Part 2 : Kambuh

11.6K 235 3
                                    

Semenjak malam itu, hubungan persahabatan aku dan Geo semakin akrab, semakin dekat dan semakin lengket, kami saling melengkapi seperti sendok dan garpu. Walaupun aku tidak tahu persahabatan macam apa yang sesungguhnya ada dalam diri kami. Karena jauh dalam lubuk hatiku tersimpan rasa yang sulit aku terjemahkan, namun yang jelas ada suatu kenyaman, bila aku bisa berdampingan dengan Geo. Apakah ini cinta? Aku tidak tahu, mungkinkah ada sebuah perasaan demikian bagi dua insan manusia yang memiliki kelamin yang sama. Cinta sejenis ... terdengar agak miris, namun aku sadar aku memang terjerembab pada hubungan macam begitu.

''Tirta .. lagi apa?''

Sebuah pesan BBM dari Geo.

''Baru pulang kerja'' balasku.

''Demamku kambuh ... aku jatuh sakit lagi."

''Aku akan membelikan obat buatmu ...''

Entah ... aku menjadi panik mendapatkan kabar, kalau Geo sedang tidak enak badan lagi. Tanpa berpikir panjang, aku pun bergegas menuju apotik untuk membeli obat dan mengantarkannya ke rumah Geo.

Sampai di rumah Geo, Ibunya menyambutku dengan sangat ramah, lalu tanpa banyak bertanya sang ibu langsung mempertemukan aku dengan Geo yang masih terbaring di atas ranjang. Wajahnya pucat pasi tanpa ekspresi, pandangannya nanar dan malas untuk menggerakan tubuhnya.

 Wajahnya pucat pasi tanpa ekspresi, pandangannya nanar dan malas untuk menggerakan tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Geo salah makan jadi penyakitnya kumat," 'terang Ibu Geo dengan suara pelan dan lesu.

''Ya, Ibu ... saya bawakan obat buat dia ...'' sahutku.

''Lagi-lagi ... kami merepotkan kamu, Nak Tirta ...''

''Tidak apa-apa, Bu ... Geo adalah sahabatku, jadi aku tidak keberatan bila harus membantunya pada saat dia membutuhkan aku ...''

''Nak Tirta ... kamu sangat baik dan perhatian sekali sama Geo ... bila Geo seorang perempuan, pasti sudah aku nikahkan sama kamu, Nak ...''

''Hehehe ... Ibu bisa aja!''

''Ibu serius ... ''

Ibu Geo menepuk pundakku, lalu beliau pergi meninggalkan kami berdua.

Aku menghampiri Geo, tubuhnya masih lemah. Aku duduk di tepi ranjang dan mengusap-usap rambut Geo. Aku pandangi wajah pucatnya yang masih menggoreskan garis-garis ketampanan wajahnya. Alisnya tebal, hidungnya mancung, kumis tipis, dan dagu yang terbelah. Dia masih kelihatan manis, walaupun kulit putih pucat di wajahnya seperti Vampire.

Geo membuka matanya perlahan, dia tersenyum malu-malu, ketika melihat kehadiranku.

''Kamu ... sudah datang, Tirta ...'' ujarnya pelan.

''Ya, aku bawakan obat buat kamu, Geo ... segeralah kamu minum!''

Geo berusaha bangkit dari pembaringannya, aku pun langsung membantu dengan memapahnya.

''Aku mau minum obatnya!''

''Oke ...'' Aku segera memberinya obat dan membantu untuk memasukannya ke rongga mulut Geo, lalu aku mengambil segelas air dan memberikannya ke tangan Geo. Tanpa banyak kata, Geo pun langsung meminum air tersebut untuk mendorong obat yang telah ditelannya.

Setelah berhasil meminum obat yang aku bawa, Geo kembali berbaring dan memejamkan matanya.

''Tidurlah, Geo ... aku akan menjagamu,'' bisikku di kuping Geo, dan cowok berbadan kurus ini cuma mengangguk perlahan.
Beberapa menit kemudian, Geo terlelap tidur, begitu juga dengan aku, karena lelah dan mengantuk aku pun diam-diam tertidur pulas dekat di samping Geo.

Geo ... Aku saYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang