Chapter 7

1.4K 257 76
                                    

Jisoo memutar kenop pintu kamar Wonwoo yang tidak dikunci. Saat terbuka, yang ia dapati hanyalah gelap. Ia tidak bisa menemukan keberadaan sang pemilik kamar. Lambat laun, ia bisa melihat keberadaan Wonwoo. Duduk meringkuk di samping ranjang.

Mencoba untuk tidak mengejutkan, ia melangkah dengan hati-hati. Meski ia tahu Wonwoo akan tetap merasakan kehadirannya.

"Wonwoo-ya," panggilnya lembut.

Mendengar suaranya, Wonwoo justru semakin menyudutkan tubuhnya. Tidak berniat mengangkat wajah dan melihat ke arahnya.

Tangannya bergetar melihat pemandangan itu. Ia merasakan sesak yang tidak terdeskripsikan. Tanpa perlu dijelaskan, ia tahu apa yang Wonwoo pikirkan.

"Hyung mengganggumu? Apa sebaiknya hyung pergi saja dari sini?" Ia mencoba menarik perhatian yang lebih muda. Tapi Wonwoo masih bertahan pada posisinya.

Merasa usahanya sia-sia, Jisoo berjalan mendekat. Duduk tepat di depan Wonwoo yang sama sekali tidak merespon kehadirannya.

"Kalau tiba-tiba malaikat datang mengatakan sisa usia hyung hanya satu hari dan andai malaikat memberi kesempatan untuk hyung menitipkan benda yang sangat berharga, hyung akan mengatakan pada malaikat kalau hyung akan mempercayakan benda berharga itu padamu, Wonwoo-ya."

Untuk beberapa saat masih tidak ada respon. Namun beberapa detik setelahnya, Wonwoo mengangkat kepalanya. Menunjukan wajah sendunya yang membuat Jisoo tersenyum sedih.

"Kenapa hyung menitipkannya padaku?" tanya Wonwoo dengan suara teramat sangat lirih.

"Karena hyung mempercayaimu," jawab Jisoo. Tangannya terangkat ke kepala yang lebih muda. Membelainya lembut diiringi senyuman di wajahnya.

"Hyung percaya padaku?" terdengar keraguan dari pertanyaannya.

"Kalau di dunia ini hanya ada satu orang yang harus hyung percaya, tanpa ragu hyung akan menunjukmu."

Hati Wonwoo tersentuh mendengarnya. Tapi belum bisa mengembalikan senyumnya. Tetap memasang ekspresi yang sama seolah menginginkan jawaban lebih.

"Apa karena Hyung tidak melihatnya?" Dengan mata sendunya, Wonwoo menatap Jisoo. Pancaran matanya berubah saat Jisoo tersenyum dan menggeleng.

"Bahkan kalau hyung melihatnya secara langsung, hyung tidak akan mempercayainya begitu saja."

"Hyung benar-benar percaya padaku?" Wonwoo masih berusaha mencari keyakinan.

"Kepercayaan tidak bisa dibeli atau ditukar dengan apapun. Dan hyung memberikan kepercayaan itu padamu. Apa kau juga membutuhkan alasan untuk itu?" tanya Jisoo sembari meyakinkan remaja di depannya. Kali ini Wonwoo tersenyum. Dengan pasti, ia menggelengkan kepalanya.

"Hyung senang kau tidak menangis. Karena kalau kau menangis, hyung akan merasa bersalah sudah meninggalkanmu." Jisoo tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Mengacak rambut remaja manis di depannya.

"Apa aku boleh menangis?" tanya Wonwoo polos. Membuat Jisoo terkekeh pelan.

"Tentu saja. Menangis itu hal yang wajar. Karena rasa sedih itu tidak memandang usia, status, jenis kelamin atau semacamnya."

"Aku tidak yakin memiliki air mata Hyung," gumam Wonwoo yang membuat Jisoo tertegun.

"Karena kata mereka aku bukan manusia," lanjut Wonwo dalam hati.

Selanjutnya, hanya keheningan yang terjadi. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sesekali Wonwoo melirik ke arah yang lebih tua.

"H-Hyung,"

Light In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang