Gadis dengan rambut sebahunya itu tersenyum saat melihat adik lelaki satu-satunya yang tengah sibuk dengan gitar elektriknya. Bahkan adiknya itu tidak menyadari keberadaannya saat ini.
Sudah hampir lima menit ia berdiri diambang pintu kamar adiknya, memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh keluarga yang tinggal tersisa satu-satunya itu.
Dia (Namakamu), gadis berperawakan sedang, rambut coklat sebahu, memiliki paras cantik turunan ibunya. Umurnya baru menginjak 20 tahun bulan lalu.
Tiga tahun terakhir dalam hidupnya ia habiskan bersama adik lelakinya yang masih berumur 17 tahun di apartemen kecil dikawasan jakarta timur.
Dua tahun ia jalani tanpa senyuman terukir dibibir tipisnya. Begitupun dengan Iqbaal, adiknya. Disaat umurnya masih 17 tahun ia mati-matian kerja part time demi melanjutkan sekolah dan membiayai Iqbaal juga yang saat itu masih berumur 14 tahun.
Namun, ia bersyukur setahun terakhir ini Iqbaal bisa menampilkan senyumnya yang sudah lama hilang setelah kejadian itu.
"Baal sarapan dulu, ayo." (Namakamu) menepuk bahu adiknya itu pelan, kakinya sudah pegal berdiri dari tadi diambang pintu. Adiknya itu memang suka lupa segalanya kalau sudah memegang gitar.
Iqbaal menengok, senyumnya terukir saat mendapati sang kakak berdiri disampingnya. Lantas ia segera menaruh gitarnya diatas kasur kemudian merangkul pundak (Namakamu).
"Kajja." Ucap Iqbaal dengan semangat menggunakan bahasa Korea yang jika diartika berarti ayo pergi. Entahlah akhir-akhir ini Iqbaal suka menonton drama korea, itu tertular dari (Namakamu).
(Namakamu) terkekeh, tangannya lalu terulur memeluk pinggang Iqbaal. Berjalan beriringan menuju meja makan. (Namakamu) mendongak menatap Iqbaal yang tingginya sekarang sudah jauh beda dengannya. Perasaan beberapa tahun lalu tinggi (Namakamu) dan Iqbaal hampir sama, tapi sekarang bahkan (Namakamu) hanya sampai pada dagu adiknya itu.
"Baal, pengen movie marathon lagi." Ujarnya.
"Ayo dah, emang kakak punya drama baru?" Tanya Iqbaal dengan nada antusiasnya.
(Namakamu) menggeleng dengan bibir yang mengerucut. Membuat Iqbaal gemas melihatnya.
"Yaudah nanti kita beli DVDnya aja, nanti kalok nge-download suka lama." Kata Iqbaal yang langsung mendapat anggukan dari (Namakamu).
"Maaf ya, kakak cuma bisa masak ini, lagi." (Namakamu) menatap Iqbaal prihatin, masalahnya sudah seminggu lebih ia dan Iqbaal hanya memakan nasi putih dengan lauk telur ceplok dan tempe.
Iqbaal tersenyum, menggeleng pelan pertanda tidak masalah jika harus memakan makanan ini lagi. "Gak masalah, yang penting makannya sama kakak terus. Iqbaal gak merasa bosan." Ujarnya menenangkan hati (Namakamu).
(Namakamu) tersenyum getir, tangannya meraih lengan Iqbaal lalu mendudukkan adiknya itu pada kursi. Selanjutnya, ia mulai mengambilkan Iqbaal nasi serta lauk pauk sederhana masakannya. "Makan yang banyak biar cepet gede." Kekeh (Namakamu).
"Apasih, kak. Bahkan sekarang Iqbaal lebih tinggi dari kakak." Dengus Iqbaal.
"Iya dah yang sekarang lebih tinggi, Baal, nanti kayaknya kakak pulang agak malaman dikit sekitar jam 9 gitu."
Iqbaal menangguk, ia tahu kakaknya mempunyai empat pekerjaan part time sekaligus gunan membiyai hidup mereka dan sekolah Iqbaal. (Namakamu)? Gadis itu hanya tamat SMA saja tidak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
"Nanti Iqbaal jemput." Kata Iqbaal.
☆☆☆Seperti biasa, Iqbaal akan berangkat sekolah lebih pagi dari teman-temannya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sister Complex Ft. Iqbaal Ramadhan✔
Fanfiction[Completed] "Kak (Namakamu) aku cinta sama kakak." - Iqbaal. "Hah? Baal, kita ini kakak-adik lho." - (Namakamu). (Gak tau juga ya) ©Juni, 2017