Empatbelas

2.4K 275 28
                                    


Iqbaal memasuki toko tersebut, matanya langsung mengedar mencari benda yang kemarin dilihatnya itu.

"Mbak, boleh saya lihat yang ini?" Iqbaal menunjuk box hitam satu-satunya yang terletak di antara box dengan warna merah dan juga biru yang tertata rapi dalam etalase.

"Mbak, boleh saya lihat yang ini?" Iqbaal menunjuk box hitam satu-satunya yang terletak di antara box dengan warna merah dan juga biru yang tertata rapi dalam etalase

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum Iqbaal merekah saat box itu sudah berpindah ke tangannya. Ia menatap lekat benda kecil berkilauan itu dengan seksama. Modelnya sederhana memang, tapi ia yakin jika (Namakamu) yang mengenakannya akan terlihat bagus, sangat bagus malah.

"Saya ambil ini, mbak." Tanpa pikir panjang Iqbaal segera membayar cincin bertahtakan berlian tersebut yang akan diberikan pada (Namakamu).

Tekatnya sudah bulat, ia pun sudah memikirkan secara matang-matang bagaimana dan dimana tempatnya untuk menyatakan perasaanya pada (Namakamu).

Dirinya sudah jengah melihat Aldi yang semakin dekat dengan gadisnya itu.

Wait, gadisnya?

Bolehkah Iqbaal egois dalam hal ini? Tolonglah, selama beberapa tahun ia hanya tinggal berdua dengan (Namakamu) sepeninggal ayah dan ibunya. Hanya gadis itulah tempatnya bersandar, tak ada yang lain. Dan ia hanya ingin mempertahankan apa yang sudah ia miliki selama ini. Tidak mau jika miliknya itu diambil oleh orang lain.

Iqbaal keluar dari toko perhiasan tersebut. Berjalan di terotar sembari bersenandung kecil. Senyum terus menghiasi wajah tampannya.

"Gian, kamu ngapain malam-malam begini keluar rumah?!"

Iqbaal terdiam saat mendengar bentakan seseorang yang suaranya sangat pamiliar diindra pendengaran Iqbaal. Iqbaal memicingkan matanya menatap lamat-lamat dua objek yang berada cukup jauh di depan sana. Keras sekali bentakan itu sehingga dapat terdengar oleh Iqbaal.

Iqbaal mengernyit saat melihat seorang pria yang sangat dikenalinya berdiri dihadapan anak kecil yang mungkin masih berusia tujuh atau delapan tahun. Iqbaal melangkahkan kakinya mendekati mereka berdua.

"Aku laper kak, di rumah bibi gak ada makanan. Aku dapat uang dari upah ngebantu tetangga. Jadi aku beliin mi instan." Anak kecil itu mengangkat kantung kresek yang berisi tiga bungkus mi instan memperlihatkannya pada sang kakak.

"Gian, ini tuh jalan raya, bahaya! Dan kamu malah berani banget nyebrang sendiri, tadi tuh nyaris aja kamu diserempet orang tau gak?!"

Anak kecil yang diketahui bernama Gian itu menunduk saat suara kakaknya kembali naik satu oktav.

"Abi lo apa-apaan sih ngebentak anak kecil gitu!"

Abi membelakkan matanya kaget saat mendapati Iqbaal yang tiba-tiba sudah berdiri disamping anak kecil bernama Gian itu.

"I-iqbaal."

"Iya, lo kenapa bentak dia kayak tadi kasihan tau," Iqbaal berjongkok di depan Gian menyamakan tingginya dengan anak itu. "Kamu gak apa-apa, dek?"

Sister Complex Ft. Iqbaal Ramadhan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang