2 hari sudah Mutia berada di rumah sakit, bukannya lebay akan tetapi rahangnya masih ngilu ketika hendak membuka mulut, warna biru pekat pun masih menghiasi sebelah pipinya.
Mutia lapar, ia ingin makan tetapi pipinya susah untuk di gerakan bahkan saat ia ke toilet untuk membasuh mukanya, terlihat pipinya membiru lebam untuk wanita, luka ini cukup parah apalagi untuk orang yang hobi makan seperti Mutia. Menggerakan rahangnya sedikit saja berefek rasa sakit pada pipinya, satu manfaat yang Mutia rasakan setelah hal ini.
Jangan pernah bermain dengan kepalan lelaki!.
Tapi anehnya, ketika Grafa ada di ruangan ini, mengajaknya mengobrol ia tidak merasakan sakit apapun, bahkan untuk menggerakan rahangnya seperti percakapan tadi pagi. Lebih anehnya ketika Grafa keluar melewati pintu, rasa sakit seketika menyerang pipinya, membuatnya harus melenguh sesekali meringis karena nya.
The power of love? Hahaha, Mutia akan tertawa dengan pikirannya. Tetapi memang betul, ia merasakan sendiri sekarang, bahkan setelah semua ini, ia yakin bahwa cinta itu ada.
"Selamat pagi Mutia" sapa riang seseorang dari pintu, membuat Mutia kembali dari khalayan nya.
Ternyata Kafio dan Tiymi datang menjenguknya, merasa tidak sopan Mutia akhrinya mencoba untuk duduk. Dia ingin tersenyum, menyapa keduanya, tetapi keadaan tidak memungkinkan saat akan mengerakan rahangnya, pipinya terasa tertusuk seribu jarum membuatnya meringis mengeluh kesakitan, dengan raut khawatir Kafio mendekati kasur Mutia, menu
"Jangan beranjak dari kasur, aku enggan melihatmu kesakitan"
Mutia sedikit berontak seraya menggelengkan kepalanya, ia enggan untuk kembali dan memilih duduk. Setelah duduk, ia menatap Kafio terlihat wajah cemas ketara nampak pada wajah tampannya.
"Wow Mutia, lihat berapa banyak kado di sini?" sapa riang Tiymi seraya menunjukan tumpukan kado yang di dapatkan Mutia selama berada di rumah sakit.
Mutia hanya mengedikan bahunya dan bertampang masa bodo, ia lebih tertarik dengan tas ransel hitam yang di bawa Tiymi. Tanganya menunjuk ke arah ransel dan tatapan matannya seolah berbicara ' apa itu? ' ke pada Tiymi.
"Eh itu.." gagap Tiymi " ini baju yang aku laundry kemarin"
Mutia hanya menganguk-angukan kepalanya lalu menatap Kafio, di lihatnya Kafio membawa buket bunga dan kotak, merasa penasaran Mutia pun melakukan hal yang sama kepada Kafio. Kafio hanya tersenyum lalu membuka kotak tersebut, beberapa coklat batangan kesukaan Mutia berada di sana membuat matanya berbinar.
Melihatnya membuat Kafio cekikikan kecil lalu mengambil satu untuk di sodorkan Mutia, Mutia mengangkat tangannya hendak mengambil coklat tersebut, tetapi ia baru ingat bahwa rahangnya masih sakit membuat haluan tangannya berubah, dari yang hendak mengambil malah menuju ke arah pipinya, menunjukan bahwa ia belum bisa makan dengam mimik sedih.
"Tak apa, lain kali akan ku belikan lebih banyak dari ini " hibur Kafio seraya mengusap lembut rambut Mutia. Membuat mata Mutia kembali berbinar, dengan sedikit semangat ia menggerakan kepalanya turun naik.
"ekhem" sapa suara berat mengintruksi keduannya, membuat mereka cepat memisahkan diri.
"eh Grafa, sini ayo masuk" sapa riang Mutia seraya melambaikan tangannya.
Tiymi dan Kafio yang sedang menatap ke Grafa berganti jalur ke Mutia. Di lihatnya Mutia dengan wajah terkejut plus orang bodoh, saat Kafio dan Tiymi menyapanya Mutia hanya berdiam diri, bahkan saat di tanya hanya dia jawab anggukan dan gelengan Mutia. Saat Grafa datang, bahkan belum menyapanya, Mutia sudah bersemangat 45, terlihat dari binaran di pulil matanya dan rahangnya yang dapat bergerak tanpa merintih kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy Idiot Is Mine!
RandomCover by @Melinda_Martilova Bab 20-seterusnya di private Ketika takdir menjungkir balikan, mempermainkan, membahagiakan, dan menyakitimu berulang-ulang. Bagaimana saat usiamu 21 tahun, kau di pinang dengan orang yang bisa di bilang 'Idiot'?. Kau ber...