Chapter 3

1.4K 284 89
                                    

Wonwoo menyentuh kenop pintu kamarnya dengan ragu. Dengan sangat perlahan, ia memutar kenop pintu. Menghasilkan celah saat pintu itu terbuka. Menampakkan lorong yang minim pencahayaan. Namun cahaya dari kamarnya, berhasil mengintip hingga keluar.

Ia kembali menutup pintu kamar setelah beada di luar. Tidak melangkah meski sejengkal. Hanya terdiam di depan pintu kamarnya. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Semuanya tampak sunyi. Beberapa pintu kamar lainnya tertutup sangat rapat.

Tidak ingin kembali ke kamarnya, Wonwoo memilih duduk di depan pintu. Memeluk lututnya dan menyembunyikan wajahnya. Sama seperti yang ia lakukan selama ini. Hanya saja, ia tidak lagi berada di ruangan sempit nan gelap itu.

Nafas yang sempat memburu, perlahan mulai teratur. Mata sipitnya terpejam perlahan masih dengan posisi meringkuknya.

"Aku takut ... aku takut," gumamnya yang menyerupai bisikan.

Saat hampir terlelap, ia bisa merasakan seseorang menyentuh kepalanya. Sentuhan lembut yang entah kenapa terasa tidak asing. Membuatnya mendongak untuk melihat siapa yang ada di depannya.

"Kenapa kau ada di sini Wonwoo-ya?" pertanyaan lembut itu tidak bisa langsung ia jawab. Ia menggigit bibir bawahnya dengan kepala menunduk.

"Kau tidak bisa tidur, hem?" tanyanya sekali lagi.

"Aku ... aku takut Hyung," jawabnya lirih.

"Apa yang membuatmu takut?"

"Aku melihat mereka semua. Mereka menakutkan." Suara Wonwoo sedikit bergetar.

Ia benar-benar takut saat memejamkan matanya di tempat yang dipenuhi cahaya. Selama ini, ia menghabiskan waktunya dalam kegelapan. Dan saat kamarnya berubah, ia seolah merasa orang-orang yang ditakuti mendekatinya.

"Berdirilah! Hyung akan menemanimu." Jisoo tidak bertanya siapa yang membuat Wonwoo takut. Ia hanya membantu remaja itu berdiri. Menuntun ke kamar dan ikut duduk di tepian ranjang.

"Tidurlah! Hyung akan di sini sampai kau tertidur." Kalimat Jisoo terdengar begitu meyakinkan. Membuat Wonwoo mengurungkan niatnya untuk membuka suara. Meski banyak pertanyaan terpendam di dalam hatinya.

Saat Wonwoo benar-benar terpejam, Jisoo belum beranjak. Masih duduk dan memperhatikan remaja empat belas tahun itu.

"Kau sudah melewati hari yang sangat berat. Kau sudah melewati waktu-waktu mengerikan Arata-kun. Bertahanlah!" pinta Jisoo dalam hati.

Setelah membenarkan letak selimut Wonwoo, Jisoo berdiri dari duduknya. Membuka pintu dan keluar dari kamar.

"Siapa dia sebenarnya?"

Jisoo sedikit terperanjat mendengar suara Seungcheol. Saat ia berbalik, kembarannya sudah berdiri berhadapan dengannya.

"Wonwoo. Aku sudah mengatakannya kan?"

"Namanya Wonwoo." Seungcheol tersenyum miris.

"Kau pasti tahu maksudku yang sebenarnya Soo-ya," lanjut Seungcheol.

Senyum Jisoo yang sempat tersemat langsung luntur. Tanpa niat menjawab, Jisoo langsung berlalu. Meninggalkan Seungcheol yang masih memandanginya.

"Dia bukan Chan-ie."

Langkah Jisoo terhenti. Namun tidak ada kalimat balasan yang terdengar. Hanya sama-sama terdiam di tempat masing-masing.

"Aku tahu Cheol-ah," jawabnya singkat dan langsung kembali beranjak.

Jisoo memasuki kamarnya tanpa menguncinya. Duduk di kursi di depan sebuah nakas kecil. Tangannya terulur untuk membuka salah satu laci. Mengambil selembar foto yang tergeletak di dalamnya.

Light In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang