s e m b i l a n

287 21 6
                                    

Mutatio;

s e m b i l a n

***

Sepatu pantoefel Bu Ika terdengar semakin mendekati mejanya. Lana menggigit bibirnya kencang. "I—itu Bu," Lana berdeham, "mata saya lagi sensi sama cahaya yang terang banget, Bu. Gak tau nih kenapa. Makanya nanti pas pulang saya mau ke dokter sama Mama. Kalo hari ini saya nggak masuk sayang absen Bu." Ujarnya tenang.

Bu Ika mendekatinya, "Kalo gitu cepet sembuh ya. Ibu kira kamu mau gaya- gayaan bawa sunglasses mahal gitu kesekolah, bisa Ibu sita tuh. Untung kamu jujur."

"Ini juga KW super kok, Bu."

Batin Lana bersorak selagi bibirnya (berusaha) tersenyum manis. Untung saja selama ini dia nggak pernah dapet masalah apapun dengan BK. Pernah sekali pas kelas XI, Lana telat sepuluh menit karena bus angkutan umum yang ditumpanginya kena tilang. Pastilah Bu Ika tidak mengintrogasinya meskipun sebenarnya ini adalah sebuah skenario pendustaan.

Tadinya Didi ingin menyela dan protes kalau sebenarnya Lana berbohong. Darimana Didi tau? Ya suara toa Rades tadi pagi lah! Tapi tadi Rades berhasil mengirimkan secarik kertas yang menyatakan bahwa ia akan mentraktir Didi ayam bakar di kantin jika cowok itu tutup mulut.

Sogokan Rades berhasil, Didi sarapan gratis, dan Lana tidak akan dihukum walau harus menanggung biaya ayam bakar untuk Didi.

Setelah Bu Ika dan Pak Prana selesai memeriksa kelengkapan seragam murid- murid XII-3 dan beberapa pengurus OSIS mengucapkan serangkaian ucapan terimakasih, teman- teman Lana mulai meributkan sesuatu. Kelasnya seperti pasar tawon. Yah perumpamaan itu digunakan karena pasar adalah tempat yang ramai dan tawon berisik.

"Gak tau aja sih dia kalo gue pake kaos kaki dipendekin."

"Gue juga ambil gesper dari penyimpanan masjid, tau!"

"Gue beli dasi berkali- kali tapi tiap pemeriksaan tetep aja kena."

"Ah, celana gue kena udah dua kali nih."

"Untung hari ini rok gue panjang."

"Celana gue digunting sampe betis."

"Mending lah bego, rok gue digunting sampe lutut. Gila emang dia mah."

Suara ribut- ribut yang terdengar membuat Lana merasa tidak enak pada teman- temannya. Mereka kena hukum karena kesalahan yang sama dengan dirinya, menggunakan kelengkapan yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Untung saja teman- teman lain tidak ada yang peduli. Kecuali si Didi yang emang udah berkali- kali berurusan dengan Bu Ika dan Pak Prana.

Rades mengelus bahunya, "Gak papa, Lana. Gak usah gak enak gitu."

***

Sialan untuk Rades yang kabur ke kantin.

Ketika bel istirahat berbunyi, ketika itu pula seorang cowok dengan hipster dari kelas XII- 1 menghampiri Lana dan duduk dikursi depannya yang sudah dibalik agar bisa menghadap Lana. Cowok itu membawa dua piring ayam bakar Uni dari kantin. Dan benar, cowok itu adalah Dean, si kacamata pintar nan ganteng versi Rades.

Lana yang di didik untuk menghargai orang oleh orangtuanya tersenyum tipis ketika Dean menghampirinya. "Gue tau lo bakal nggak mau kalo kita makan dikantin." Kata cowok itu saat Lana bertanya mengapa makan dikelasnya.

Dan sekarang, Dean sedang nyerocos tentang betapa serunya experience cowok itu tahun lalu ketika berhasil menembus OSN Fisika tingkat provinsi. Teman karantina yang inilah, soal yang itulah, pembina yang inilah, fasilitas yang itulah, Lana hanya mendengarkan saja sambil menikmati ayam bakar Uni gratisnya yang jadi dua kali lebih enak. Pertama karena memang benar- benar enak dan kedua karena gratis.

MutatioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang