Dean p.o.v
Kembali pada lima tahun lalu,
Dibawah rinai hujan itu,
Aku dan kamu berhenti bertemu,
Kamu pergi jauh darikuSaat itu aku yang memintamu,
Mengejar cita dan asamu,
Dengan sebuah janji sebagai hadiah ku,
Janji yang masih kupertahankan hingga sekarang.Ya,
Aku masih melakukan janji itu,
Aku masih di sini.Menunggumu.
***
"Engga. Itu, yang paket 7, mereka pesen 70 set" kataku pada ponselku."Oy, De, yang project bridal showernya temen lo itu, gue udah pilih tempatnya" kata Fani.
"Oke yo, gue serahin ke lo ya, makasih" kataku mengakhiri pembicaraan ku di telepon. "Lokasinya mana aja?" Tanyaku pada Fani.
"Rerata sih di rooftopnya hotel. Kan sesuai permintaannya, dia minta yang 'glamor'" jawab Fani.
Aku mengangguk. "Dan jangan lupa buat pasang fireworksnya ya. Eh, si Thea mana sih ini? Kita belum pilih bandnya" tanyaku kesal pada Fani.
Tiba-tiba ponsel dan juga telepon rumah kami serentak berdering. Aku menatap Fani yang juga menatapku. Bulan ini memang bulan sibuk, banyak sekali yang memilih menggunakan jasa Event and wedding organizer kami.
"Kunyuk dua, ada orang di depan tuh, ga lo bukain dasar" teriak Thea saat memasuki ruang kerja kami.
"Lo ga liat? Telepon bunyi semua?!" Seruku ganti memarahi Thea.
"Tapi itu tamu lo De, temuin gih" jawabnya.
Aku mengernyit. "Angga?" Tanyaku dijawab gelengan Thea.
"Keluar aja, gue ga kenal dia" katanya. "But he's handsome and gorgeous" kata Thea lalu duduk di mejanya.
"Handle dulu kerjaan gue" kataku lalu berlari keluar.
Dan di sanalah dia berdiri. Pria yang kutunggu selama 5 tahun. Pria yang pergi dariku dibawah hujan saat itu. Dia di sini. Aku menangis.
Betapa aku merindukan dia. Dan betapa aku tak menyadari aku sangat menyayangi dirinya. Dia tersenyum. Masih senyum yang sama.
"Deandra, apa kabar?"
Dan aku jatuh terduduk saat itu juga.
*
**
Aku tidak bisa berhenti menangis. Aku terlalu merindukannya untuk berhenti menangis. Aku terlalu takut kehilangannya untuk berhenti menangis."Udah dong De, aku sedih liat kamu nangis gini" katanya masih menatapku.
Kami duduk di sofa pada teras belakang rumahku. Berhadapan dengan kotak tissue sebagai penghalang. Kotak itu diberikan Thea padaku saat melihat responku tadi, tatkala aku menyadari itu Eleazar, Eleazarku. Sementara Fani terdiam kaku, ia tahu perasaanku dan ia juga seterkejut itu.
"Air matanya gak mau berhenti keluar, hiks hiks" kataku sembari masih menumpahkan air mata.
Kak El terkekeh geli melihatku. Kepergiannya ke Melbourne benar-benar mengubah banyak hal. Bagaimana bisa pacarku, -ya, kami masih dalam tahap itu- yang dulu biasa saja sekarang berubah menjadi supermodel papan atas?
Kak El meraih kotak tissue diantara kami dan meletakkannya pada meja dihadapan kami. Ia menarikku pelan ke dalam pelukannya lalu mengusap rambut panjang ku. "Udah dong sayang, berhenti ya" katanya.
Aku membalas pelukannya dan mulai berhenti menangis. "So, tell me, apa aja yang terjadi selama aku gak di sini?" Tanya kak El.
Aku mengurai pelukanku. "Kak Angga jadi menggantinya bang Abi. Kayanya kak El yang suruh, jujur!" Selidikku.
"Iya, itu aku" katanya lalu terkekeh.
"Dasar. Aku masuk UI dan lain lain. Kak El juga pasti udah tau. Terus lulus dari sana, aku bikin usaha Event and wedding organizer. Aku sebagai penyedia gaun atau pakaiannya sama katering, Fani, iya, sahabat SMAku itu, dia penyedia Gedung dan sistem, sementara yang tadi kak El liat, itu Thea, sahabatku di UI, dia penyedia makeup artis dan guest star nya juga. Kami bertiga juga ngembangin usaha Cafe yang udah punya beberapa cabang di Indonesia. Aku, Fani sama Thea, kami semua ngebuat bisnis kami yang sebelumnya berdiri sendiri, sekarang jadi satu naungan. Jadi bisa lebih berkembang kan" kataku.
Kak El tersenyum, ia menoel pipiku. "Cerdas memang kamu. Aku denger, kamu juga bakal buka cabang di Singapura? Usaha Cafemu itu" katanya.
Aku langsung menunduk sedih. "Aku lupa, terlalu seneng ketemu kak El sampe lupa kalo aku berangkat lusa dan bakal disana sebulan. Masa pisah lagi?" Aku mencebik.
"Engga sayang" kata kak El lalu mencubit hidungku. "Aku ikutin kamu sampe kesana" katanya.
Aku mengernyit bingung. "Aku juga harus ke Singapura, mau kontrol bisnis di sana" katanya.
"Aduuuh, cerita yang lengkap" tuntutku.
"Jadi, program studi ku sebenernya cuma 3 tahun di UM, tapi aku memilih buat jadi orang sukses duku baru ketemu kamu. Jadi aku menetap di Jakarta Pusat 2 tahun ini, dan ngembangin perusahaan ayah sama bunda yang sekarang udah resmi jadi punyaku" katanya.
Aku mengangguk-angguk paham. "Aku besok ke Bandung. Mau ikut?" Tanyaku.
"Mau apa?"
"Nemuin Dean sama Davin, keponakan aku dari bang Abi" kataku.
Mata kak El melebar. "Abi udah punya anak?" Tanyanya.
Aku mengangguk. "5 tahun itu lama kak" kataku.
Kak El mengangguk setuju. "Lama banget, dan setiap hari yang aku laluin itu penjara buat aku gara-gara gabisa liat kamu"
"Gombal"
"Serius. Eh, siap-siap gih, besok aku ikut ke Bandung. Sekalian minta Restu Mama sama papa buat jadiin kamu menantunya bunda" kata kak El.
Dan nafasku seperti keluar dari rongga dadaku.
Ini adalah cuap-cuap terakhir author di cerita ini. Mari kita ucapkan selamat tinggal pada Dean dan Hujan :(
Makasih ya yang udah mau baca cerita ini, makasih juga buat vomment yang udah kalian kasih. Ke depannya cerita ini bakal author perbaikin lagi sih, mau masukin beberapa puisi biar gak flat.
That's all,
Xoxo,
Author.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dean dan hujan [Completed]
Teen FictionDean suka hujan. Dean selalu bermain dan menari bersama hujan. Dia juga suka hujan. Dean punya banyak kenangan dengan dia bersama hujan. Namun sekarang, setiap hujan datang, Dean ingat akan dia dan kenangan pahit mereka. Dean ingin melupakan rasa sa...