"Kita langsung ke apartemen. Hadiah lain yang dimaksud bokap gue itu rupanya apartemen, katanya jauh lebih besar dari apartemen gue. Barang-barang kita udah ada disana, hebat kan Mami gue, ngurusinnya detail, eh tapi dibantuin nyokap lo juga. Kirain bakalan kasih rumah. Gue protes juga sih, tapi dia bilang ntar kalo udah punya anak." Adel tak mengalihkan tatapannya dari jalanan ocehan Sammy hanya dianggapnya angin lalu. Sammy melirik Adel yang tampaknya sangat tak berminat. "Tapi kayaknya bakal lama dapet rumah, gimana mau dapet anak nyentuh aja nggak pernah. Atau –"
Adel langsung melirik Sammy tajam. "Nah, kan. Tunggu dipancing baru mau gubris," sambung Sammy dengan senyum puas.
Adel kembali mengalihkan pandangannya ke jalanan. Saat ini taksi sedang membawa mereka keluar dari bandara Soekarno-Hatta menuju apartemen baru yang diceritakan sangat semangat oleh Sammy.
"Sam."
"Hmm."
"Lo dulu sekolah dimana?"
"Sekolah? SD, SMP, SMA atau kuliah?"
"Kuliah. Lo kuliah dimana?"
"Gue S1 di Trisakti. Lanjut S2 di USyd. Pasti nggak percaya lo kan gue sepinter itu? Bokap gue ngeri. Kalau pas belajar dia suka jadi satpam. Ya mau nggak mau gue hapalin semua yang dia suruh."
"Itu di Sydney kan?"
"S2 gue? Iya. Kenapa?"
"Nggak, keren aja." Adel memutar otaknya setahunya Gita juga lama tinggal disana. "Gue mau ke rumah sakit. Ada urusan bentar sama Kak Abdi." Lanjut Adel.
Sammy diam tak langsung menjawab. "Sama-sama aja kalo gitu?"
"Gue butuhnya ngomong empat mata. Lo balik aja terus ke apartemen. Gue nggak lama kok."
"Ngomong apaan sih?"
"Kepo deh. Ini urusan Kakak-Adik."
Alis Sammy sedikit terangkat sebelum akhirnya mengangguk. "Jangan lama-lama ya."
"Hmm."
***
Adel tertegun lama di depan ruang kerja Kakaknya. Menurut informasi dari perawat jaga tadi, Kakaknya memang sedang berada diruangan. Tangan Adel yang mengudara langsung terhenti karena ada seruan lain.
"Adel."
Seketika itu Adel menoleh. Kakak iparnya mendekat dengan tas bekal ditangannya.
"Kapan sampai?" tanya Gita.
"Baru aja."
"Maksudnya kapan sampai ke Jakarta? Kata Mama kalian bulan madu ke Bali."
"Iya. Baru aja." Sahut Adel lagi.
Gita mengerutkan keningnya sambil mengetuk pintu ruang kerja Abdi. "Oh. Maksudnya baru sampai ke Jakarta langsung kesini? Pasti ada keperluan penting sama Mas Abdi ya?"
Pintu terbuka. Abdi pun tampak terkejut melihat Adel berdiri disana. "Lho, Adel. Kok disini? Sammy mana?"
Adel tak menjawab ia hanya terus memerhatikan jemari Kakaknya yang melingkar ke pinggang Kakak iparnya. Pikiran Adel saat ini layaknya benang kusut. Lidahnya gatal ingin menanyakan kebenaran ucapan Sammy, tapi apa yang harus ia katakan? Mengatakan kalau ia mengetahui informasi dari mulut suaminya yang sedang mabuk? Yang ada malah menambah masalah.
"Adel." Sebut Abdi lagi.
Adel masih berkutat dengan pemikirannya sendiri. Tetapi apakah Kakaknya tahu mengenai masa lalu Gita? Ia juga tak rela jika Kakaknya ditipu. Namun, melihat lagi kemesraan yang terpampang dihadapannya. Juga kenyataan bahwa Kakaknya terlihat sangat bahagia setelah menikah membuat Adel menelan ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong Choice [TERBIT]
General FictionMereka tidak menjalani sebuah keterpaksaan. Mereka hanya jiwa-jiwa lelah. Cukup dengan kesepakatan kecil maka jalinan sebagai pasangan sah pun menaut. Sekuel Revenge