Grafa mengerjapkan matanya, dengan rasa khayal dari mimpi masih menyertainya. Grafa langsung duduk seraya mengucek mata dan melihat Mutia yang pulas dari tidurnya. Dengan menguap lebar membuat nyawamya kembali mengisi raga, Grafa berdiri dan berjalan ke kamar mandi.Tadi malam adalah malam terberat sepanjang masaa baginya. Melawan gairah itu tidaklah mudah, bahkan Grafa mandi air dingin pada jam 1 pagi hanya gara-gara Mutia.
Grafa keluar dari kamar mandi dengan boxer menggantung di sekitar pinggang dan wajah yang segar. Sedikit air dari rambut menetes ke pundaknya, membuatnya menggesek kasar atas kepalanya dengan handuk kecil. Ia menghela nafas panjang, lalu berjalan berniat memakai baju.
"Astaga Rafa, perut roti sobekmu membuat air liurku menetes"
Mendengar suara, membuat Grafa sedikit merinding. Perlahan ia memutar badannya. Ekspresi terkejut muncul ketika melihat Mutia sedang tersenyum aneh dengan telapak tangan sebagai tumpuannya.
"Sejak kapan kamu bangun Mutia?"
"Sejak tadi. Wow Rafa, liat dada bidangmu"
Perkataan Mutia membuat Grafa spontan menyilangkan tangan di depannya, membuat sebuah perlindungan dari tangannya.
"Jangan liat-liat. Ini dada punyaku, liat punyamu sendiri"
Mutia hanya mendengus kesal. Buat apa dia melihat dadanya sendiri, ketika kenikmatan surga sedang berada di hadapanya?.
"Yang benar saja Rafa" Mutia memutar kedua bola matanya," aku pulang hari ini."
Itu pernyataan bukan pertanyaan. Grafa yang sedang memakai baju langsung berhenti dan melotot ke Mutia.
"Yang benar saja Mutia. Baru 3 hari kau berada di sini. Bagaimana bila kau kambuh? Tiba-tiba syok lagi, membuat aku harus memelukmu dan memendam--"
"Memendam apa Rafa?"
Mutia mengerutkan dahi, bingung dengan perkataan Grafa yang tiba-tiba terhenti dan raut wajah Grafa yang berubah menjadi merah.
"Tidak. Tidak ada" Grafa menggelengkan kepalanya, "baiklah bila kamu memang ingin pulang. Kurasa kau tak akan syok lagi melihat keadaanmu sekarang"
"Baiklah. Kau memang suami idaman Rafa. Aku mencintaimu, mwahh"
Mendengar kata alay milik Mutia membuat Grafa sedikit merinding dan bahagia. Merinding karna mendengar ucapan alay milik Mutia, dan bahagia mengingat kalimat terakhir milik Mutia.
'aku mencintaimu, mwah'
Bahkan dia memberikan kiss bye dengan gaya noraknya yang dapat membuat semu merah di pipi Grafa dan irama degupan jantung yang bertambah cepat.
--------------
Mutia keluar dari pintu kamar, dengan setelan baju kantor yang sudah ada di lemari. Melihat sekeliling, lalu berjalan ke arah dapur. Mutia membuka kulkas, berniat mencari bahan makanan yang dapat di buat untuk sarapan pagi. Ia hanya melihat beberapa biji telur dengan kotak susu yang isinya tinggal setengah.
'Kapan aku membiarkan kulkas ini kosong?' tanya Mutia dalam hati.
Menghembuskan nafas sedikit kasar, Mutia mengambil telur lalu memasaknya menjadi telur mata sapi. Kadang Mutia heran, bagaimana telur ketika di goreng berubah nama menjadi telur mata sapi?. Bahkan tidak ada sedikitpun mata sapi di sana. Mirip saja tidak!.
"Mutia?"
Tanpa Mutia berbalik belakang, Mutia sudah pasti tau siapa pemilik suara serak lelaki tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy Idiot Is Mine!
RandomCover by @Melinda_Martilova Bab 20-seterusnya di private Ketika takdir menjungkir balikan, mempermainkan, membahagiakan, dan menyakitimu berulang-ulang. Bagaimana saat usiamu 21 tahun, kau di pinang dengan orang yang bisa di bilang 'Idiot'?. Kau ber...