Harum parfum khas suaminya menusuk ke indera penciuman Gita. Gita mengusap-usap wajahnya sebelum membuka matanya perlahan. Tidak. Ia tidak sedang berada di rumah mertuanya, pagi tadi setelah sarapan pagi mereka langsung pulang.
Gita menarik selimut menutupi tubuh polosnya seraya terduduk di punggung ranjang. Wajahnya tampak kuyu khas orang baru bangun tidur sementara pandangannya tak lepas dari sang suami yang sudah rapi mengenakan – Ah, tak hanya kemeja seperti biasa, Abdi bahkan mengenakan setelan jas lengkap dengan dasi.
Abdi cukup menguras energinya tadi, Gita harus mengakui itu. Pengalaman pertama ia harus memastikan Abdi puas, ia juga tak mengharap akan mendapat kepuasannya. Bahkan Abdi mengakui kalau itu adalah pengalaman pertamanya sementara Gita sendiri sangat bisa merasakannya tadi. Namun, tidak untuk yang selanjutnya karena Gita segera mengultimatum kalau yang berikutnya harus lebih baik lagi. Dan Abdi berjanji akan mencari tahu, dan bahkan berkata akan meminta pendapat teman-temannya yang lebih berpengalaman. Saat itu juga Gita langsung memukul kepalanya dengan bantal. "Jangan malu-maluin Mas... cari dari buku atau internet aja." Abdi malah tertawa dan mengecupi seluruh wajah Gita.
"Mas..."
"Hmm."
"Mau kemana?"
Abdi mengusap sedikit gel ke rambutnya, lalu menatap sang istri. "Ada rapat komite Rumah Sakit, mungkin dua sampai tiga jam-an. Mau nyusul nggak, makan siang bareng? Mbak Isah hari ini izin nggak datang, ada acara keluarga katanya." Abdi merangkak naik ke atas kasur mendekat ke istrinya. "Bau, mandi sana!" ucap Abdi dengan kekehan mengacak rambut istrinya.
"Nyebelin!" Gita menarik selembar selimutnya dan merangkak turun menuju kamar mandi.
Gita yang meraih handle pintu menoleh. "Jangan pergi sebelum Gita siap mandi, ya."
Abdi mengendikkan bahu membuat Gita langsung memanyunkan bibir. Abdi langsung keluar kamar menuju ruang bacanya sembari mempersiapkan keperluan rapatnya.
Dua puluh menit berselang, Gita keluar dari kamar mandi, tak ada sosok suaminya disana. Ia lantas menuju walk in closet dan memilih setelan baju yang kiranya pas untuk dipakai pergi keluar, sejak resmi menikah ia merasa memiliki kewajiban untuk menyeimbangkan gaya berbusananya dengan profesi suaminya yang seorang Dokter itu.
Selesai berpakaian Gita keluar kamar dan dering suara ponselnya langsung mengalihkan perhatian. Gita mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas, melihat nama kontak yang tertera Papa, ia langsung meletakkan kembali ponselnya. Memperhatikan dalam diam hingga panggilan berakhir. Selalu begini, hal apapun yang berhubungan dengan Papanya selalu sukses membuat moodnya ambruk.
Gita berjengit kaget saat pintu terbuka.
"Masih lama nggak, Sayang."
Gita tak menjawab pikirannya sedang tak disana.
"Kalau nggak kamu nyusul aja ya."
Gita menggangguk.
"Kenapa?" tanya Abdi yang langsung dijawab gelengan oleh Gita. Gita lalu tersenyum manis, berjinjit untuk menjangkau wajah Abdi lalu mengecup kedua pipinya.
"Gita juga nggak bilang mau tunggu di Rumah Sakit kan? Gita cuma mau lihat Mas sebelum pergi, ganteng banget pakai jas gini."
Abdi menarik sebelah alisnya. "Oh ya... terus kenapa ini pakai baju kayak gini."
Gita terdiam sebentar, lalu berkata. "Mau ke rumah Tante Win kok, sekalian ambil mobil."
Tatapan Abdi mengejek seolah tak percaya. "Ya udah, Mas pergi ya. Nanti ke Rumah Sakitnya jangan bawa mobil, naik taksi aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong Choice [TERBIT]
General FictionMereka tidak menjalani sebuah keterpaksaan. Mereka hanya jiwa-jiwa lelah. Cukup dengan kesepakatan kecil maka jalinan sebagai pasangan sah pun menaut. Sekuel Revenge