Bab 3

18.4K 2.4K 44
                                    

"Ngapain sih kita makan di kedai kayak gini? Kayak anak ABG aja, inget umur woy!" keluh Endra pada Bagas sahabat sekaligus bawahannya.

"Nyantai aja kali boss, mentang-mentang gajinya udah banyak nol nya, ampe gak mau diajak makan ditempat kayak gini." ledek Bagas.

"Bukan gitu sinting, loe gak liat nih tempat hampir semua di penuhin anak seragam putih abu, kagak malu loe? Mana kebanyakan anak cewek lagi." keluh Endra.

Bagas hanya tertawa mendengar omelan boss sekaligus sahabatnya itu. Memang itulah yang dia cari, si Bagas ini memang tipe pedofil yang seneng banget ngecengin anak-anak SMA, menurutnya anak ABG itu masih seger dan biaya perawatannya tidak terlalu mahal.

Mereka memang sedang makan di kedai masakan jepang yang lagi in banget di instagram. Kedai yang di bangun di garasi sebuah rumah, berarsitektur lama alias zaman baheula ini memang ramai di bicarakan apalagi ramen yang di jual di sini beuh jadi primadona. Kedainya tidak terlalu besar tapi karena masakannya yang enak dan pas di kantong juga tempat makanya yang outdoor serta di beri pemandangan taman sederhana membuat tempat ini terasa nyaman.

Sailendra seorang arsitek senior yang baru beberapa tahun ini membuka kantornya sendiri, memasang muka masam melihat Bagas yang tebar pesona pada anak SMA. Usianya yang memasuki 30 tahun, membuatnya malu setengah mati berada di antara para anak-anak berseragam yang masih belasan tahun. Ditambah lagi dengan kelakuan sahabatnya yang benar-benar minta di tampol membuat Endra harus menebalkan muka. Endra memang bukan tipe pengusaha kayak raya macam tokoh novel yang kekayaannya tidak akan habis 7 turunan, dia hanya arsitek beruntung karena menangani proyek-proyek besar. Mencoba peruntungan mendirikan perusahaan sendiri dan ternyata alhamdulillah bisa menebalkan dompetnya.

Setelah menunggu agak lama, akhirnya pesanan mereka datang diantar oleh seorang pria muda yang lumayan tampan. Mungkin inilah salah satu daya tarik kedai ini, karena pelayannya pemuda-pemuda dengan wajah yang good looking. Harus Endra akui memang makanan yang dia santap sangat untuk ukuran kedai kecil macam begini. Masakannya sama enaknya seperti di restoran jepang tempat dia dan sahabatnya sering hangout.

Suara ribut kecil mengalihkan perhatian Endra, dia tersenyum tipis ketika melihat sepasang anak kecil yang sedang bermain tak jauh dari kasir. Melihat mereka berdua mengingatkannya akan masa lalunya dengan sang adik. Dulu dia juga sering bermain dengan adiknya dekat kasir di toko bangunan milik keluarganya. Ah rasanya baru kemarin dia melewati masa itu sekarang dia sudah setua ini.

"Ngapain lihat anak-anak itu segitunya boss? Pengen punya anak juga?" tanya Bagas nyinyir.

"Makanya nikah boss, jangan kawin doang." ledek Bagas.

"Semprul, asal ngomong aja, ngaca dong, kayak situ bener aja." ketus Endra.

"Gue kan masih kepala 2 boss, nah situ udah kepala 3." ledek Bagas lagi.

"Setan..." maki Endra kesal.

"Sst...om jangan ngomong kasar apalagi di depan makanan. Kata mama itu gak baik." ucap seorang anak berparas bule yang langsung membuat Endra dan Bagas mati kutu.

Endra menatap anak itu dan matanya terbelak kaget. Dia merasa sangat familiar dengan anak itu.

Kenapa anak itu persis seperti dia? Batin Endra.


****************




"Tidak bisakah kita istirahat dulu? Mataku sudah tidak sanggup memeriksa dokumen-dokumen itu lagi." keluh Reynan pada sekertaris pinjaman ayahnya untuk kesekian kali. Sudah berjam-jam dia memeriksa dokumen itu dan matanya sangat lelah.

"Anda belum mendapatkan dokumen dengan T Mart, salah anda sendiri yang tidak benar menyimpannya dan menelitinya, hingga terjadi kesalahan seperti ini." ucap sang sekertaris bahkan tidak melihat sedikitpun kerahnya.

MAKRAME (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang