[Y]

413 59 2
                                    

1 years ago

*

*

*

Terkadang Veranda yang masih remaja selalu berharap bahwa akhir happy ending pada kisah dalam buku cerita yang selalu dibacanya dulu bisa terjadi padanya.

Pada 17 tahun kehidupannya.

Tapi apakah arti happy ending itu sebenarnya?

Apa seperti cinderella yang akhirnya menikah dengan pangeran dan hidup bahagia selamanya? Atau seperti Tinkle Bell yang dapat menyelesaikan masalah dan mendapatkan keinginannya?

Atau apa?

Veranda termangu.
Tangannya hanya memutar ponsel yang sedari tadi berdering lalu menatap sekeliling rumahnya yang baru sepi ketika sore hari.

Kakinya pegal dan perutnya lapar namun semua itu tak Veranda hiraukan. Duduk berjam-jam di depan sebuah ruangan sepi dan dengan sebuah photo yang dihiasi kalungan bunga putih.

Ibunya baru selesai dimakamkan tadi pagi.

Veranda menangis dan itu tentu saja, tetapi sekarang air matanya sudah habis dan matanya sudah kering hanya untuk mengeluarkan air mata.

Hatinya tertutup berasamaan dengan di tutupnya peti ibunya oleh tanah.

Sedangkan ayahnya. Pria paruh baya itu hanya mengucapkan beberapa patah kata bela sungkawa, memeluk Veranda dan mengucapkan hal berbau tabah dan lalu pulang bersama istrinya, setelah sebelumnya samar-samar pria itu mengucapkan mengenai sesuatu berkaitan dengan kepindahan Veranda.

Dihari yang sama setelah pemakaman Viny, ibunya Veranda.

*

Kaki gadis itu menapak pada halaman yang cukup luas yang mungkin bisa dijadikan kebun. Gadis itu, Veranda, terdiam di depan rumah besar setelah sebelumnya Daddynya mengeluarkan satu koper besar dari bagasi dan membawanya ke dalam rumah besar yang akan menjadi tempat tinggal baru Veranda.

Rumah baru. Keluarga baru.

Dan Veranda yang baru.

*

Udara dingin karena hujan sedang turun di Yogyakarta yang menjelang sore. Kepulan asap dari teh manis hangat menemani Veranda dalam diamnya, mata bulat miliknya menelisik pada jalan yang tertetesi air hujan lewat jendela di kamarnya, yang berada di lantai dua.

Sesuatu menggelitik mata Veranda. Tepatnya di sebrang rumah seseorang tengah memakirkan sepeda dengan tergesa di halaman depan rumah, badannya sudah basah kuyup karena hujan.

Kegiatan Veranda di kediaman barunya hanyalah duduk diam dekar jendela di kamarnya dan akan keluar kamar pada saat-saat tertentu seperti waktu makan siang.

Daddy Veranda, Sakti, hanya bisa memandang tangga menuju lantai dua.

Merasa sedih dengan perubahan yang terjadi pada diri putrinya, Veranda yang drastis. Bahkan ketika dirinya dan Viny bercerai gadis itu biasa saja tidak sampai sesedih ini. Atau ia saja yang tidak tahu?

Dan sekarang ketika Viny meninggal dunia sepertinya dia ikut membawa diri Veranda bersamanya.

*

*

*

"Maafin aku..." lirih Naomi lalu setetes air mata menuruni matanya. Disusul air mata yang lain hingga Naomi menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Hiks...Hiks..."

Tangis Naomi terdengar keras karena suasana taman yang sepi.

Begitupun hatinya.

Hatinya sekarang begitu terluka dan sakit.

Tapi, haruskah ia merasa terluka dan sakit? Disaat ada orang yang lebih terluka dan merasakan sakit dari pada dirinya!

"Jessie, where are you?"

Naomi merasa terluka karena kepergian Veranda yang entah kemana, tidak ada yang tahu. Bahkan orangtuanya pun tidak tahu.

Naomi berjanji dalam hati, ketika dirinya bertemu gadis itu, kata-kata makian akan Naomi lontarkan dan tentunya sebuah penjelasan.

[COLORS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang