#1

39 4 0
                                    

Hai.

Apa kabar? Terlihat dari seberang sini kamu sangatlah senang, bahagia, semangat, dan sering sekali tersenyum. Aku senang melihatnya. Melihatmu bahagia, meski bukan karena dan untukku. Mengapa begitu? Karena itu tugasku, tanpa kau perintahkan.

Sadar, tidak? Sudah satu bulan lamanya. Satu bulan berakhirnya canda tawa, sesi serius, saling ejek, bahkan memuji satu sama lain. Entah mengapa kau dan aku mengakhiri hal-hal itu. Padahal, jujur, aku menyukai itu. Jarang sekali aku mempunyai teman lelaki yang dekat denganku sepertimu.

Terkadang aku bingung, pada diriku sendiri. Mengapa aku tidak pergi saja sejak awal? Mengapa aku tetap menanggapimu? Mengapa aku malah mengikuti semua permainanmu? Dan setelah ku pikir lebih lanjut, jawabannya hanya satu. Karena aku tahu rasanya diabaikan, meski baru kenal sekalipun.

Lucunya, sekarang malah aku yang diabaikan. Mungkin kau tak menyadarinya, namun itu terjadi. Dan itu sudah satu bulan lamanya. Satu bulan pertama kita bercanda gurau, satu bulan kedua kita bagai strangers. Selanjutnya? Entahlah, toh, aku hanya mengikuti permainanmu. Apakah aku punya hak untuk berhenti main? Atau sekedar protes karena seharusnya jalan permainannya bukan seperti ini? Tidak, karena bukan aku yang memulai, kan?

Pertanyaan selanjutnya, mengapa aku masih di sini? Apa yang ku tunggu? Rasanya ingin ku putar waktu, dan ku abaikan dirimu sejak awal. Tak peduli sikapku yang tak bisa mengabaikan orang lain. Namun jika ku tahu akhirnya akan seperti ini, buat apa? Lebih baik ku lawan sikap baikku, untuk sekali ini saja, agar terhindar dari hal yang tak pernah ku mau namun terjadi terus-menerus tanpa kenal waktu.

Dan ya, selalu ada sanggahan. sanggahannya adalah, janji. Kau menitipkan satu janji padaku, dan aku tak ada kuasa untuk mengabaikan janji itu. Membantumu berubah. Dari sikap dan kebiasaan burukmu yang dulu. Mengapa aku tak mengabaikan saja itu? Kamu belum berubah. Lebih tepatnya, tidak ada kemajuan yang berarti.

Namun dengan kondisi seperti ini, rasanya tak mungkin untuk terus bertahan. Jika kamu butuh seseorang untuk menjadi tempatmu untuk bercerita, tempat meminta solusimu, dan lain-lain, aku di sini. Selalu berada di seberangmu. Selalu berada di telepon genggammu.

Belajar yang serius, agar nilaimu tidak turun. Tetap semangat, meski hidup membuatmu lemah. Dan teruslah bahagia, bahagiamu adalah bahagiaku juga.

Dariku,

Ara.

LettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang