Al.

"Hmm.." tanggap Al singkat.

"Jadi gimana donk? Kita harus melakukan sesuatu, kalo nggak, akan berkelanjutan. Bisa saja suatu hari dia mati di tangan suaminya, karena sering di siksa."

"Temen kamu ini, apa dia mau di bantu? Atau dia hanya curhat saja, tapi tidak berani bertindak?"

"Hmm.., diaa.." ucap Mai ragu.

"Apa dia sudah berusaha berbicara dengan keluarganya? Keluarga suaminya?" tanya Al lagi.

Mai menggeleng. "Belum."

"Kenapa?"

"Aib Yang.., dia malu."

Al menghela napas panjang.

"Disitulah kelirunya, ini BUKAN AIB. Ini sudah melanggar syariat, harusnya di bicarakan untuk dicarikan solusi, bukan disembunyikan." Jelas Al.

"Bilang sama temanmu, segera laporkan, ini harus segera ditindak, tidak perlu malu. Haknya sebagai istri sudah dilanggar."

Mai tertegun mendengar penjelasan suaminya, ini bukan aib? Lantas..?

"Bukan aib?" tanyanya penasaran.

"Bukan aib, Sayang. Kalau aib itu yang berkenaan dengan harga diri seorang suami di depan orang lain, terutama sekali masalah ranjang. Itu tidak boleh di ceritakan kepada orang lain."

And The Story GoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang