B a g i a n - D u a

175 38 10
                                    

"Lumayan banget! Gue bisa beli Ice Cream sekantong gede, Lengkap sama Novel dan komik favorite gue!!" Ucapku semangat pada Amat saat kita berdua menyusuri koridor sekolah ini untuk masuk ke kelas kami masing masing.

"Jadi cuma itu tujuan lo nerima tantangan dari Ayah lo sendiri?" Tanya Amat sambil merapihkan topi hijau favoritenya.

"Emang apalagi?" Tanyaku polos sambil memerhatikan beberapa pemandangan yang kami lewati. Amat menatapku dengan tatapan yang seolah berkata Impian-Lo-gak-banget-deh.

"Iya. Itu udah lebih dari cukup. Tapi ada satu impian yang gue pengen dari dulu sih. Tapi gue rasa, Ayah gak akan bisa ngabulin permintaan gue"

Sekarang baru Amat dan Aku mulai melangkah lagi. Amat mengulas senyum tenang, hingga ia mulai bersuara lagi.

"Nah, Emang impian lo itu apa?" Tanya Amat tersenyum sambil harap harap kalau jawabanku dapat memuaskannya kali ini.

"Jadi populer"

Dan yang aku lihat, Amat hanya terdiam selaras dengan senyumnya yang perlahan pudar. Lalu ia meneguk ludahnya sendiri.

Memang jawabanku kali ini salah lagi, ya?

. . .

"Wow! Makasih banyak, Adit!" girangnya sambil menuliskan namaku dilembaran kertas yang berisikan nama nama kelompoknya.

Tapi sejujurnya, Aku benci kerja kelompok. Mengapa? Karena aku harus bergabung dengan anak anak perempuan yang menurutku amat amatlah rempong, penuh drama dan menyebalkan. Dan aku yain itu seratus persen! Hih, Aku tidak habis fikir dengan jalan fikiran perempuan sebenarnya.

"Sip. Sekarang lo resmi jadi kelompok gue. Dan sekarang .... Ayo! Ikut gue!" Perempuan yang ku tau namanya Ara ini langsung menarik tanganku untuk ikut bersamanya.

Tapi dengan sejurus setelahnya, Ku tepis tarikan tangannya.

"Jangan pegang pegang! Bukan Muhrim tau gak!" nada bicaraku naik satu oktaf. Dan bisa ku baca jika ia cukup terpekik karena gertakanku tadi.

Oh sungguh, Aku tidak bermaksud sekasar itu pada perempuan walaupun mereka cukup menyebalkan.

"Eh Sorry, Sorry. Gue gak maksud kasar sama, Lo" ujarku ragu. Tadinya, Aku fikir dia akan memicingkan matanya sinis seperti pada perempuan pada umumnya -Yang penuh dengan drama- karena perbuatanku. Namun kau tau apa yang terjadi? Ia malah tersenyum.

"Eh nggak, Gue yang salah. Yaudah cepetan yuuk" Ara menatapku lagi dengan mengulas senyum.

Ternyata perempuan tidak semenyebalkan yang ku kira, Ya?

Oke, Aku sudah mempraktikan langkah pertama yang diberikan oleh Amat! Yeay!


. . .

How To Have A Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang