Mutatio;
t i g a
•
•
•Gak ada yang memperhatikan siapa datang bersama siapa atau siapa datang dengan apa pagi ini. Semuanya sudah berada dikelas masing- masing, melakukan kegiatan pagi khas sekolah mereka, menyanyikan mars sekolah dan beberapa lagu nasional.
"Thank's, Lan." ujar Lana lalu menuju kelas lebih dulu.
Walaupun tak akan ada orang yang benar- benar memperhatikan, guru- guru sering berpatroli untuk mencari anak yang bolos atau telat. Boleh saja di meja piket tadi tidak ada guru, siapa yang tau itu kalau merupakan jebakan? Lana harus tetap berhati- hati dan berjalan menuju kelas lebih dulu.
Beruntung bagi Lana karena ia sampai dikelas sebelum kegiatan pagi selesai. Yang sebenarnya terjadi, kaki kanan Lana sudah sampai diubin kelas ketika bait terakhir lagu 'Dari Sabang Sampai Merauke' sementara kaki kirinya masih diluar. Pokoknya, masih dihitung belum telat.
Alan sampai dibelakangnya sedetik kemudian.
Melihat Alan yang menunggunya masuk kelas-agar cowok itu mendapat jalan untuk masuk kekelas- Lana melanjutkan langkahnya ketempat duduk, dimana ada Rades yang menyengir di meja sebelah kanannya.
Sahabatnya sejak kecil itu menaik- naikkan alis dan memberikan senyum menggodanya, "sama abang ojek lagi, Na?" tanyanya dilanjutkan kikikan. Lana hanya memutar matanya malas dan berbalik posisi untuk mengambil peralatan tulisnya di tas. "Lana ya, gue dikacangin."
Walau memasang wajah jutek maksimal, Lana tetap kesulitan menahan senyum sejak turun dari motor bebek coklat Alan. Entah apa itu, Lana belum pernah mengalami ini sebelumnya. "Na, sadar woi. Senyum- senyum aja masih pagi."
Kalimat Rades menyadarkan Lana seketika, membuatnya menghilangkan senyum dan segera menerbitkan wajah juteknya kembali. "Jadi hari ini dianter sama abang ojek ganteng?" tanya Rades lagi dengan nada kepo khas cewek- cewek ngerumpian.
Untuk pertama kalinya, Lana berharap Bu Sita aka guru bahasa Indonesia merangkap wali kelasnya itu datang lebih cepat. Walau biasanya jeda lima menit ini adalah waktu yang seringkali terasa cepat.
"Duh," Lana menjeda, "gak ada yang dianter sama abang ojek ganteng, Radesha." jawabnya dengan penuh penekanan.
Seperti guru BK mereka jika sedang menanyai apakah anak tersebut menyontek atau tidak, sekeras apapun Lana memberikan jawaban "Tidak," "Nggak," dan sespesiesnya, semua itu akan tetap terdengar "Ya." bagi Rades.
"Ah cie, dianter sama abang..." Rades mendekatkan bibirnya ketelinga Lana, "...Alan." bisiknya lalu tertawa- tawa. Lana hanya bisa menggelengkan kepalanya, Rades memang gila sedari batita, jadi tidak mengherankan jika sikapnya diumur 16 tahun masih gila begitu.
"Dia bener- bener lagi di perhitungkan sebagai anak famous, lho, Na. Kan sodaranya si kapten basket." bisik Rades lagi.
Lana menyerah kalau Rades sudah begitu. Daripada ia tertular gila, 'kan bahaya.
Suara ketukan sepatu pantoefel terdengar makin nyata pada detik selanjutnya. Pasti Bu Sita, gumam Lana dalam hati. Benar saja, kemudian seorang guru cantik yang masih muda tapi ternyata masih jomblo memasuki kelas.
"Selamat Pagi anak- anak."
"Pagi Bu Sita."
"PAGII IBU CANTIK." Sahut Didi dengan suara berisiknya. Bu Sita hanya menggeleng- geleng. "Itu coba depannya dibangunin, Di." Perintah Bu Sita menunjuk sebuah makhluk yang menghuni meja depan Didi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mutatio
Teen FictionAlan Bintang Valerio dan Alana Bulan Valeria hanyalah satu dari sekian murid pendiam di SMA Elang Jaya. Oh, salah. Alan memang pendiam yang kalem, sementara Lana jutek tak karuan. Tak ada perbedaan nyata dari keduanya selain gender Alan yang laki...