Sembilan

2.6K 327 31
                                    


Suara nyaring jangkring begitu terdengar keras malam ini, angin berhembus cukup kencang dan sedikit menusuk kulit. Untung saja Iqbaal mengenakan hoodie saat ini.

Pandangannya lurus ke depan menatap air yang terlihat gelap karena pencahayaan minim, hanya menerima pencahayaan dari sang bulan yang jauh di atas sana.

Pikirannya melayang pada kejadian tadi, melihat (Namakamu) begitu dekatnya dengan Aldi membuat hatinya sakit. Haruskah ia segera mengungkapkan perasaanya pada (Namakamu).

Jujur saja ia sangat ingin melakukan hal itu, namun ia belum mempunyai keberanian yang cukup. Ia juga takut akan kemungkinan yang dapat merusak hubungan kekeluargaannya dengan (Namakamu).

Satu sisi Iqbaal yakin, (Namakamu) akan menerima cintanya mengingat selama ini hanya Iqbaal, pria yang dekat dengannya. Setahu Iqbaal, (Namakamu) juga tidak pernah menerima lamaran yang datang pada gadis itu.

Sisi lain, Iqbaal takut merusak hubungan yang sudah terbangun sejak lama antara dirinya dan (Namakamu).

Iqbaal meremas dadanya seolah dengan melakukan hal itu rasa sesak di dadanya menghilang, namun nihil rasa itu tetap ada malah semakin terasa.

"Kenapa?"

"Kenapa?"

"Kenapa sesulit ini?"

"Kenapa sesakit ini?"

"Iqbaal gak bisa liat kakak sedekat itu sama lelaki lain."

"Argh!"

Iqbaal berteriak sembari melemparkan batu kearah air danau yang tenang. Meluapkan emosinya.

"Baal,"

Suara itu, suara yang kadang membuatnya seperti orang gila karena merindukang pemilik suara itu.

Iqbaal ingat saat ia mengikuti study tour ke daerah pedalaman untuk mempelajari pola hidup masyarakat disana dimana tidak ada signal sama sekali, mendengar partner kelompoknya berbicara ia kira suara kakaknya, (Namakamu), saking rindunya.

Iqbaal diam tak berniat sedikitpun menanggapi sapaan (Namakamu) bahkan pandangannya tetap lurus tidak melirik sedikitpun.

"Iqbaal,"

(Namakamu) menghela nafas beratnya, lagi-lagi saapaanya dikacangi oleh Iqbaal.

"Baal, nengok napa sih."

Iqbaal masih diam.

(Namakamu) berdecak kesal karena sikap Iqbaal.

Puk.

Ditepuknya pelan bahu sebelah kiri Iqbaal tapi tetap saja tak ada respon apapun.

Kalau sudah begini (Namakamu) bingung harus melakukan apa. Walaupun sudah lama hidup bersama tetap saja ada sikap dan perilaku Iqbaal yang tidak bisa dibaca oleh (Namakamu). Seperti saat ini.

(Namakamu) berjongkok, menyembunyikan wajahnya pada lipatan tangannya yang bertumpu pada lututnya. Dadanya sesak, matanya terasa perih, pelupuk matanya pun sudah dibanjiri air mata yang siap melucur kapan saja.

Persekian detik kemudian suara tangisnya pecah. Membuat Iqbaal langsung menoleh.

Iqbaal yang melihat (namakamu) berjongkok dengan suara tangis menggelegar seketika gelagapan. Untung saja tempat ini sepi jika malam hari.

"E—eh, kak kok nangis?" Iqbaal ikut berjongkok menyentuh bahu (Namakamu) dengan ragu-ragu.

(Namakamu) mendongak memperlihatkan pelupuk matanya yang sembab dan hidung yang memerah.

Sister Complex Ft. Iqbaal Ramadhan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang