Warning, Typo bertebaran !!!
Lelah, letih, lesu. Kurasa 3 hal itulah yang benar-benar menggambarkan diriku saat ini. Hampir selama 1 harian aku berada dalam perjalan. Memulangkan keluargaku kerumah dan tentunya aku sebagai driver, ditambah dengan aku langsung kembali ke kota tempat aku melanjutkan pendidikanku. Pesawat tidak ada yang take pada jam sekarang, dan aku membutuhkan waktu yang benar-benar singkat untuk kembali kesana.
Dosen yang luar biasa, selalu sesuka hati mereka memerintah para mahasiswanya datang. Dan dengan terpaksa aku membawa mobil Mama kesana, dan yang berati aku harus memulangkannya secepat mungkin. Jangan Tanya keadaan pantatku, karna yang terlihat dari jauh hanya tulang ekornya saja. Dagingnya entah pergi kemana karena kelamaan kegencet.
2 jam adalah waktu yang paling singkat perjalananku. Biasanya aku melakukan perjalanan paling cepat 2 setengah jam, itu juga karena menggunakan motor dan bisa nyelip-nyelip. Dan sekarang aku berhadapan dengan mobil, jadi sudah tidak terhitung lagi seberapa banyak sumpah serapah yang kudapat dari pengendara lainnya.
*****Jam sudah menunjukan pukul 3 sore, dan aku benar-benar kelaparan. Cacing cacing yang berada diperutku sudah berubah menjadi naga, dan kini sedang berdangdut ria minta jatah makan. Sungguh tidak tau diri.
Aku kembali menyusuri jalan-jalan kampus secara perlahan, sambil mengamati ampera yang lauknya masih banyak persediaan. Baru saja aku hendak masuk kedalam ampera yang berada dekat Rektorat, seseorang menghentikan langkahku. Tidak tau apa, naga-naga diperutku mau bunuh diri semua.
"Farra..." seseorang memanggilku, dan aku hanya berbalik tanpa menjawab seruannya.
"Dari mana aja sih? Gua cariin 3 hari ini" Richart menampilkan muka kawatirnya, dan aku yakin seratus persen, itu hanya raut yang dibuat-buat.
"Mata luu.... Minggir dah, gue lapar." Ketusku dan menghempaskan tangannya yang berada dibahuku.
Kesal karena kejadian kemarin sih enggak, malah aku bersyukur, karena ketemu lagi dengan my motivator. Ricart masih setia mengikutiku dari belakang masuk kedalam ampera.
"Bang.... 1 bungkus yaa. Lauknya ayam semur aja, bagian dada." Pesanku saat baru memasuki ampera.
"Luu ngapain sih ngikutin gua? Mau kenak tabok?" ancamku karena jengah dengan tingkahnya.
"Ini gue lagi usaha buat minta maaf, elunya kayak kagak respeck" aku memutar bola mataku jengah. Hello... sejak kapan si Richart ini tau mengenai arti kata maaf? Aku sudah cukup mengenal Richart, dia sepertinya tidak diajarin oleh orangtuanya mengenai sebuah etika. Jika kalian melihat secara langsung, aku yakin kalian pasti geleng-geleng kepala, dan kesal dengan dirinya.
"Habis nih luu mau kemana? Gue antarin" tawarnya, yang hanya aku balas dengusan sebal.
"Gak usah repot-repot. Gue bawa mobil." Jawabku acuh.
"Please... kemana aja, terserah elu. Gua antarin, ini sebagai salah satu bentuk permintaan maaf gue. Ya.. ya... please" Richart merengek-rengek sambil memegangi lengan bajuku. Ia persis seperti anak 5 tahun yang meminta dibelikan permen oleh ibunya.
Aku seketika mengingat kondisi motorku, yang masih terbengkalai di daerah parker bandara. Aku melirik kearah Richart, dan menaikan 1 alisku. Ia masih saja memohon untuk dimaafkan.
"Oke. Selesai makan, gua mau ke bandara jemput motor gue." Jawabku akhirnya, dan ia bersorak senang seakan mendapatkan lotere.
"Apapun untuk mu My Lady" jawabnya, sambil membayarkan nasi pesananku.
Ahkk... sudah lama aku tidak mendengar panggilan sayang itu darinya. Tapi, bukan berati aku masih memakai perasaan dalam berteman dengannya. Ia hanya dari sekian pria yang sudah menjadi masa laluku.
Ingat... ia adalah mantan. Dan selamanya akan menjadi mantan. Aku tidak pernah berfikir untuk menjalin hubungan kembali dengan orang yang sama, sekalipun ia berlutut dan aku masih menyimpan perasaan padanya. Prinsipku, jangan mengulang kesalahan masa lalu untuk masa depan, karena kita tau ujungnya akan tetap sama. Sakit hati dan sebuah perpisahan.
^^^
"Emang elu habis dari mana sih? Kok motor luu bisa di Bandara?" Richart memulai obrolan pertama kalinya, karena semenjak memasuki mobilnya, aku hanya diam dan memegangi perutku karena kekenyangan.
Aku tidak menjawab pertanyaan Richart, dan lebih memilih berkonsentrasi dengan perutku yang ingin bersendawa.
"Ooogg" aku mengeluarkan angin dari mulutku tanpa ada kesan malu sama sekali, dan menjawab pertanyaan Richat.
"Habis dari rumah mama, soalnya ada acara keluarga" jawabku, dan ia hanya tersenyum tipis.
"Elu gak berubah dari dulu yaa? Tapi gue senang dengan cewek macam luu, berusaha menjadi apa adanya, dan gak berfikir mengenai image sama sekali" ucapnya, dan sedikit mengancurkan tatanan rambutku.
"Tangan luu lah Bang. Ini rambut masih di pakai" kesalku. "Lagian gue mau berubah kayak mana? Kayak power rangers, Ultramen, atau Cosmos? Yaa gak lahh. Gue manusia asli, dan itu hanya cerita film untuk anak-anak" lanjutku, dan ia terkekeh.
Sesampai di Bandara, aku langsung menyuruh Richart kembali. Walau dengan sedikit bentakan, baru ia menuruti perintahku. Aku berjalan menyusuri parkir khusus sambil bersiul, dan memutari kunci motorku pada jariku.
"Farra" sapa seseorang dari belakangku. Aku berbalik dan melihat siapa yang menyapaku. Aku tidak tahu bahwa aku seterkenal ini, dimanapun aku berada, ada saja yang mengenal dan menyapaku.
Aku membulatkan mataku, aku tidak menyangka akan disapa oleh orang itu. Yaa siapa lagi kalau bukan Kennan, my motivator idolaku. Aku tersenyum, berusaha menunjukan keramahan khas cewek. Padahal, biasanya aku selalu menjawab orang dengan cuek.
"Mau kemana?" tanyanya, sambil berjalan mendekatiku.
"Mau ambil motor, trus balik" jelasku.
"Aku temanin" perintahnya, dan ini bukan suatu permintaan. Ia menggandeng tanganku, dan berusaha menyeretku secara halus.
Aku bingung dengan sikapnya. Apa mungkin ia juga seorang Playboy? Aku tak tahu, dan tak mau tahu sih sebenarnya.
"Kemarin kemana?" tanyanya lembut, dan menghentikan lamunanku.
"Eh...." Aku berhenti berjalan dan memandangnya. Aku kaget dengan pertanyaannya. Apakah selama ini ia mencariku?
"Iya. 3 hari berturut-turut aku cariin kamu di rumahmu" jawabnya, seakan bisa membaca pikiranku.
"Kenapa?" tanyaku tak percaya. Jelas tidak percaya, seorang Kennan mencari Farra seseorang gadis kumel ke rumahnya, dan 3 hari berturut-turut. Bolehkah aku berpesta sekarang? Aku seperti mendapatkan Lotere.
"Apakah harus punya alas an dulu, baru bisa menemuimu?" Tanyanya. Dan ini gerak-gerik seakan tidak ingin memberi tahukan jawabannya.
Aku membuang nafasku kesal, dan melanjutkan perjalananku menyusuri daerah parkir, berusaha menemukan motorku, dengan ia yang masih setia menggandeng tanganku.
Bagiku sebenarnya tidak masalah jika bersentuhan dengan seorang laki-laki seperti ini, bergadengan tangan. Karena dari awal, teman-temanku kebanyakan laki-laki, jadi seperti memegang tangan seperti ini sudah hal biasa bagiku. Aku hanya mencoba menghipnotis diriku, bahwa Kennan hanya akan menjadi seorang teman, agar aku tidak membawa perasaan saat berdekatan dengannya.
"Trus tadi kesini sama siapa?" Tanyanya, berusaha mengintrogasiku.
"Sama temenku, Richart." Jawabku enteng.
Ia memberhentikan langkahnya, dan menatapku lurus, "Ngapain sama dia?" terlihat guratan marah dari wajahnya. Aku tahu, ia memakai perasaan saat ini.
"Kenapa emangnya? Dia temenku. Dia menawariku bantuan, maka dari itu aku terima"
"Besok-besok jangan berdekatan dengan dia lagi. Kalau butuh bantuan, hubungi aku saja" ucapnya dingin dan menlanjutkan jalannya, tanpa mendengar jawabanku.
Please, jangan lupa Vote and Commentnya yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Love Me
ChickLitIni cerita tentang kisah obsesi seorang laki-laki keturunan Jepang, kepada seorang wanita yang udik, hanya kerena sebuah tawa. *Meghan Farra Aku terbiasa dengan hidupku yang selalu bebas, tanpa adanya sebuah kekangan dan aturan yang dapat membuatku...