Dua

5K 453 32
                                    

Iqbaal berdiam diri di bangkunya yang terletak di barisan kedua paling belakang. Melipat tangannya lalu dijadikan sebagai bantalan. Ini sudah jam istirahat, namun ia tidak berniat sama sekali untuk pergi ke kantin maupun ke perpustakaan seperti biasanya.

"Bro."

Iqbaal mendongak saat mendengar suara bass yang sangat dekat dengannya. Mengernyit saat melihat pria dengan seragam yang sama dan menggunakan bandana merah dikepalanya.

"Lo bicara sama gue?" Tanya Iqbaal.

Pria itu terkekeh. "Iya lah, lagian sekarang cuma gue sama lo yang ada di kelas."

Iqbaal mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas. Benar, hanya mereka berdua saat ini. "Ada apa?"

Pria itu duduk di bangku hadapan Iqbaal. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Iqbaal. "Gue Ray Prasetya, panggil aja Ray. Gue seangkatan sama lo, lebih tepatnya kelas 12 B. Gue punya band, dan gue mau lo gabung di band gue itu. Karena, kemarin gue liat permainan gitar lo keren banget. Tsades pokoknya."

Iqbaal cengo mendengar perkataan panjang lebar Ray, dengan ragu ia menjabat tangan pria cerewet itu. "Gue Iqbaal. Dan gue gak tertarik sama sekali gabung sama band lo." Ucapnya singkat, padat dan jelas.

Lantas Iqbaal berdiri dari duduknya hendak keluar kelas meninggalkan Ray, namun langsung saja Ray menghadangnya, merentangkan kedua tanganya di depan Iqbaal.

"Ayolah, gabung sama band gue. Gue tau lo hobi banget kan main gitar." Ray memasang tampang memelasnya siapa tahu Iqbaal luluh melihatnya.

"Gak." Iqbaal menyingkirkan tangan Ray, berjalan melewati pria itu.

"Lo kalok gabung bisa dapat penghasilan sendiri. Bisa bantu-bantu biaya buat keluarga lo!" Teriak Ray.

Iqbaal menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan Ray. Mencerna dan menelaahnya, jika ia mempunyai penghasilan sendiri Iqbaal tidak peru lagi membebani kakaknya. Itu bisa mengurangi beban yang ditanggung (Namakamu) nantinya.

"Nanti gue fikir-fikir dulu." Ucap Iqbaal sebelum akhirnya ia benar-benar keluar kelas menjauhi Ray.

***

(Namakamu) mengelap peluh yang menetes dari pelipisnya dengan punggung tangannya. Lalu kembali mengatur barang-barang yang baru datang itu pada rak-rak yang sudah tersedia di Mini market tempatnya bekerja.

"Capek banget." Keluh (Namakamu) sembari sedikit men-stretching tubuhnya. Ia lalu memundurkan langkahnya sedikit menjauh dari rak barang yang ia tata tadi. Untuk melihat sudah rapi dan pas atau belum tatanannya. Tapi,

Bruk.

Brak.

(Namakamu) memejamkan matanya, merutuki kecerobohannya. Punggungnya terasa menabrang punggung lebar seseorang dan sepertinya barang bawaan seseorang itu jatuh berantakan mengingat suara yang ditimbulkannya cukup gaduh tadi.

(Namakamu) memberanikan dirinya berbalik badan menghadap orang yang ia tabrak tadi. "Aduh, maaf ya mas, pak, buk, adek siapapun itu." Guman (Namakamu) dengan kedua telapak tangannya ia satukan. Ia langsung menunduk membantu orang itu memungut kembali barangnya yang terjatuh.

"Ya, gak apa-apa. Lain kali hati-hati." Suara bariton itu menusuk ke gendang telinga (Namakamu). Gadis itu pun menengok ke arah sumber suara. Matanya terbelak, mulutnya sedikit terbuka saat melihat sosok tampan dihadapannya saat ini.

"Se—sekali lagi maaf ya, mas."

"Iya gak papa," Pria itu tersenyum lembut kearah (Namakamu). Ia mengernyit bingung saat melihat pipi gadis didepannya itu tiba-tiba memerah. "Eh, kok pipinya merah gitu? Lagi sakit? Duh perasaan cuacanya gak panas-panas banget. Ac-nya nyala kan?"

Sister Complex Ft. Iqbaal Ramadhan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang