[A]

847 94 5
                                    

A for Always Coming Back

.

.

.

.

Veranda kecil bersandar di dinding kelas Naomi. Memasukan kedua tangannya pada kantong rok sekolah. Menunggu Naomi untuk pulang bersama-dengan supir Naomi. Tidak di jemput oleh supir masing-masing lagi. Karena sudah menjadi kebiasaan keduanya untuk pulang bersama sejak tiga bulan yang lalu, lebih tepatnya sejak kejadian yang menimpa Naomi.

Veranda tersenyum miris mengingat kejadian yang bisa di bilang tidak ada menyenangkannya sama sekali. Perlu di ketahui, bahkan sampai saat ini gadis kecil itu masih merasa bersalah.

Andaikan saja saat itu Veranda tidak membuat janji terlebih dulu dengan teman sekelasnya, mungkin Naomi tidak harus menunggu jemputan sendirian-sialnya saat itu supir Naomi belum datang.

Andaikan saja saat itu Veranda menemani Naomi menunggu jemputan, maka pasti Naomi tidak akan pernah di ganggu murid nakal.

Dan ... Andaikan saja saat itu Veranda lebih memilih pulang bersama Naomi, bukan malah pergi bermain. Mungkin Veranda tidak akan melihat Naomi di bully.

Beruntung ketika itu ada seseorang yang melihat Naomi tengah di bully dan memberitahukan Veranda yang masih ada di kelasnya. Jika, Veranda telat sedikit saja mungkin saat itu Naomi sudah terluka karena di dorong keras oleh salah seorang lelaki nakal yang memalak Naomi.

Beruntung bagi Naomi. Veranda datang tepat waktu saat sedikit lagi kepala Naomi hampir menyentuh bagian undakkan tangga. Tangga belakang gedung yang biasa di gunakan untuk menuju taman sekolaj.

Alhasil, yang terbentur adalah punggung Veranda.

Andaikan tetap saja andaikan, sebuah kata penuh pengharapan dan penyesalan akan sesuatu yang sudah terjadi dan berharap bisa terulang kembali.

Veranda menghela nafasnya jika mengingat kejadian itu.

Andaikan saja ...

Naomi memang tidak menyalahkan Veranda sama sekali. Gadis kecil itu malah sangat khawatir dengan punggung Veranda yang terbentur tangga. Bahkan Naomi sampai menangis lama melihat keadaan Veranda yang pingsan saat itu.

Setelah kejadian itu, Veranda di rawat di rumah saki. Naomi, gadis kecil itu bahkan bersikeras menemani Veranda sampai sembuh dan harus izin tidak masuk sekolah.

Kelakuan kedua gadis kecil itu tentu tak luput dari perhatian kedua orang tua mereka. Membuat Daddy Sakti, Mommy Viny, Bunda Melody dan Ayah Dyo menggelengkan kepala mereka dan terkikik geli melihat kelakuan sepasang gadis kecil itu, yang masih sekolah dasar.

Veranda dan Naomi bertingkah layaknya sepasang remaja yang tengah berpacaran.

Sakti dan Dyo sampai tidak habis pikir. Dari mana mereka mendapat contoh berlaku seperti itu?

Sinetron? Drama? Anime?

Naomi kecil bahkan sudah seperti kekasih Veranda. Ada di saat Veranda siuman, menyuapi makanan gadis yang lebih tinggi dari Naomi itu, menemani Veranda seharian dengan polah tingkah Naomi yang menggemaskan, mengajak Veranda jalan-jalan ke taman karena Veranda mengeluh bosan.
Tentunya dengan sebuah kursi roda yang di naiki Veranda, kedua gadis kecil itu berkeliling rumah sakit di temani suster, dan juga Naomi memperhatikan kapan Veranda minum obat, dan saat malam tiba Naomi akan menemani Veranda tidur dengan saling berpelukan.

Naomi terus menemani Veranda sebelum Veranda keluar dari rumah sakit seminggu kemudian.

Entah Veranda harus merasa sedih atau ... Senang? Dengan adanya kejadian itu, membuat dirinya semakin dekat dengan si princess kesayangannya.

Suara berisik mengalihkah Vernda dari masa lalu. Kelas Naomi sudah bubar ternyata.

Tak lama Naomi keluar dari kelas dan tersenyum riang ketika melihat Veranda sudah menunggunya untuk pulang bersama.

"Jessie, udah lama?" tanya Naomi dan mulai melangkah di ikuti Veranda di sampingnya.

Veranda menggeleng. "Gak kok!"

"Oh ya, tadi pas istirahat ada apa? Kok kelasnya Shinta rusuh banget?" tanya Veranda. Tangan kirinya meraih tangan kanan Naomi untuk di genggam. Mendapat perlakuan seperti itu selalu membuat Naomi merasa aman jika di dekat Veranda.

"Umm ... Itu, tadi Yaba sama Chiko ribut. Pada tonjok-tonjokan, untung Bu Guru cepet dateng. Kalo enggak ...." ucapan Naomi terhenti, dia bergidik ngeri, tapi tidak dengan Veranda. Gadis kecil itu menghentikan langkahnya yang otomatis membuat langkah Naomi terhenti. Kedua tangan Veranda tiba-tiba mencengkram lembut bahu Naomi dan membuat Naomi menghadapnya.

"Kenap-"

"Kamu gak kenapa-napa 'kan?" tanya Veranda cemas, jelas gadis kecil itu khawatir.

Naomi bingung dengan sikap Veranda.

"Jessie, kenapa?"

"Bilang kamu gak kenapa-napa? Kata kamu tadi temen kamu ada yang ribut, terus-"

Ucapan Veranda terhenti kala mendapati Naomi menahan tawanya.

Sedetik kemudian Veranda menunduk malu, sadar akan sikap berlebihannya barusan. Mungkin gadis kecil itu masih terbawa suasana kenangan tadi. Jadi ketika Naomi bercerita tentang kerusuhan di kelasnya gadis kecil itu langsung panik, takut-takut kerusuhan itu berefek pada Naomi.

"Shinta?" rengek Veranda pada Naomi karena gadis kecil itu masih menahan tawanya, lalu terkekeh dan berakhir meledakkan tawanya membuat wajah Veranda yang merah berubah bak tomat busuk(?).

Siang itu, lorong sekolah menjadi terasa sangat panjang dan lama bagi Veranda karena Naomi tak hentinya menertawakan kepanikannya.

"Shintaaaa!!" rengek Veranda kesal pada Naomi yang dengan cerianya terus tertawa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Naomi tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Veranda yang sudah turun dari mobil, kemudian masuk ke dalam rumah.

Di mobil, Naomi menghela nafas lega.

"Syukurlah, tadi aku gak kelepasan ngomong sama Jessie kalo Yaba sama Chiko rusuh karena ributin aku ... HuftMi~ 😅😅"

[COLORS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang