20. Aku Pulang

227 20 4
                                    

Suara gesekan rumput terdengar pada taman yang sepi. Angin malam berembus pelan, membuat netra sejernih samudera itu terpejam. Raut wajah sendu tergambar jelas pada wajah gadis muda bersurai pirang itu. Dengan helaan napas tertahan, air mata terkumpul pada sudut matanya. Tak tahu mengapa, pada malam ini perasaannya terasa seperti tercampur aduk, membuatnya tak bisa tidur.

Perasaan rindu dan bersalah bercokol di dalam hatinya. Kemudian tanpa tahu hal apa yang dia rindukan, kakinya menuntunnya keluar menuju ke taman kompleks sebelah blok rumahnya. Kirei sebelumnya tidak pernah merasakan hal yang seperti ini. Setidaknya itu yang dia ingat sebelum ingatannya terhenti pada usia sebelas tahun, setelah ia ditemukan di halaman rumah kosong dan kembali ke rumah yang setidaknya dia anggap tempat ia pulang bersama Nyonya Agayama.

Bayangan pemuda bertopi tempo hari muncul kembali pada ingatannya tanpa bisa ia cegah. Sejenak Kirei memejamkan mata dan meremas baju tidur yang ia kenakan. Rasanya sesak, sungguh sesak mengingat sorot mata biru pemuda itu. Serta merta keinginan untuk menangis meloloskan air mata yang sedari tadi ditahannya. Suara napas tersedu sedan dan erangan penuh kesakitan terdengar dari bibir pucatnya. Ia ingin mengusir rasa sesak dan bersalah yang menghantuinya ini, tapi ia tak pernah bisa. Apalagi tatapan rindu yang terlihat dari manik pemuda misterius itu membangkitkan perasaan aneh yang tertimbun sangat jauh di kedalaman hatinya. Perasaan asing yang hangat.

Sudah satu jam berlalu di malam itu. Kirei mengusap pipinya. Menangis dengan waktu yang begitu lama belum pernah ia lakukan bertahun-tahun belakangan ini. Kirei mengembuskan napasnya kasar, rasa sesak yang menderunya tidak kunjung hilang. Pandangannya kabur dan hidungnya memerah. Terbesit rasa khawatir dalam benaknya karena belum meminta izin pada Nyonya Agayama.

"Sebaiknya aku segera pulang...."

Kirei berdiri, beranjak pergi dari ayunan tempatnya menangis. Kata pulang yang ia ucapkan malah membuat Kirei terngiang-ngiang. Benarkah ini pulang yang ia inginkan? Kenapa hatinya tidak berkata begitu?

***

"Ki-chan, lama sekali ya kita tidak bertemu. Besok adalah waktumu pulang ke rumah, Ki-chan."

Pemuda semampai bersurai pirang berkali-kali menggerakkan tangannya di depan cermin, seolah-olah mengajak bicara bayangan di depannya. Ucapannya barusan membuatnya begitu frustrasi.

"Ah kenapa susah banget ttebasa!? Ampun deh, daritadi salah mulu! Boruto, kamu kan oniichan-nya Ki-chan? Kenapa pake gugup segala!" ucap si pemuda sambil mengacak rambutnya frustrasi.

"Omong-omong, Ki-chan benar-benar tumbuh begitu baik ya. Untunglah aku tidak datang lebih lama lagi. Memang sebaiknya dia segera pulang karena kondisi di desa sudah stabil dari setahun lalu," Boruto tersenyum.

"Kalau bukan karena Touchan yang keras kepala membersihkan semua akar masalah di hari itu, pasti sudah dari kemarin aku jemput Ki-chan," pemuda Uzumaki itu memanyunkan bibirnya.

"Yah walaupun aku senang sih karena keadaan desa sudah stabil. Lagipula kalau ditunda terlalu lama, kasian dia nanti nunggu Ki-chan kelamaan. Dobel kasian lagi kalau-kalau Ki-chan sudah punya pacar di sini. Nggak bisa dibayangin deh patah hatinya!" Sejenak Boruto menahan kekehannya, agaknya ia geli karena terpikirkan Yurohi, jounin muda Konoha yang tampan dan menjadi incaran banyak gadis, teman setim Kirei yang menyukainya sejak dia menjadi genin.

Ingatan Boruto terlempar pada empat tahun yang lalu. Tepat sehari setelah kepergian Kirei, Yurohi mendatangi rumah keluarga Uzumaki dengan raut wajah amat menyesal.

"Maafkan aku, aku... Tidak bisa mengembalikan hitai-ate milik Kirei tepat waktu, Boruto-san... Aku, aku-" ucapan Yurohi terputus.

Boruto menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis. Tatapan matanya yang sendu terarah pada hitai-ate hitam milik Kirei. "En, bukan salahmu kok Yurohi. Kirei juga pasti mengerti keadaanmu." Boruto memandang lurus hitai-ate yang digenggam Yurohi. Tangannya terulur, mendorong genggaman tangan Yurohi. Netra sedalam samudera itu bertatapan dengan netra cokelat kelam, menularkan rasa yakin pada tatapan mata yang terguncang itu. "Kau bawa saja hitai-ate ini, kembalikan saat Ki-chan sudah pulang. Anggap saja ini alasanmu untuk terus maju." Boruto meloloskan kata demi kata. Meyakinkan Yurohi bahwa suatu saat nanti adiknya itu akan pulang ke rumahnya lagi.

Drama Mimpi Kirei [Naruto World]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang