Bab 2

19.2K 2.4K 34
                                    

Ketika waktu menunjukan jam 10 malam, Kiandra baru kembali pulang kerumahnya. Dia hanya disambut oleh Salsa yang baru saja selesai menutup kedainya. Kindra mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu rumahnya.

"Kenapa malem banget pulangnya Ki?" tanya Salsa sambil menajikan air minum untuk Kiandra.

"Aku bekerja pada anaknya boss sekarang, pria itu tidak tahu apapun dalam bekerja. Bahkan sudah 6 bulan dia di korupsi menejernya dia tidak menyadarinya. Entah bagaiamana dia bekerja selama ini sehingga tidak ada satupun pekerjaan yang beres. Selama ini aku hanya mengurus berkas hasil rapat dengan klien tidak pernah mengurus berkas internal perusahan, bagaimana dia mengirimkan laporan pekerjaannya jika dia sama sekali tidak becus menjalankan pekerjaannya." keluh Kiandra sebal.

Reynan memang benar-benar tidak bisa bekerja, mungkin kalau bukan ayahnya yang pemilik perusahaan, dia tidak akan pernah di terima kerja sekalipun jadi OB. Entah bagaimana dia bisa bergelar master padahal yang dia lakukan saat kerja hanya bertukar pesan dengan kekasihnya. Dia tidak pernah memeriksa laporan dari bawahannya dan langsung maen tanda tangan saja tanpa dibaca dulu. Belum lagi bahkan dia tidak menginput laporan ke database kantor setiap bulannya.

Selama ini Kiandra bekerja pada pak Hendra yang luar biasa propesional. Beliau akan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, juga sangat toleransi pada karyawannya. Bekerja dengan beliau sangatlah nyaman karena beliau bukan orang yang sok bossy padahal dialah pemilik perusahaan. Berbeda dengan Reynan yang bersikap layaknya bos besar. Dia bertingkah seenak udang di ruangan kantornya, Kiandra harus menyerok ekstra sabar untuk menghadapinya.

Di dalam ruangannya Reynan itu seperti anak kecil yang sangat nakal dan sangat perlu mendapat sentilan dari ibunya. Tapi saat keluar ruangan dia itu bak tokoh CEO yang bertebaran di Novel yang digandrungi anak muda. Gimana Kiandra gak keki, semua orang mengenal Reynan sempurna tapi nyatanya dia hanya tokoh tengil yang mesti di pites.

Kiandra mengeluarkan unek-uneknya pada Salsa, karena beginilah dia yang sebenarnya, duhadapan orang dia sangat kalem dan jarang bicara tapi hanya pada Salsa, sahabat seperjuangannya dia bisa membagi semua pikirannya.

"Apa sangat sulit bekerja dengan anaknya pak Hendra?" tanya Salsa.

"Dibanding saat bekerja dengan pak Hendra tentu jauh lebih sulit. Tapi aku tidak enak jika menolak pekerjaan ini. Kamu tahukan pak Hendra sudah sangat baik pada kita dan mereka juga memberikan kenaikan gaji untukku."

"Maaf yah Ki, kamu harus berjuang sendirian demi kita." sesal Salsa.

"Hai, bicara apa kamu ini Sa, kita keluarga sudah seharusnya saling membantu. Aku berjuang untuk membiayai anak-anak dan hidup kita dan kamu yang menjaga anak-anak. Kamu mengorbankan masa deoanmu untuk menjadi bunda mereka, kamu berkorban lebih banyak untuk hidup kita Sa." ucap Kiandra sambil menggengam tangan Salsa.

Salsa memang memiliki perasaan yang sangat halus, dia tidak seperti Kiandra yang sanggup melewati hari-hari dengan mengangakat kepalanya. Bahkan setelah sekian tahun berlalu Salsa masih saja menitikan air mata ketika ada orang yang bicara buruk tentang kehidupan kami.

"Sudahlah, mari kita ganti pembahasan lain saja. Bagaimana hari pertama anak-anak sekolah?" tanya Kiandra antusias.

Wajah Salsa kembali mendung mendengar pertanyaan Kaindra. Dia menyandarkan punggungnya di sofa dan menghembuskan nafas kasar.

"Mikhail, ngambek karena mamanya tidak mengantar dan menjemputnya di hari pertama sekolahnya. Dia tambah cemberut karena sampai magrib kamu tidak kunjung datang."

"Mikhaila, dia bahkan tidak berhasil menemukan satu temanpun di hari pertama sekolahnya. Dia menangis karena krudungnya ditarik anak laki-laki seusianya."

"Aku harus meminta maaf pada Khail karena aku melewatkan hari pertamanya." sesal Kiandra.

"Kaila pasti bisa memiliki teman nanti, kita sama-sama tahu betapa periangnya gadis kecil kita, kamu tidak usah khawatir Sa."

"Bukan itu yang membuat hatiku tak karuan Ki, tapi apa yang terjadi tadi pagi membuat hatiku tersayat." ucap Salsa berkaca-kaca.

