[R]

255 25 6
                                    

"Boo, aku kesana, ya."

Gadis jangkung dengan suara yang sarat nada khawatir dan tersendat oleh nafas, terus mengalun sejak beberapa detik lalu.

Cemasnya Veranda dan Naomi yang sakit di sana.

"Uh-tidak usah, Jessie. K-kamu baru kembali dari Jepang kan. Istirahatlah."

Suara parau Naomi sangat kentara walau hanya melalui speaker ponsel.

Veranda menggigit bibir bawahnya gemas, "I'm afraid, Shinta. Hati dan pikiran ini tak akan pernah tenang jika mata ini belum menemukanmu dalam netra-nya."

.

.

.

.

.

Jogjakarta, Bandung, dan dini hari.

***

"Halo,"

"...."

"Maaf, mengganggu Kakak malam-malam begini."

"...."

"Ini mengenai Shinta, Kak Fries. Aku merasa.... Shinta lebih aman tinggal bersamaku."

"....."

"Kalau soal pekerjaan Shinta, aku akan mengurusnya, Kak."

"......"

"T-tidak akan. Aku mencintai Shinta, jadi aku akan menjaganya!"

"......"

"Percaya padaku, Kak."

"....."

"Aku hanya tidak ingin kejadian Shinta yang sakit dan tidak ada siapa-siapa di sampingnya, terulang kembali. Sedangkan Kakak ada di Surabaya, Mama dan Papa di Taiwan, dan Yona pun tidak tinggal di Bandung."

"....."

"Baiklah, Kak. Aku hanya ingin memberitahumu saja. Maaf sudah mengganggumu."

"....."

"Iya, Kak. Selamat malam juga."

Veranda menghembuskan nafas lega, setelah sebelumnya menahan nafas karena percakapan singkatnya dengan sang kakak dari kekasihnya,  Friesnan Antonio Prasetya.

.

.

.

.

.

.

"Hei, Veranda. Kamu tidak sedang berencana untuk memberikan aku keponakan kan sebelum kalian menikah!"

***

[COLORS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang