Part ini adalah versi panjangnya dari part The Untold Story
.......
Sebuah dering alarm khas jam weker nyaring menusuk pendengarannya pagi ini. Ia melirik jam itu sebentar, kemudian mendengus kesal.
Pria tampan bermata sipit itu beringsut, menendang kasar selimut baby blue tebalnya dengan kedua kakinya hingga selimut itu tersingkap. Ia mendengus dan segera bangkit untuk mematikan jam weker di meja nakas itu.
"Astaga! Ini masih pagi! Jangan berisik!" gumamnya dengan suara serak khas orang bangun tidur. Kemudian ia menarik kacamata kotak hitam di sebelah jam weker itu dan memakainya.
Dengan satu gerakan, Jimin, mematikan jam weker kesayangan nya itu dan segera bangkit menuju kamar mandi.
Hari ini dia akan mengunjungi sekolah barunya. Babak baru bangku sekolah tinggi. Sedikit banyak ia gugup dan khawatir dengan semua rumor-rumor yang beredar tentang keadaan SMA.
Senioritas, bullying, guru killer, tekanan peringkat nilai, masih banyak yang membuat dia khawatir.
Sebuah nafas berat meluncur mulus keluar dari lubang hidungnya. "Bukan hanya masalah sekolahnya, aku juga terbebani masalah ayah dan ibu."
.
.
.Awalnya Jimin memang takut menjalani kehidupan SMA nya. Seperti umumnya memang, masa orientasi, hormat pada senior, menuruti semua perkataan mereka jika tidak mau berakhir babak belur tanpa ketahuan oleh guru dan teman-teman mu.
Ngomong-ngomong soal senior, ia jadi ingat saat pertama kali ia mengunjungi sekolahnya untuk mendaftar.
Saat itu ia melihat dua orang senior, kelas 2 mungkin? Yang satu tinggi dengan wajah yang tampan dan bahu yang lebar. Yang satu lagi seorang dengan wajah kecil berkulit pucat, namun wajahnya datar-datar saja. Berbeda dengan temannya yang selalu menyambut setiap orang yang datang dengan senyum menawan. Sesekali pria tinggi itu memberikan flying kiss pada para siswi hingga mereka memekik senang.
Jimin tersenyum simpul melihat pria manis berkulit pucat yang sibuk dengan kameranya itu.
"Orang yang dingin selalu punya sisi lain yang dia sembunyikan."
.
.
.Memandang langit biru, adalah salah satu aktivitas favoritnya. Dimana langit biru yang cerah, hanya ada di musim semi setiap tahunnya. Lagipula, warna biru adalah warna kesukaannya juga. Selain warna biru laut, ia juga menyukai warna biru langit. Pokoknya biru, terutama biru muda.
Ia menghela nafas, merasakan ketenangan hatinya saat ia memandang hamparan luas di angkasa itu. Sejenak melupakan semua beban yang menimpanya akhir-akhir ini.
Bahkan ia sampai melupakan dua orang senior yang tadi masuk ke kelasnya. Membagikan angket, katanya.
Walaupun ia sedang melihat keluar jendela, perdengarannya masih bisa mendengar pidato panjang senior anggota Dewan Siswa, Yoo Kihyun, begitulah perkenalannya tadi. Angket itu berkaitan dengan kegiatan pelajaran tambahan, ekskul, penawaran program beasiswa bagi yang berminat, dan lain-lain yang berkaitan dengan aktivitas kesiswaan.
Ia menoleh, sejenak mengalihkan atensinya pada kedua senior di depan sana.
Dan disana, tepat di samping papan tulis hijau lumut, berdiri seorang namja manis berkulit pucat yang tidak terlalu tinggi. Dengan tatapan dingin nya, senior itu memperhatikan seisi kelas, seakan memberikan ancaman agar para siswa tidak berisik selama rekannya berpidato di depan kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest, Jimin ㅡMy✔
FanfictionYoongi seorang tsundere. Mengungkapkan perasaannya pada orang lain adalah hal yang paling sulit ia lakukan. Lalu bagaimana ia akan menyatakan perasaannya pada orang yang dia suka? Self-problem seorang Min Yoongi dan curahan hatinya di buku hariann...