Jam setengah 7 pagi, Salsa sudah menyiapkan anak-anak untuk pergi sekolah. Hari ini hari pertama mereka jadi Salsa takut mereka tidak kebagian tempat duduk. Kiandra memang menyekolahkan kedua malaikat mereka di sekolah IT yang bagus. Selain karena pendidikannya terjamin, agamanya juga terjamin.

Anak-anak terlihat senang dengan sekolah mereka bahkan Khaila tidak berhenti berceloteh selama perjalanan hingga sampai ke sekolah barunya. Karena Salsa harus memarkir mobilnya terlebih dahulu jadi anak-anak pergi menuju kelasnya lebih dulu.

"Kapan yah kita bisa seperti mereka Khail?" tanya Khaila pada Khail sambil menatap seorang anak yang diantar kedua orangtuanya. Anak itu dipeluk ayahnya lalu dicium keningnya ketika berpamitan lalu dituntun ibunya untuk masuk ke lingkungan sekolah.

Khail mengikuti arah pandang Khaila, dari wajah polosnya terlihat jika dia juga ingin merasakan moment seperti itu. Lama mereka memandang interaksi keluarga kecil itu, dan mereka tidak tahu jika bunda mereka juga menyaksikannya.

"Khail, kenapa yah kita tidak punya ayah seperti orang lain? Apa kita anak nakal hingga Allah gak kasih kita ayah?" tanya Khaila polos tapi sukses menyayat hati bundanya yang mendengar ucapannya.

"Hus... Kamu gak boleh ngomong gitu Khaila, kalau mama atau bunda dengar mereka akan sedih." tegur Khail.

"Tapi aku juga pengen punya papa Khail, aku gak mau dipanggil anak china terus seperti waktu kita di TK dulu. Kalau aku punya papa aku akan tunjukin siapa papa aku jadi mereka gak akan ngatain aku anak china lagi. Kamu emang gak mau temen-temen kita berhenti ngatin kamu anak bule?"

"Aku juga gak mau di bilang anak bule, tapi aku lebih gak mau bikin mama sama bunda sedih kalau liat kita pengen punya papa kayak gini."

Salsa yang melihat interaksi putra putrinya menitikan air mata. Ibu mana yang tidak akan sedih melihat putra putrinya menginginkan sesuatu, tapi dia tidak akan pernah bisa mewujudkannya. Ditambah lagi mendengar betapa besarnya kasih sayang putra putrinya padanya, mereka menyimpan keinginan mereka hanya karena tidak ingin membuat ibu-ibu mereka sedih.


************


Kiandra mendatangi kamar putra putrinya, meskipun mereka di besarkan seperti anak kembar, bahkan lahir di hari yang sama tapi mereka tetap tidur terpisah. Mikhail dan Mikhaila memang terlahir seperti anak kembar tapi mereka memiliki ibu dan ayah yang berbeda. Kiandra pikir meskipun mereka di besarkan oleh dua orang ibu yang sama tapi mereka harus tahu batasan mereka sejak dini, jika mereka berdua bukanlah muhrim nantinya.

Kiandra mengecup kening Mikhaila dan membenarkan selimut putri kecilnya. Karena meskipun Mikhaila perempuan dia cenderung memiliki gaya tidur yang tidak cantik.

"Mama sayang Khaila." bisik Kindara di telinga putrinya.

Kemudian Kiandra beralih ke kamar jagoannya, dia ikut membaringkan diri di samping jagoan kecilnya. Menatap lekat-lekat putra yang telah dia lahirkan kedunia. Dia mengusap rambut pirang putranya yang sepertinya tertidur dengan sangat pulas. Kiandra tidak mengetahui darimana putranya mewarisi wajahnya, karena dia hanya bisa mengenali mata sang putra yang sama persis seperti matanya. Mungkinkah putranya mirip dengan pria itu? Pria yang tak pernah dia kenali yang menitipkan benih di rahimnya. Terkadang jika datang masa dimana dia berada dalam titik paling frustasi dalam hidupnya, dia sangat ingin mencari pria itu, pria yang entah dengan alasan apa bisa-bisanya menghancurkan masa depannya.

Kiandra tidak pernah menyesali memliki Mikhail dalam hidupnya. Meskipun dia terlahir dengan jalan yang menyakitkan tapi baginya Mikhail tetaplah anugrah terbesar dalam hidupnya, malaikat dalam hidupnya. Tapi terkadang jika dia memandangi putranya seperti sekarang rasa sedih dan sesal menyeruak dalam dirinya.

Seandainya dan seandainya, kata itu selalu menyeruak dalam pikirannya. Seandainya dia bisa lebih menjaga diri mungkin hal gila itu tidak pernah terjadi. Seandainya hal itu tidak pernah terjadi, dia tidak akan melahirkan putranya dalam keadaan yang tak sempurna ini. Seandainya Mikhailnya terlahir dari rahim wanita lain akankah putranya memiliki kehidupan yang lebih baik?

"Maafkan mama nak, karena kamu harus terlahir dari wanita yang tidak sempurna seperti mamamu ini. Apapun yang terjadi Mama mencintaimu malaikatku." bisik Kiandra dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.

MAKRAME (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang