APPLE KISS(2) by Tiara

19 3 0
                                    

Gadis itu tertawa kecil di balik selimut. Dalam otaknya banyak klise yang muncul saat ia bersama lelaki itu tadi. Dia bahkan bertanya-tanya apa memang Winwin sepolos yang ia lihat pada wajah lelaki itu? Dia menepisnya sendiri lalu mengatakan bahwa Wiwin itu bodoh.
Matanya tetap terjaga dalam gelapnya malam. Senyumnya tetap mengembang dalam kesunyian mendalamnya. Sering kali kedua tangannya menahan suara tawa kecilnya sendiri. Mata sipitnya terus melekung ikut tersenyum bersamaan dengan mulut mungilnya.
Kebahagiaan terus membayanginya malam ini. Hanya karena lelaki yang sangat menyukai apel itu. Lelaki itu membuat dunianya yang kelam berubah menjadi sehangat mentari pagi yang selalu ia nantikan.
Suara pecahan botol membuatnya sedikit tersentak.
Ia melirik jam moomin pemberian mendiang ibunya. Pukul 11 malam. Ya,ia selalu melupakan waktu saat lelaki itu membayangi pikirannya. Tapi,ia harus terbangun dan bersiap-siap.
Harus ada yang membereskan pecahan botol yang selalu ada setiap sabtu malam pukul 11 malam. Harus ada goresan luka pada tangannya yang kasar. Ia bahkan sudah tidak merasakan betapa sakitnya goresan itu,bahkan ia tidak menyakiti dirinya sendiri dengan memikirkan siapa orang yang selalu memecahkan botol anggur kosong itu.
Ia sudah lupa. Dan tidak akan mau mengingat orang yang pernah dipanggilnya Ayah itu.
***
Seminggu berlalu.
Dia memang tak pernah menganggap hidupnya membosankan. Tapi hidupnya serasa tanpa tujuan. Semua yang ingin ia sayang,menjauhkan diri dari Yeonseul.
Keputusan yang bodoh memang,mengatakan bahwa keluarga angkatnya mengharapkan dirinya untuk berada di sisi mereka. Seberapa kerasnya ia memohon untuk tinggal di sana pada pengasuhnya,bahkan meneteskan air mata yang bahkan tak pernah ia lakukan. Satu anggukan membuatnya memimpikan hal yang indah,bagaimana ia akan memiliki saudara baru yang akan bermain dengannya.
Bukan disini,setiap hari melihat setiap anak pergi dengan senyum lebar,melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal dengan sukacita. Sambil menggandeng sepasang orang yang mengharapkan buah hati sepanjang waktu.
Park Yeonseul yang tumbuh menjadi gadis cantik,pandai dan kuat.
Tentu banyak yang mengajaknya pergi dari panti asuhan,tapi ia bersikeras menunggu seseorang. Seseorang yang selalu memberi boneka Putri Salju di setiap musim dingin. Yeonseul merasa sangat beruntung dibanding anak-anak yang lain. Di kamarnya penuh berbagai boneka dan aksesoris pemberian orang yang ia sayang.
Pada akhirnya,ia merasa iri pada anak-anak yang lain. Setidaknya,mereka tidak merasakan apa itu kebohongan.
Saat ia tersenyum di depan rumah yang menurutnya akan menjadi istana yang akan menjadi peristirahatan hingga akhir hayatnya,ia disambut dengan kesunyian. Tiga orang yang berdiri di depannya,membuat senyumnya hilang seketika. Terlebih laki-laki yang sudah berumur setengah abad yang sangat Yeonseul sayangi. Laki-laki yang bahkan selalu ia ingat kapan ulang tahunnya.
Matanya yang berkantung hitam,menatap tajam ke arahnya. Yeonseul menahan semua air mata yang hampir meluncur keluar,tangannya menggenggam erat dan sedikit bergetar. Sejak hari itu,senyuman serasa menghilang dari mulut mungilnya.
Di pagi hari yang gelap,Yeonseul melangkahkan kakinya keluar.
Sudah bertahun-tahun ia menyebut tempat ini rumahnya. Tapi,hari ini ia ingin pergi menjauh dan mencoba melupakan setiap ingatan menyakitkan yang tercipta saat langkah pertamanya di sini.
Pohon yang menyisakan sedikit daun itu sudah berhiaskan salju putih. Pohon apel itu satu-satunya tujuannya melangkah keluar. Yeonseul memandangi pohon itu dengan sedikit tersenyum. Ia menyentuh batang coklat yang lembap itu.
Ia tidak pernah menyangka,pohon yang tidak jauh lebih tinggi darinya itu menciptakan berbagai momen indah yang selalu membuatnya tersipu. Yeonseul menyandarkan dirinya lalu memandangi apel terakhir yang ia petik dari pohon itu sedetik yang lalu. Apel terakhir yang bisa ia gapai dengan tangannya.
Spontan kedua mata manik-maniknya menatap lurus ke arah jalanan. Sibuk mencari sosok laki-laki yang selalu datang saat ia merasa takut dan sedih. Tapi,hanya dedaunan basah yang menghiasi trotoar yang bisa ia lihat. Harapan terus mendorongnya tetap duduk bersama angin dingin yang bertambah kencang.
Ia bertanya pada hati kecilnya,apa yang membuatnya menunggu di bawah pohon ini? Perasaan asing yang pertama kali ia rasakan membuatnya sedikit cemas. Sering kali detak jantungnya tak menuruti apa yang ia inginkan saat nama itu melintas di pikirannya.
Yeonseul merindukannya dalam diam.
Tubuhnya menggigil. Entah berapa lama ia menunggu,tapi laki-laki itu tidak memanggil namanya seperti sebelumnya. Laki-laki itu tidak muncul dan membuat Yeonseul sedikit takut. Jujur saja,matanya lelah menelusuri jalan setapak yang selalu laki-laki itu lewati.
Akhirnya ia menyerah.
Ia berdiri sambil melenyapkan semua harapan yang selalu muncul. Ia berjalan mundur dan masih berharap lelaki itu berlari ke arahnya sambil tersenyum dengan senyumannya yang manis. Tapi akhirnya Yeonseul menyadari sesuatu.
Harapannya terlalu berlebihan. Mungkin hari ini,ia harus meringkuk dalam kamarnya. Lalu memimpikan hal-hal yang indah saat ia memejamkan matanya. Kembali berteman dengan sepi tidaklah berat. Tapi,itu sebelum laki-laki itu datang.
“Yeonseul-ah!”
Ia tertegun.
Apa sekarang ia sedang bermimpi? Apakah semuanya sudah berubah? Apa sekarang bukan musim salju lagi? Senyuman hangat yang berada di depannya ikut membuatnya tersenyum. Untuk pertama kalinya.
“Duduklah disini…”
Perempuan muda itu merangkulnya dan mendudukkannya pada meja makan di ruang makan yang nyaris tak pernah ia datangi. Perempuan muda yang 4 tahun lebih muda itu tersenyum hangat padanya. Bahkan Yeonseul hampir menitikkan air matanya. Inikah rasanya merasakan kehangatan keluarga? Bahkan Yeonseul sudah lupa bagaimana rasanya.
Adik angkatnya,ibu angkatnya duduk di dekatnya sambil memotongkannya sebuah kue coklat yang hangat. Seperti mimpi indah,mereka menyuapkannya ke mulut Yeonseul.
Mulut mungilnya tidak bisa mengutarakan betapa bahagianya dirinya. Dia bahkan memegang dadanya yang seperti akan meledak. Perkataan lembut mereka membuatnya lupa akan semua.
Ia memejamkan mata sambil tersenyum bahagia. Dadanya berdegup kencang. Tapi,matanya tak bisa kembali terbuka.
***
Langkahnya terus ia percepat,bunyi sepatunya memecahkan sepi di jalanan setapak itu. Sambil membenarkan topi hitamnya,Winwin berlari menembus dingin sambil menggigit bibir bawahnya yang mengering.
Gadis itu pasti kedinginan lagi.
Pikiran itu terus membayangi Winwin. Perasaan tidak menyenangkan menggodanya terus menerus. Kesibukannya membuatnya lupa akan gadis itu. Gadis yang selalu memberinya apel yang sangat ia sukai.
Halaman rumah bertingkat itu kosong. Di depan pintu pun,gadis itu tidak menampakkan sosoknya. Degup jantung Winwin semakin tidak karuan. Bahkan Winwin terus memukuli dadanya sendiri berulang kali. Ia berlari mendekat.
Sepatu coklat bertali putih itu tergeletak di dekat pot bunga. Sepatu yang selalu Yeonseul kenakan. Ya,Winwin sangat hafal. Winwin terus mendekat dengan perasaan cemasnya yang hampir membuatnya sesak. Kecemasannya terus bertambah saat ia menemukan jaket putih gadis itu tergeletak di tanah.
“Itu..k..au kan?”
Suara lemah yang sangat familiar itu membuat Winwin terduduk lemas.
Gadis itu terkapar lemah di dekapannya. Kulit gadis itu pucat. Hampir sepucat mayat. Winwin terus memanggil nama gadis itu sambil menahan air matanya.
Apa dia gadis yang selalu ia pandangi? Apa dia gadis yang terus tersenyum hangat?
Bibir gadis itu tertutup rapat. Tapi terus berusaha untuk menyunggingkan sebuah senyum disaat detik-detik menyedihkannya. Winwin merasakan getaran hebat dalam tubuhnya. Perasaan cemas dan takut berlomba-lomba untuk menghancurkan hatinya.
Lebam. Goresan kecil yang menghiasi wajah mungil gadis itu. Rintihan kecil yang terus gadis itu redam. Semuanya membuat Winwin menangis.
“Aku tau pangeran akan datang untuk menyelamatkanku. Kau pangeranku kan?”
Suara Yeonseul nyaris tak terdengar. Bibir mungilnya tidak terbuka lebar seperti biasa. Di ujung ujung bibirnya,goresan itu membuatnya merasakan perih yang menyakitkan. Winwin menyelimuti gadis itu dengan jaket hijaunya. Gadis itu masih memejamkan mata,nafasnya lemah sekali,bahkan tangannya sedingin salju yang turun sedetik yang lalu.
Di rambut gadis itu bertabur sedikit salju putih. Gadis itu memang merasakan dingin yang membuatnya menggigil. Tapi berkat dekapan Winwin,semuanya terasa hangat. Hatinya yang sangat terluka sedikit terobati. Yeonseul merasakan kedamaian meski ia bisa mendengar suara tangis Winwin yang seperti anak kecil.
Yeonseul bersumpah pada dirinya sendiri dan pada ibunya yang sudah pergi ke surga,bahwa ia akan menjadi gadis yang tegar. Ia akan menjadi gadis yang mempunyai hati sekeras baja namun sehangat matahari di musim semi.
Yeonseul akan melupakan rasa sakit ini,ia akan melupakan apa yang terjadi. Pesan terakhir dari ibunya,Yeonseul tidak boleh menyimpan dendam. Karena dendam akan membuatnya terpuruk dan akan membuatnya tenggelam dalam kubangan hitam yang tidaklah berujung.
“Maaf aku tidak bisa menjadi pangeranmu yang akan membawamu ke istana dan membuatmu hidup bahagia selamanya,Park Yeonseul.”
Perkataan Winwin membuatnya tertawa kecil. Dengan sekuat tenaga ia menggenggam apel yang sudah tercetak huruf W disana. Dia memberikannya pada Winwin yang terus menangis.
Yeonseul tersenyum hangat meski bibirnya perih. Seperti melayang di udara,dia merasakan sebuah beban melayang dari tubuhnya. Dia merasakan perasaan bebas yang menghampirinya. Perlahan tapi pasti,pandangannya menjadi gelap. Menenggelamkan sosok Winwin yang terus memanggil namanya.
Aku menyukaimu…

***
“Park Yeonseul…”
“Park Yeonseul…”
Suara lembut itu terus terngiang. Setiap detik yang terus berjalan,suara itu mulai terdengar jelas.
“Maaf sudah mengizinkanmu untuk pergi ke tempat jahanam itu! Maafkan aku Yeonseul-ah,aku seharusnya tidak mendengarkan permintaanmu…”
Perempuan berumur setengah abad yang selalu menjadi pengasuhnya itu menangis terisak-isak di sampingnya. Yeonseul mengusap kulit tangan pengasuhnya yang sudah mengerut karena termakan waktu.
Kertas hijau di dekat tangan kirinya menarik perhatiannya.

Putri saljuku yang selalu menghangatkan hariku,
Aku bersyukur bertemu denganmu. Senyum hangatmu membuatku nyaman. Aku tidak tau,tapi kurasa aku menyukaimu.
Aku tau apple kiss yang aku lakukan saat itu sangat bodoh. Tapi,aku baru menyadarinya sekarang. AH,benar-benar!
Apel yang kau cium saat itu sudah layu dan membusuk. Tapi aku tetap menyimpannya,dan selalu memandanginya sebelum tidur.
Di suatu hari yang indah,aku akan menjadi pangeranmu,
Menciummu untuk pertama kalinya dan membawamu ke istana kecil milikku.
Perasaanku yang tulus,apa kau mau menerimanya? Aku tidak seperti orang yang kau ceritakan saat itu Park Yeonseul!

***
Di usianya yang sudah dewasa,Yeonseul yang tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar. Ia menemukan bakat dalam dirinya berkat bantuan teman-teman di panti asuhan terutama dari pengasuhnya. Dia tidak lagi berteman dengan kesepian. Dia tidak lagi mengenal kesedihan. Tapi dia selalu memendam sebuah harapan.
Ia selalu menunggu seseorang. Meskipun ia ragu,apakah dia akan datang.
Yeonseul menyibak rambut hitamnya. Lalu merapatkan jaket abu-abu yang ia beli dengan hasil jerih payahnya sendiri. Sekarang,ia tidak lagi merasakan dingin, karena ia telah hidup berkecukupan. Semuanya hampir sempurna seperti angan-angannya dahulu.
“Apa kau mengingatku? Aku pangeranmu,Park Yeonseul.”
Yeonseul bahkan tidak meninggalkan sepatu kaca seperti Cinderella,bagaimana laki-laki itu menemukan dirinya? Tidak ada kata-kata yang sanggup menggambarkan kebahagiaannya detik ini juga. Di dalam hatinya,ia masih percaya bahwa pangeran akan menemukannya seperti cerita dongeng kesukaannya,Putri Salju.


Di suatu hari yang indah,aku akan menjadi pangeranmu,
Menciummu untuk pertama kalinya dan membawamu ke istana kecil milikku.


Mimpinya terwujud dengan sempurna.
The End.

####

Gimana? Vomentnya ditunggu!

Author Crushnight_22

AUTHOR KENA KIBUL || NCT Fanfic PROJECT #GSNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang