Bab 17

4.2K 221 2
                                    

Happy reading guys. Sorry for typo

Author POV

Sabtu malam minggu, dengan suasana gemerlap lampu kota Jakarta. Mutia duduk di atap kap mobil memandang gemerlap langit malam dan Grafa yang berada di samping sambil membenarkan ban mobil yang bocor.

"Sudah selesai?"

"Belum, tinggal memasang lagi. Tolong ambilkan ban cadangan di belakang"

Mutia turun dari kap mobil, berjalan di sisi mobil seraya melihat Grafa yang tengah berjongkok sambil mengusap peluh di dahi dengan kedua tangannya. Rasa iba menggerubungi dirinya, CEO perusahaan terkenal mengganti bannya sendiri.

"Tidak ada Grafa. Memang kau taruh mana?"

"Di situ Mutia. Memangnya di mana lagi?"

"Tidak ada Grafa". Mutia meyakinkan Grafa dengan apa yang di liatnya. Karena memang benar tidak ada apa-apa di belakang mobil.

"DI SITU MUTIA" ujar Grafa tinggi seraya mendirikan badan, berjalan penuh emosi ke arah belakang mobil. Untuk memastikan adanya ban di bagasi mobil.

"Mana?" Senyum sinis mulai menghiasi wajah Mutia ketika melihat wajah pias milik Grafa, dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"Tadi di sini" Grafa bingung, lalu melirik sinis Mutia, " kau makan kah Mutia?"

Mutia mendelikan mata, hampir membuat bola mata jatuh dari tempatnya. Ia tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Grafa. Bagaimana bisa perempuan se-mungil Mutia memakan ban?.

"Lu kira gue aspal. Doyan ngabisin ban" gerutu kecil Mutia, " makanya, kalo mau nyuruh orang tau dulu. Malu tuh sama kucing yang habis lewat"

"Ngapain gue malu sama kucing, kek ga ada kerjaan. Malu kali sama tukang pengangguran"

"Oh iya, gue lupa" Mutia menepuk pelan dahinya, " Elo kan pengangguran"

"Oh iya?. Gue emang pengganguran di hati lo, makanya lo harus ngasih gue pekerjaan sebagai direktur cinta di hati lo. Dengan sertifikat ' setia dengan pasangan' dan sarjana di pendidikan 'mencintaimu adalah kewajiban' gue yakin, gue pasti bakal di terima. Karna di hati lo kosong pelamar"

"Dih ngomong apaan lo. Ngaco sana ngaco sini kaya emak-emak sen kanan belok kiri"ujar Mutia seraya mengerutkan dahinya, " idiiih tau darimana lo kalo hati gue kosong pelamar, gini-gini gue banyak yang naksir ya"

"Apaan sih pake kata 'gue-elo'. Alay tau gak Mutia" ucap Grafa berusaha mengalihkan pembicaraan, " terus kita gimana sekarang?"

"Ngomong aja kalah jadi ngalihin pembicaraan" sinis tajam Mutia, " telfon tukang bengkel aja, gitu kok repot. Oh iya, gimana kalo kita ke pasar malam aja, tadi aku ada liat di sana. Belum terlalu jauh kok"

"Iya. Buat tuan putriku apasih yang enggak. Ayo jalan" ucap Grafa seraya menggenggam tangan Mutia lalu berjalan pelan, " pegangan yang kuat, aku takutnya kamu di culik om-om, nanti aku jadi duda"

"Iya......." ujar Mutia memeluk lengan Grafa tanpa mengidahkan perkataan terakhir Grafa. Dia bahagia, sangat bahagia sekarang.

****

"Aku mau itu, itu, itu, itu dan itu" ucap riang Mutia ketika mencapai gerbang pasar malam. Banyak permainan dan makanan yang membuat kembalinya semangat 45 milik Mutia. Salah satunya Arum manis. Bahkan sekarang Mutia sudah menyeret Grafa ke tempat penjual Arum manis.

"Aku satu" ucap Mutia kepada penjual lalu menoleh ke arah Grafa, " kamu mau?"

Pertanyaan Mutia di jawab dengan gelengan Grafa. Dengan mengedikan bahu-tanda acuh Mutia mengambil salah satu Arum manis yang sudah jadi lalu memakan permen berbentuk kapas tersebut. Matanya spontan memejam ketika permen kapas di mulutnya mulai meleleh, rasa manis menjalar ke seluruh bagian mulutnya.

Boy Idiot Is Mine!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang