"Hei! Jangan menyerobot antrean dong!" seorang gadis kecil memelototkan matanya pada pemuda berambut acak-acakan yang baru saja menyerobot antreannya. Pemuda itu berjalan cuek, tak mempedulikan gadis kecil berumur 11 tahun itu.
Mata biru gadis itu berkeling, merasa agak jengkel dengan pemuda lancang tadi. Tapi dibiarkannya, toh melakukan hal tak berguna untuk menegur pemuda itu menghabiskan waktu berharganya. Antrean otaku stand Osaka ini pasti akan bertambah macet jika ia menegur pemuda asing itu.
"Nona kecil, giliran anda untuk memilih." Suara pelayan stand menariknya kembali pada kenyataan. Gadis berdress oranye itu mengedarkan pandangannya lalu tersenyum riang, "Ah, aku pilih jaket ini kak!"
Pelayan stand itu bergerak licah mengemasi jaket berwarna putih ungu ke dalam kantung kertas. Lalu diangsurkannya kantung kertas itu pada gadis bertubuh mungil yang menunggunya dengan sorot mata berbinar-binar.
"Nah, ini jaketmu, gadis kecil."
"Terima kasih, kak! Ini uangnya," tangan mungil gadis itu mendekap erat-erat kantung belanjaannya. Mulutnya tak berhenti tersenyum. Ia gembira mendapatkan jaket yang sangat diinginkannya ini.
Pelayan stand balas tersenyum kepadanya. Gadis itu menjauh dari stand. Kepalanya menoleh kesana-kemari, lantas alisnya menekuk karena ia tidak melihat pemuda acak-acakan tadi. "Mungkin dia tidak jadi mengantre. Biarlah, aku tak peduli juga."
Gadis berkucir dua itu pulang dengan hati berbunga-bunga.
***
"Kirei! Tolong angkat jemuran di samping! Hujan gerimis!" teriak Nyonya Agayama dari lantai bawah. Nyonya Agayama adalah wanita baik yang mengadopsi Kirei saat Kirei berumur 3 tahun dari panti asuhan anak-anak.
Nyonya Agayama meletakkan apron dan spatulanya. Tak biasanya Kirei membisu seperti ini. Apa Kirei ada masalah?
Nyonya Agayama memutuskan melihat Kirei di kamarnya. Putri angkatnya jika sedang ada masalah gemar sekali mengunci diri di kamar. Dinaikinya anak tangga satu persatu. Pintu kayu bermotif bunga lilac langsung menyapanya ketika ia melangkah pada tangga terakhir.
Kenop pintu logam diputarnya hingga menimbulkan suara 'ceklek' yang khas. Nyonya Agayama melangkahkan satu kakinya ke dalam kamar bernuansa biru langit itu. Dalam keadaan kamar yang gelap, Nyonya Agayama masih bisa melihat hal ganjil yang terjadi di kamar ini.
Kamar putrinya berantakan dengan plafon kayu langit-langit kamar yang bolong separuh. Plafon yang hancur berserakan di atas kasur dan lantai. Nyonya Agayama mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar dengan wajah pias. Ia khawatir apabila Kirei terluka akibat terkena rontokan plafon kayu yang tebalnya kurang lebih 7 inchi itu.
Wajah Nyonya Agayama pucat. Ia tidak melihat sosok mungil itu dimanapun. Nyonya Agayama melangkah masuk ke dalam kamar dengan tergesa-gesa.
Ia pikir Kirei bersembunyi di balik lemari, lalu mengagetkannya seperti yang biasa Kirei lakukan. Atau ia pikir Kirei bersembunyi di kolong tempat tidur sambil tertawa cekikikan menunggu ia menemukan Kirei dengan raut wajah khawatir. Tapi Kireinya yang manis tak dapat ia temukan di kamar ini.
Pasir remahan plafon terkibas kakinya, membuat debu beterbangan menusuk indera pernapasannya. Tapi ia tak peduli. Yang ia inginkan hanya satu, putri mungilnya yang secerah matahari kembali ke pelukannya.
Nyonya Agayama syok. Dia tak dapat percaya jika putri angkat satu-satunya telah hilang. Setelah menjalani bertahun-tahun hidup bersama dengan matahari kecilnya itu, Nyonya Agayama merasa kosong dan sangat kehilangan sekarang. Matahari mungil yang menerangi hatinya telah pergi. Meninggalkannya dengan beban hati dan kenangan pilu yang membeku di rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama Mimpi Kirei [Naruto World]
Fanfiction[Selesai] Pernahkah kau bertanya-tanya dalam hati 'bagaimana jika aku menjadi bagian dari sebuah drama?'. Drama yang sama sekali belum pernah kau bayangkan benar-benar terjadi dalam hidupmu? Drama yang ada di ambang terliar batas pemikiran manusia...