Setelah kesalahpahaman dengan Donita berlalu, semakin dekat dan lancar saja kedekatan Saya dengan Arief tanpa ada rasa khawatir dan cemburu. Walau hanya sebatas teman yang bersaut-sautan di group kelas memang, tetapi rasanya menyenangkan sekali. Memang enak rasanya bila suka dengan teman sekelas, kalau suka bisa nyaru. Alias, gak keliatan kayak suka. Kalau group kelas sedang ramai membahas topik tertentu, dia akan jadi yang paling bersuara, tidak ada rasa malu untuk bersuara, bercanda, walau kadang bahasannya sudah keluar jauh dari topik yang dibicarakan.
Kamu lucu,
dan Aku rindu.
Sangat.
Canda-tawanya, gurauannya, singgungannya..
Walau kadang menyakitkan, tapi sungguh.
Aku rindu.
Aku rindu berada disekitarmu.
Aku rindu menjadi audiens mu.
Kamu ibarat pemeran utama dan pembawa acara dalam acaramu.
Aku rindu.
Aku rindu.
Aku rindu jadi salah satu bagian di dalam acaramu.
Ah, Arief ku harap kita sama seperti dulu,
Jangankan sama, kamu tetap jadi temanku
Kurasa sudah tak mampu.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Seperti acara bincang yang diadakan tiap malam, begitu juga dengan acara bincang yang Arief si makhluk nokturnal. Seakan-akan saat malam tak pernah terlelap. Selalu terjaga. Aku tahu, karena selalu ada di recent update selepas Aku terbangun pagi. Fenomena yang lumrah memang bagi anak laki-laki di usia-usia kami. Aku bingung akan apa yang dilakukannya? Karena Aku tidak seperti itu, Aku tipikal orang yang sudah lelap sebelum jam 9. Meski tugas bergelimpung Aku akan selesaikan semaksimal Aku bisa sebelum jam 9, Aku bingung apa yang Arief lakukan. Mungkin nonton bola?
----------------------------------------------------------------------------------------------
Setiap Senin pagi, selalu Saya perhatikan barisan paling belakang laki-laki. Siapa lagi yang saya pastikan untuk hadir kalau bukan dia. Saya khawatir dia akan telat. Duh, padahal hanya sekedar teman tetapi kenapa se-khawatir ini ya?, Sudah sadar saya jika saya memendam rasa untuknya tetapi rasanya masih terlalu cepat untuk mengakuinya.
Saya berbaris di barisan tengah setiap upacara. Karena jumlah anak perempuan lebih banyak daripada jumlah anak laki-laki. Alhasil, Saya terpukul jauh ke belakang tetapi tak apa, membuat saya hanya terpisah sebaris dari dia.
Ah, senang.
Saya mencoba untuk fokus mengikuti upacara yang berlangsung tetapi konsentrasi Saya terganggu dengan riuh canda-tawa yang ada di belakang. Saya menengok.
Lagi-lagi dia biangnya.
Saya mencoba untuk menahan diri agar tidak ikut-ikutan dengan barisan belakang. Tetapi nyatanya, tidak bisa.
Ucapan Arief tak bisa Saya ingat dengan jelas lagi. Tetapi, yang Saya ingat biasanya dia bercerita tentang kehidupannya sehari-hari yang mengundang gelak tawa. Mulai dari Amin si Tukang Ojek hingga tentang adiknya, yang namanya Bayu. Bayu yang masih kelas 3SD waktu kerap kali jadi bahan guyonan kakaknya.
Saya ikut tertawa.
Saya lupa jelasnya guyonan yang ia lontarkan masa itu, maklum sudah lima tahun yang lalu rasanya. Tetapi yang jelas Saya dibuat senang tertawa akannya dan semenjak saat itu tidak ada upacara bendera yang membosankan dan bikin ngantuk. Upacara selalu menjadi hal yang Saya tunggu. Karena, Saya dekat dengan dia.
YOU ARE READING
Halfway
Teen FictionKisah ini merupakan kisah pribadi yang seseorang alami. Tentang manisnya cinta pertama, dan perihnya patah hati. Tentang kehidupan di Sekolah Menengah Pertama. Tentang pertemanan, tentang anak laki-laki, dan tentang lelucon. Halfway diambil dar...