Author POV
Mutia mulai membuka perlahan matanya, hal yang pertama di lihat adalah warna putih dan bau obat-obatan yang menyeruak kedalam indra penciumannya.
"Rumah sakit". Batin Mutia
Mutia mengendarkan keseluruh pandangannya, matanya melihat Grafa yang tertidur dengan posisi duduk di samping ranjang Mutia, yang Mutia yakini dapat membuatnya sakit pinggang ketika bangun karna posisi tidurnya yang salah.
Mutia mendudukan badannya dan berusaha untuk mengingat hal apa yang terjadi hingga membuat dia berada di tempat ini, tapi rasa sakit langsung mendera kepalanya ketika mencoba mengingat. Membuat lenguhan lolos dari mulutnya. Tangannya memegang kuat kepalannya, berusaha menghentikan sakit di kepalanya.
"Mutia. Kamu sudah sadar?"
Grafa langsung bangun dari tidurnya dan bertanya pada Mutia dengan wajah yang menampilkan raut khawatir. Tangannya spontan memencet tombol yang berada di dinding lalu mengambil segelas air dan menyodorkannya pada Mutia yang diambil Mutia lalu di minum.
"Jangan khawatir, dokter sebentar lagi akan datang."
Baru beberapa detik Grafa berucap, pintu terbuka dan menampilkan seorang dokter dan suster. Keduanya mengerjakan tugasnya masing-masing dan memberi tahu bahwa Mutia dalam kondisi yang baik. Membuat Grafa menghela nafas lega.
"Berapa lama?"
"Apanya?
"Aku tertidur"
"2 hari. Selama itu pula kau membuatku merasakan hidup bagai di neraka"
Mendengar perkataan Grafa membuat semburat merah muncul di pipi Mutia. Grafa yang melihat hal tersebut hanya terkekeh dan mengambil buah yang berada di nakas meja.
"Mau makan buah?"
"Ya, aku lapar. Perutku terlalu lama sudah tidak di isi makanan sehingga dia meronta."
Ucap Mutia seraya mengelus pelan perutnya. Biasanya dia selalu makan 3× sehari tanpa telat, sekarang dia sudah tidak makan dua hari yang berefek pada perutnya yang berbunyi sedari tadi. Jangan salahkan Mutia, walaupun badan Mutia mungil, porsi makan Mutia dapat 2× lipat dari porsi se-ukurannya.
Grafa kembali terkekeh ketika mendengar pernyataan Mutia. Lalu berkutat dengan buah-buahan dan pisau di tangannya. Pertama ia mengupas apel, memotong seperempat dari apel kedua ia mulai memotong pir, anggur, melon dan membersihkan kelengkeng. Semua buah buahan yang sudah bersih di taruhnya ke tempat piring kosong.
Di sodorkan Grafa piring penuh berisi buah-buahan kepada Mutia. Mutia tersenyum lembut lalu mengambil piring tersebut. Memakan dengan lahap buah-buahan yang sudah susah payah di kupaskan Grafa untuknya.
Saat di rasa ada tatapan tajam yang sedang memperhatikannya membuat Mutia berhenti mengunyah makanan tersebut. Di lihat Grafa dengan mimik wajah yang menampilkan kata 'apa ada yang salah?'.
Dengan adanya kontak batin, membuat Grafa tau apa yang sedang di fikirkan Mutia sehingga dia menggeleng lembut seolah 'tidak ada apa-apa' , menjawab pertanyaan Mutia yang tak pernah tersirat. Mutia yang tak mengerti dengan kelakuan Grafa hanya mengangkat bahu -tanda acuh. Lalu mulai memakan lagi buah yang tinggal sedikit di piring.
"Mutia. Siapa yang melakukan ini semua?"
Perkataan Grafa membuat kunyahan pada mulut Mutia terhenti, wajahnya seketika memucat dengan pandangan kosong ke depan. Membuat Grafa merasakan rasa khawatir yang teramat sangat. Bodoh kau Grafa, kenapa kau malah menanyakan hal seperti itu sekarang?
Tiba-tiba ekspresi Mutia berubah menjadi takut di selingi teriakan milik Mutia yang memekakan telinga. Tangannya mulai menjambak dan memukul kepalanya. Membuat Grafa menghalangi tindakan ceroboh Mutia. Rasa sesal terus menderu, mengepung seluruh jiwanya. Betul kata dokter, bisa-bisa ia mengalami syok setelah apa yang terjadi sekarang.
Lihat Mutia sekarang, dia sekarang terlihat seperti orang depresi. Matanya memancarkan ketakukan yang sangat, bahkan giginya mulai bergemeletuk karna rahangnya yang terus bergerak. Upaya memegang tangan Mutia tidak berhasil, Mutia masih berteriak ketakutan di tambah kaki yang mulai menendang ke arahnya.
Tak ada upaya lain, Grafa memeluk Mutia dengan setengah paksa, terasa badan Mutia yang tadi sempat menegang mulai perlahan menjadi rileks di pelukannya, teriakan perlahan mulai terhenti dan berganti dengan isakan kecil yang lolos dari mulut Mutia. Tangan Mutia sudah berada pada bahu Grafa, mengeratkan pelukan dan menangis pada bahu Grafa.
"Akuuuu takuttt Rafaaa"
"Sudah, aku disini. Tak ada yang dapat menyakitimu lagi sekarang"
Tenang Grafa dengan mengelus punggung Mutia, berusaha memberikan ketenang yang diyakini Grafa tidak akan dapat ber-efek apapun pada Mutia. Setidaknya, dia sudah mencoba bukan?.
Mutia mulai tenang, isakannya sudah tak terdengar lagi. Dengan posisi Mutia yang berada pada panggkuan Grafa membuat Mutia merasakan ketenangan di tambah dengan elusan di seluruh punggung Mutia.
Sudah beberapa menit keduanya dalam posisi tersebut, tak ayal kesemutan mulai menggerayai sekitar bagian paha Grafa. Apalagi dengan semua bagian tubuh Mutia menempel lekat ke tubuh Grafa, membuat Grafa tidak dapat berfikir jernih.
Bagian bawahnya sudah memberontak. Wajah Grafa memerah antar gairah dan frustasi. Apalagi di tambah dengan hembusan halus nafas Mutia di sekitar lehernya. Membuat gairah Grafa semakin menjadi-jadi.
Grafa menggeram, berusaha menekan kuat gairah yang sedang meliputinya. Dia sedang sakit bodoh! Jangan berbuat yang tidak-tidak.
Beberapa kali hembusan nafas keluar dari mulut Grafa. Tangannya mengepal kuat, berusaha menghilangkan gairahnya. Setelah di rasa gairahnya menurun. Matanya menuju ke wajah Mutia yang bersender di bahunya, terlihat beberapa anak rambut menutupi wajah Mutia . Tangan yang terkepal mulai membuka secara perlahan, naik ke atas untuk menyelipkan anak rambut Mutia yang menutupi wajah Mutia.
"Oh astaga... Dia tertidur, bagaimana ini?"
Bagian bawahnya mulai memberontak lagi, bahkan semakin parah. Gairahnya semakin memuncak. Geraman mulai terdengar dari mulut Grafa di selingi dengan gemeletuk gigi. Kepalanya mengadah ke atas, di sertai hembusan kasar.
Tanggannya perlahan memegang pipi Mutia, sedikit memberi tepukan kecil untuk membangunkan Mutia. Matanya tanpa sengaja melihat bibir merah milik Mutia.
Kenapa bibir Mutia terlihat begitu menggoda sekarang?
Grafa menggeleng keras sekali lagi, berusaha lagi untuk menghilangakan fikiran kotornya. Di tepuk pipi sedikit lebih keras Mutia, berharap Mutia akan segera bangun. Supaya ia dapat cepat ke kamar mandi dan mandi air dingin.
Mutia yang dipukul hanya mengeluh, lalu mengeratkan pelukannya kepada Grafa. Dia merasa nyaman saat ini, bahkan dia merasa aman berada di pelukan Grafa. Mungkin karna perutnya juga sudah kenyang, tidur Mutia semakin nyenyak.
Grafa terkejut setengah mati ketika merasakan rangkulan pada pundakknya lalu pelukan Mutia yang semakin mengerat. Rasa frustasi seketika menghampirinya, melebihi yang tadi. Ingin rasanya Grafa mendorong Mutia lalu berlari ke kamar mandi, memadamkan gairahnya yang semakin menjadi-jadi.
Tapi ketika mengingat ini semua kesalahan Grafa, membuat Grafa menghela nafas kasar. Dia yakin, dia harus rela tidak tidur semalam karna gairah yang belum tuntas.
Sialan kau Mutia, waktu sakit pun kau masih saja bisa mengerjaiku.
-----------
I'm comeback.
Gaada yang kangen aku gituh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy Idiot Is Mine!
De TodoCover by @Melinda_Martilova Bab 20-seterusnya di private Ketika takdir menjungkir balikan, mempermainkan, membahagiakan, dan menyakitimu berulang-ulang. Bagaimana saat usiamu 21 tahun, kau di pinang dengan orang yang bisa di bilang 'Idiot'?. Kau ber...