Hari Ujian

494 11 0
                                    

25 Mei 2015 - 29 Mei 2015

Matahari pagi sudah menampakkan sinarnya dengan terik, namun saya masih saja berdiri ditrotoar sejak beberapa menit lalu. Alasannya cuma satu, beberapa angkutan umum yang telah lewat didepanku semuanya terisi penuh dengan penumpang sehingga saya harus menunggu angkutan umum lain. (Kalau di Makassar angkutan umum disebutnya pete-pete).
Saya melihat jam dilayar handphone ku, tepat pukul tujuh. Kegelisahanku bertambah teringat hari ini adalah hari pertama ujian akhir kenaikan kelas dilaksanakan. Tentu saja semua siswa lain berlomba-lomba datang lebih pagi agar mendapatkan bangku yang diinginkan.
Kurang lebih dua puluh menit akhirnya saya sampai di gedung besar berwarna hijau setelah menaiki angkutan umum yang tidak terisi penuh.
Saya pun dengan terburu-buru berlari menuju keruangan saya.

Seperdua teman kelasku bersama senior terlihat duduk manis dibangku mereka saat saya memasuki ruangan. Setiap kali ujian, kelas X dan kelas XI digabung dalam satu kelas. Mungkin tujuannya untuk menyingkat waktu.
Saya pun mulai mencari bangku kosong yang tersisa. Bangku terdepan. Dengan wajah cemberut, saya melempar tas ranselku ke atas meja.

Bahasa Indonesia merupakan pelajaran pertama ujian, pelajaran yang bisa dibilang tidak terlalu sulit, makanya saya masih tenang-tenang saja di bangku terdepan saya.

Bel berbunyi, itu tandanya semua siswa harus mengumpul lembar jawaban lalu kemudian diperbolehkan istirahat.

"saya tidak mau ah duduk di bangku terdepan" gerutu saya kepada teman-teman kelas X saya. Yaitu Oca dan Wanda.

Akhirnya setelah beberapa perbincangan, entah bagaimana saya akhirnya pun pindah ke bangku terbelakang.

Kimia. Pelajaran kedua yang akan membuat semua siswa dalam ruangan itu melototkan mata dihadapan soal. Soal Kimia sudah dibagikan, bangku terbelakang pun sudah menjadi milik saya, dan Oca berada didekat bangku saya tepatnya didepan bangku sebelah kanan ku. Untungnya tak ada senior yang menjadi pasangan dudukku yang bisa membuatku canggung. Dibanding teman kelas saya yang lain, saya merupakan satu dari empat temanku yang tak memiliki pasangan duduk. Sisanya berpasangan dengan senior kelas XI dan tentunya ketiga lainnya adalah mereka yang sama-sama duduk dibangku paling belakang.

Saya perlahan-lahan meletakkan handphone saya ke atas meja dan menjadi pilihan terakhir saya untuk mencari jawaban diinternet jika teman-teman saya yang lain pun tak mengetahui jawaban dari soal. Kakak kelas didepan saya menoleh kebelakang, melirik handphone yang saya letakkan di atas meja lalu kemudian menatap saya. Yah, memang hanya sekedar menatap namun tatapan yang berlangsung 5 detik itu terlihat tajam. Wajah kakak kelas itupun baru saya lihat. Wajahnya masih sangat asing bagi saya. Jujur untuk pertama kalinya saya merasa nyaman dengan tatapan seseorang.

Baru beberapa menit sejak soal dibagikan, saya sudah mulai gelisah mencari jawaban keteman saya. Saya berteriak kecil memanggil Oca. Teman kelas X saya yang mempunyai suara paling bising dan tak pernah diam. Namun kali ini, ia tampak sibuk mengisi lembar jawaban dengan tenang. Saya mencoba beberapa kali memanggilnya dan masih saja tak dihiraukan sampai akhirnya kalimat ini keluar dari mulut saya.

"Ehh Oca saya serius yah... hari Sabtu kemarin itu terakhir kali kita jadi teman sebangku. Saya tidak mau lagi jadi teman bangku kau. Saya sudah tidak mau..." (Kalau di Makassar, kata Kau itu sebagai pengganti Kamu). Tiba-tiba setelah mengucapkan itu, senior didepan saya lalu menoleh dan tertawa kecil. Jelas saja, ini merupakan ujian kenaikan kelas. Dan pertemuan hari sabtu kemarin merupakan hari terakhir dimana semua siswa duduk bersama teman bangkunya. Saya memang sengaja mengucapkan itu, agar Oca tertawa lalu berhenti mengacuhkan saya tapi malah kakak kelas didepanku lah yang berbalik ke saya dan tertawa, tanpa sadar saya pun ikut tertawa bersama senior saya itu.

Karena belum mendapat jawaban, saya hanya bisa terdiam sambil menopang dagu dengan tangan kanan. Tiba-tiba senior didepan saya berbalik lagi dan menatap saya yang saat itu terlihat pasrah, "belum dapat jawaban? Yang sabar yah" katanya sambil tertawa mengejek. Saya hanya bisa menghembuskan nafas panjang.

Terlalu Jatuh Cinta (NEW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang