Senin. Hari pertama setelah libur yang membosankan. Mungkin sebagian orang akan menyukai hari libur, karna bisa bermalas malasan di hari itu. Tapi, tidak menurutku. Hei, aku juga seorang siswi yang sering bosan dengan pelajaran. Tapi, dari pada harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian, lebih baik aku bertemu guru killer di sekolah dari pada harus melakukan itu semua.
Langkahku semakin dekat dengan gerbang sekolah. Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Kurang lima menit jam tujuh. Mungkin sebentar lagi gerbang itu akan di tutup.
Aku merapikan kembali seragamku. Menutup arloji yang kupakai dengan seragam lengan panjang yang ku gunakan. Entahlah, aku paling tidak suka memperlihatkan benda yang kupakai.
Saat langkahku tiba di depan gerbang, bel pertanda masuk berbunyi. Semua siswa-siswi berlari cepat memasuki area sekolah.
Aku melangkah dengan cepat agar tidak keduluan guru. Saat aku sudah berdiri di depan kelas, hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Benar-benar, hanya karna mereka telat, setiap rapat kelas kami selalu di singung karna itu.
Tapi, seperti tuli mereka malah datang tambah telat. Ok, aku tidak punya hak untuk menilai mereka.
Aku langsung saja duduk di bangku paling depan dan paling pojok di kelas. Dari sini aku bisa memantau apa yang terjadi di kelas ini. Aku sering melihat bagaimana perilaku teman sekelasku. Memperhatikan mereka dan rahasia mereka terbongkar dengan gerak-gerik mereka.
Tidak semua, hanya yang paling nampak dan yang ku anggap penting saja.
Aku mengeluarkan novel yang sudah ku baca setengah kemarin. Membuka halaman yang terakhir ku baca dan mulai membacanya.
Ceritanya sangat menarik, sampai-sampai aku tidak tahu jika sudah ada teman sebangku ku di sini.
"Kamu serius banget si bacanya, masa aku di kacangin sih," ujar Fany dengan bibir yang di manyunkan.
"Dia kenapa lagi?" tanyaku dengan pandangan fokus pada novel di tanganku. Aku sudah tahu jika wajahnya seperti itu dia pasti ada masalah dengan seseorang yang sangat tidak ku suka.
"Kamu tahu, masa kemarin dia batalin janji sama aku, trus katanya ada urusan keluarga. Padahal dia malah jalan sama Nia, anak kelas sebelah," jelas Fany dengan wajah merah.
"Ya terserah dia dong, mau jalan sama siapa, kalian juga kan nggak ada hubungan apa-apa jadi..," aku tidak perduli dengan wajah Fany yang sekarang mungkin tambah merah. Fany harus di Kasih pencerahan, dia harus tahu bagaimana siakap cowok sinting itu.
"Kok kamu malah belain dia si, aku ini sahabat kamu Ra. Au ah sebel sama kamu," ucap nya kemudian berdiri dan pergi keluar kelas.
Aku sudah bilang padanya dari awal, cowok itu hanya main-main sama dia, dia sendiri yang tidak percaya padaku. Lalu apa salahku di sini, memangnya aku membela siapa.
Aku kemudian melanjutkan bacaan yang tertunda.
Aku memang tidak pernah pacaran tapi, aku tahu mana cowok yang baik buat sahabatku itu. Aku bukan bermaksud membela cowok gila itu, hanya saja aku harus memperjelas semuanya.
Aku menutup novel yang ku baca, kemudian mencari Fany.
Aku tahu dia di mana. Dia pasti ada di Taman belakang.
Saat langkah ku akan masuk di Taman belakang sekolah, aku melihat cowok itu sedang memegang tangan seorang gadis. Saat ku perhatikan baik-baik, aku seperti mengenalnya. Bodohnya aku tidak memakai kaca mataku.
Aku mendekat dan bersembunyi di balik sebuh pohon besar yang dekat dengan keduanya.
Tidak salah lagi, dia Fany.
Saat wajah cowok itu mendekatinya, aku langsung keluar dari persembunyianku.
"Fany!" seruku, dan mereka berdua langsung melihatku. Kulihat dari gerakan mulut cowok itu dia mengumpat, bodo aku tidak perduli.
"Rara, kamu ngapain di sini?" aku berjalan mendekati mereka.
"Sebentar lagi Bu Rahma masuk, kamu nggak mau dihukum kan?" tanyaku seraya menatap tajam cowok di depanku itu.
"Ah iya, aku lupa. Oh ya, Aldo, aku balik ke kelas dulu ya, bye," Fany menunjukan senyum terbaiknya, sebelum pergi dari sana. "Ayo Ra."
Saat ku lihat Fany sudah jauh dari ku, aku berbalik dan menatap tajam cowok di depanku ini.
"Kamu, jangan berani dekatin Fany lagi, atau.." ujarku sambil menunjuknya dengan jari telunjukku.
Dia hanya terkekeh, lalu mengambil jariku dan menurunkannya.
"Lo pikir lo siapa, berani sama gue. Dan asal lo tahu, teman lo aja yang ganjen sama gue," ucapnya dengan wajah angkuh yang menyebalkan.
"Kamu bilang Fany ganjen? Lalu kamu apa? Brengsek?" bentakku di depan wajahnya.
Dia hanya mengangkat alisnya sebelah.
"Terserah apa mau lo, gue nggak perduli. Tapi, kalau lo juga mau, kita bisa bikin jadwal kok," ucap Aldo dengan smirknya.
"GILA!" bentakku kemudian pergi dari hadapannya.
¢¢¢
Cinta membutakan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L. O. V. E ✔
Teen FictionL. O. V. E ______________________________ Ini kisah tentang cinta. Bukan cinta seorang kekasih, tapi cinta sebuah keluaraga, juga sahabat. Cinta sebuah keluarga bahagia, yang hancur dengan sendirinya. Hati yang perih, hancur berkeping. Tak ada tawa...