[H]

422 60 2
                                    

"Kamu tidak berpikir untuk melanjutkan study si sekolah itu 'kan?"

Veranda menarik ujung kanan bibirnya, "Menurut kamu?"

Dan Yona hanya bisa menghela nafas lelah, angkat tangan dengan si kepala batu macam Veranda.

"Aku tidak pernah mempermasalahkan semua keputusan yang kamu ambil, it's up to you, Veranda... Hanya saja, stop bertindak bodoh"

"Oh ayolah, Yona. Aku bahkan belum mendaftarkan diri di sekolah itu dan kamu sudah mengkhawatirkanku-"

"Bukan kamu, tapi Naomi."

Veranda mendengus, kenapa semua orang sangat memperhatikan manusia cantik itu.

"Yaya, aku ngerti" balas Veranda. Yona menganggukkan kepalanya, "Good,"

Veranda beranjak dari sofa karena langit sudah hampir mengantarkan senja pada peraduan malam.

"Sudah hampir malam. Kamu mau pulang sendiri atau aku yang antar?" tanya Veranda sembari membuka pintu, mempersilakan Yona untuk keluar ruangan terlebih dulu.

"Kurasa tidak. Aku mau mampir ke minimarket terlebih dulu, aku mau belanja bulanan"

Veranda mengangguk mengerti. "Yasudah. Kamu hati-hati ya"

"Kamu juga, Ve"

Mereka berdua pun berpisah di parkiran. Veranda dengan mobil putihnya dan Yona dengan mobil online yang dipesannya.

*

*

Yona mendengus malas.

Veranda dan tindakan bodohnya itu seperti pranko dan amplop saja.

Menempel dengan lekat.

"Shinta, aku minta maaf!"

Yona hanya bisa memperhatikan dari jauh Veranda yang terus mengikuti langkah Naomi disertai uucapan minta maaf dan Naomi tentu saja mengacuhkan dan mengabaikan Veranda. Seolah Veranda tak kasat mata.

"Orang bodoh itu.." desis Yona.

"Hey, mba!"

Seseorang menepuk pundak Yona dan tersenyum jenaka. Itu Kinal yang melakukannya.

Kinal mengikuti arah pandang Veranda dan seketika terkekeh.

"Kesel ya?"

Yona mengangguk. "Abis si bodoh itu melakukan hal bodoh lagi"

Kinal ikut duduk di samping Yona. "Kali ini apa yang Veranda perbuat?"

"Dia melakukan hal yang bagi Naomi itu sudah keterlaluan."

Kinal memandang seksama Yona yang bercerita antusias, gadisnya selalu terlihat menawan. Apalagi mata tajamnya itu.

Duh, gak salah pilih gue

"Kamu memang belum dengar beritanya? Bahkan, mungkin satu sekolah sudah tahu hal ini."

Kinal mengangkat bahunya, "Kamu kan tahu, sejak seminggu lalu aku ada di Jakarta dan baru pulang kemarin."

"Oh iya, kemarin aku langsung ke sekolah saat sampai. Aku juga mengirim chat untuk mengajak Naomi pulang bersama tapi tidak dibalas.."

"Begitu ya?"

"Hu'um"

"Kamu benar tidak tahu?"

Yona memastikan melalui tatapan matanya dan Kinal tentunya mengangguk lucu.

"Hahh.. Baiklah, akan aku ceritakan"

"Kamu tahukan Naomi itu primadona sekolah?"

Kinal mengangguk membenarkan.

"Dan tentunya Naomu memiliki banyak penggemar, mau itu laki-laki atau perempuan dan banyak juga yang terang-terangan mendekati Naomi. Salah satunya ketua osis kita, Baim"

Kinal diam saja, tak ingin menyelak gadisnya bercerita.

"Kamu tahu apa yang Veranda lakukan saat tahu bahwa Baim mendekati Naomi?!"

"Apa?" tanya Kinal, tangannya membenarkan poni Yona.

"Veranda yang bahkan baru beberapa hari bersekolah itu naik ke podium saat harusnya Baim naik untuk membuka acara festival sekolah dan Veranda terang-terangan mengancam Baim. Ruangan seketika riuh dan Naomi keluar dari ruang aula"

"Bukankah yang dilakukan Veranda itu kekanak-kanakan?" Yona terdengar kesal dan Kinal tersenyum.

"Sayang?"

"Iya,"

"Kamu tahu, kalau aku ada di posisi Veranda, mungkin aku juga akan melakukan hal itu bahkan mungkin lebih nekat."

"Tapi, tidak harus dengan mngancam seperti itu, Nal."

"Aku tahu,"

Kinal berdiri dan mengulurkan tangannya, "Apa?"

"Ayo, aku tunjukan sesuatu"

Kinal tersenyum jenaka mmebuat Yona ikut tersenyum, gadis lebih tua itu meraih tangan Kinal dan mengikuti langkah sang kekasih.

"Kamu lihat."

Kinal menunjuk dua orang yang sedang berpelukan.

Veranda dan Naomi.

"Terkadang kita harus bersikap egois untuk menjaga sesuatu yang menjadi milik kita, Sayang"

*

"Princess..."

"Shinta,"

"Sayangnya aku,"

"Pacarnya Veranda,"

Veranda terus saja memanggil Naomi tapi masih saja diabaikan.

Itu hukuman buat Veranda.

Veranda mengembungkan pipinya. "Kamu masih marah sama aku?"

Naomi memutar bola matanya malas.

"No,"

"Lalu kenapa kami diam saja aku panggil, Shinta..."

"........."

"Bae..."

Panggilan itu. Sudah lama sekali rasanya Naomi tidak mendengar panggilan Veranda padanya.

Sudah berapa tahun 'kah?

Naomi menghentikan aktivitas yang sedang dilakukannya yaitu makan, walaupun dia tidak terlalu lapar.

"Apa, Ve?" jawab Naomi di bawah nafasnya.

Veranda tersenyum karena Naomi akhirnya meresponnya.

"Baguslah. Aku kira kamu mau terus jadi bisu" ucap Veranda mengangguk-anggukan kepala dan mendapat pukulan di pundak oleh gadis lebih muda.

"Dasar menyebalkan!"

Ringisan Veranda dan Naomi yang kesal.

[COLORS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang