04

42 4 3
                                    

.
.
"Wieona!"

Aku menoleh dan mendapati Galih berjalan dengan cepat ke arahku dan Kiky. Aku tersenyum pada cowok chinese-indo ganteng itu.

"Ikut yuk." Ajaknya.

"Ke mana?" Tanyaku ragu. Kalau dia mengajakku untuk ikut main dengan teman-temannya, aku akan menolak kali ini.

"Kita kopdar." Aku melihat mata sipitnya melirik pada Kiky sekilas. "Yang lain udah diparkiran."

"Ah, nggak deh. Panas banget, gue mau langsug pulang aja." Tolakku. Dia bergumam kecewa lalu pamit pergi.

"Lo jangan terlalu sering main sama mereka, ih." Protes Kiky yang baru membuka mulut setelah kita melewati gerbang sekolah.

"Iya." Balasku. Mungkin dia khawatir kalau nanti ada yang berbicara tidak enak tentangku karena sering berkumpul dengan para cowok.

"Mereka itu terkenal jahat, Na." Lanjutnya lagi.

"Jahat apanya?" Tanyaku kaget.

"Kelakuannya. Suka jahatin perasaan cewek."

Aku tertawa karena jawabannya. "Mereka kan ganteng semua, lo tahu lah kalau orang ganteng mah bebas." Aku tidak bohong saat bilang mereka semua ganteng. Terutama Iwan, dia seperti aktor utama ganteng yang memimpin geng orang ganteng. Aku jadi merasa agak beruntung berada di dekat orang-orang ganteng.

Ekspresi Kiky berubah menjadi kecut. "Lo belum tahu aja sih."

"Kenapa? Lo pernah dijahatin juga? Sama Galih?"

Kiky melotot kesal padaku. "Apa sih! Dengar namanya aja bikin mood hancur."

Aku tertawa lagi. "Tadi ketemu malah diam aja. Marahin dong."

"Nggak mau lagi deh ngomong sama dia."

"Kan yang kenalin gue ke mereka itu elo, Ky."

"Gue gak merasa ngenalin kalian. Lo sama Iwan kan emang teman dari dulu."

Ah, iya juga sih.

"Mereka baik kok sama gue, jadi sans aja."

Kiky mendelik kesal lalu berpura-pura sedih. "Lo jadi mirip mereka."

.

"Mau ke mana?"

"Ha?" Kataku kaget saat tiba-tiba Dido menahan lengan baju seragamku.

Aku menatapnya takut saat dia diam saja. Please lah, ya ampun, aku tidak berani menatapnya dengan jarak sedekat ini.

"Dengar gak gue nanya apa?" Tanyanya lagi masih dengan tangannya yang menahan lengan bajuku.

"Iya, gue mau ke kantin." Jawabku.

Dia menarik napas jengkel lalu melepaskan pegangannya itu. "Bareng." Lalu pergi berjalan mendahuluiku.

Aku menekuk dahi bingung. Mau bareng tapi jalannya lebih dulu. Apa-apaan sih dia? Terserahlah, jangan kira aku mau mengejarnya.

"Lo gak tahu definisi bareng ya?" Tanyanya yang sejak tadi berhenti menungguku yang berjalan dibelakangnya.

Aku menatapnya tidak percaya. "Yang jalan duluan siapa? Yang ninggalin siapa?"

"Kejar dong." Jawabnya ringan.

"Dih, nggak mau. Ngapain ngejar yang gak mau dikejar." Balasku dengan makna tersirat.

Dia tertawa. "Gue mau kok dikejar."

"Ha?" Kataku bingung.

Dia menggeleng dengan senyum tipis di wajah gantengnya. Dengan isyarat, dia memintaku melanjutkan jalan beriringan dengannya. Sampai di kantin, Iwan dan yang lainnya memanggil kami untuk ikut mengantri bakso langgganan.

"Gua ke tukang siomay, ya." Pamitku pada Dido sebelum kami sampai dihadapan anak-anak yang lain.

Aku sebenarnya lebih sengaja menghindar, bukan karena aku ingin siomay. Takut kalau Iwan atau yang lainnya berbicara macam-macam tentang kami yang kebetulan datang bersamaan. Aku tidak mau merusak suasana yang agak lebih akrab ini dengan Dido.

"Gue juga mau siomay."

Aku menoleh ke belakang dan mendapati Dido ikut mengantri siomay denganku. Sial. Kenapa dia tidak bisa diajak kompromi sih.

Aku memilih pergi tanpa pamit dengannya setelah sepiring siomay berhasil kudapat. Iwan dan yang lain sudah duduk di salah satu meja. Mereka menatapku seperti meminta agar aku makan bersama mereka karena memang sejak kemarin kami selalu begitu. Tapi kemudian aku melihat Kiky dan teman-teman sekelasku di meja yang lain, jadi aku menghampiri mereka bukan rombongan anak nakal tadi.

"Awas nanti dijahatin, Na."

Aku memutar bola mataku jengkel saat topik pembicaraan mereka beralih ke hubunganku dengan Iwan cs.

"Gak mungkinlah orang berbuat jahat tanpa alasan, bisa jadi mereka dijahatin duluan." Belaku.

Detik selanjutnya setelah aku bicara begitu, mereka protes dan beberapa dari mereka yang katanya pernah dijahatin oleh Iwan cs mulai bercerita pengalamannya. Aku hanya mendengarkan tanpa pernah berbicara lagi.

Setelah dengar dari cerita mereka, jelas sekali kalau Iwan cs itu jahat tapi masa iya? Aku agak tidak percaya kalau Iwan cs bisa menyakiti cewek sampai segitunya meski tampang mereka memang cocok sebagai heartbreaker.

"Gue deket sama Galih hampir setengah tahun tapi akhirnya dia jadian sama orang lain." Kata Kiky lalu tertawa miris.

Oh, jadi begitu. Aku mengangguk-angguk tanpa sadar sedangkan yang lain menggerutu kesal menyebut nama Galih.

"Dia nggak pernah nembak lo?" Tanya temanku yang lain.

"Pernah sih tapi gue tolak karena gue emang belum siap. Terus dia bilang kalau dia bakalan tunggu gue sampai gue siap eh ternyata begitu." Jawab Kiky.

Saat yang lain bersorak kesal lagi karena Galih aku justru menatap kesal sekaligus malas pada Kiky. Ya kalau gitu sih jelas mana ada cowok yang tahan digantung. Cowoknya ganteng pula, ya pasti banyak yang godain lah.
.
.

MEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang