Bintang tidak akan terlihat tanpa langit yang gelap. Bunga tidak akan mekar tanpa ada air yang menyiraminya. Semua butuh proses. Apa yang terjadi sudah terencana dengan baik.
Susah, sedih, kecewa, semua ada karna takdir. Tidak ada yang bisa melawan takdir seseorang, apapun yang dilakukannya tidak mungkin melawan takdir itu sendiri.
Orang yang sudah pergi pun, tidak bisa kembali. Karna itulah takdirnya. Takdir untuk meninggalkan, dan takdir untuk yang di tinggalkan. Semua sudah terencana sesuai garis hidup orang itu sendiri.
Kakaknya yang pergi dengan penyakit yang tidak ia ketahui. Kemudian ibunya menyusul. Dan keluarganya hancur.
Rara berusaha menerima kenyataan yang sudah ia alami. Setelah fakta bahwa ia sudah salah dalam menyalahkan orang lain, dia juga salah dalam menilai kecelakaan ibunya. Semua perkiraan yang ia duga salah semua. Hidupnya ternyata lebih indah dari yang ia bayangkan.
Ayahnya sangat menyayanginya. Ibunyapun begitu. Meninggalnya ibunya murni kecelakaan, semua terjadi begitu saja. Dan seolah tahu apa yang akan terjadi, ibunya menyuruh ayahnya untuk menikah lagi jika ibunya pergi. Tentu saja dengan orang yang sudah ibunya pilih. Rayna, sahabat baik ibunya. Semua sudah di atur. Dan kejadian itu terjadi. Ibunya percaya, kalau Rayna pasti bisa menjaga Rara.
Rara bahkan tidak bisa berhenti menangis saat tahu bahwa ibunya sangat perhatian padanya, semua orang menyayanginya. Hanya dirinya sendiri lah yang buta akan Kasih sayang dan Cinta dari keluarganya.
Rara sangat meminta maaf pada ibunya, ia bahkan sampai tidak bisa tidur karna rasa bersalah. Ayahnya bahkan rela terjaga semalaman hanya untuk menemani Rara.
"Al, ibu pergi dan aku malah... " Rara kembali menangis. Tenggorokannya tercekat, tidak bisa lagi mengeluarkan suara.
Dia duduk bersebelahan dengan Aldo sekarang. Duduk berdua di Taman rumah sakit. Aldo bahkan tidak tega melihat orang yang sangat ia sayangi menangis. Rara, sudah dari semalam, tapi masih saja air mata itu tidak bosan menetes keluar dari matanya.
"Udah dong, Ra. Ibu kamu pasti ngerti, dia nggak mungkin benci sama kamu."
Aldo kembali menghibur Rara. Tangannya bahkan sudah bertengger di pundak Rara sedari tadi, mengelusnya seolah memberi kekuatan mendalam. Aldo bahkan tidak percaya dengan apa yang ia lakukan. Tiga tahun lebih dia tidak pernah sedekat ini dengan Rara. Tapi kali ini, mereka yang dulu sejauh matahari kini kembali sedekat nadi.
"Aldo, maaf."
Aldo mendengus kesal sudah dari kemarin, tapi permintaan maaf Rara masih saja ia ulang berkali-kali. Aldo bahkan sampai bosan mendengarnya.
"Aku udah maafin kamu dari kemarin, eh, bahkan udah dari tiga tahun lalu. Aku nggak pernah benci sama kamu, karna aku sayang sama kamu." pengakuan yang sudah Aldo tunggu setelah sekian lama akhirnya ia keluarkan juga.
Jauh dari bayang Aldo, reaksi Rara bahkan membuatnya bingung. Rara menangis. Semakin kencang, membuat Aldo panik sendiri. Apa ada yang salah? Aldo cuma bilang sayang.
"Al, aku nggak tahu malu banget ya? Kamu sayang sama aku tapi aku malah nuduh yang aneh-aneh sama kamu. Aldo aku juga sayang sama kamu, maafin aku Al."
Aldo menahan napas saat mendengar ungkapan Rara. Apa cintanya terbalas?
"Vera juga, dia pasti juga sayang sama kita."
Seketika semua yang ia impikan hilang begitu saja. Sayang, benar Aldo menyayangi Rara. Tapi, bukan sayang seperti itu. Tapi..
"Iya, semua pasti sayang sama kamu."
Mungkin bukan sekarang saat yang tepat untuk ungkapan itu. Mungkin, masih butuh beberapa hari atau bahkan Bulan, mungkin juga tahun, untuk membuat Rara mengerti tentang perasaan Aldo padanya.
Aldo kembali mengelus punggung Rara, kembali menenangkan gadis itu.
¢¢¢
Semua siswa sudah duduk di bangku masing-masing. Menungu guru pelajaran pertama masuk dan memberi materi. Sebenarnya tidak benar-benar menunggu, karna banyak di antaranya yang sibuk berceloteh ria. Mereka seakan tidak perduli jika guru akan masuk detik itu juga.
Karna kelas mereka yang kedap suara, membuat mereka bebas berteriak.
Namun, suara bising mereka mereda seketika ketika pintu kelas di buka dengan perlahan. Mereka semua menahan napas, berharap itu bukanlah guru yang akan mengajar. Semua bahkan sudah duduk manis di posisi masing-masing.
Namun mereka segera bernapas lega ketika bukan guru yang memasuki kelas mereka, tetapi seorang siswi yang terlambat.
"Ah, Ra. Lo bikin kita semua jantungan tahu nggak." Doni, berteriak lega.
"Sorry." singkat padat dan jelas. Kemudian berjalan dan duduk tepat di sebelah Fany.
"Tumben telat, ada apa?" Fany yang tingkat kekepoannya yang melebihi batas pun bertanya.
"Abis marathon film." jawabnya singkat.
"Sama siapa? Kapan? Dimana? Film apa?" Tara yang sebal memukul kepala Fany pelan. Fany hanya mendengus kesal karena nya. "Paan sih, Ra. Sakit tahu."
"Makanya, kamu kalau nanya satu-satu. Rara kan baru nyampe." Karin yang menjawab.
"Aku nggak bisa tidur semalam, baru pulang dari rumah sakit soalnya. Jadi di ajakin nonton sama Rafa." jawab Rara santai. Tidak tahu bahwa dua orang di depannya sampai menahan napas karna mendengar nama Rafa.
"Beneran? Rafa ganteng dong waktu nonton bareng?" Fany membayangkan bagaimana wajah tampan Rafa ketika menonton film. Menurutnya, Rafa sangat tampan dengan wajah yang serius. Itu pasti moment paling Indah.
Melihat Fany yang senyum-senyum sendiri, membuat Tara gemas dan mencubit pipinya.
"Ngelamun jorok ya?"
Masih Setia mencubit, Tara kembali melihat kearah Rara.
"Terus, gimana kamu sama Aldo?" tanyanya.
Rara memandang Tara lama, mencoba menerka maksud perkataan Tara, juga tatapan tanya teman-temannya.
"Ya gitu, dia nggak marah sama aku. Aku heran padahal aku udah jahat banget sama dia."
Ketiga temannya menghembuskan napas berat. Ternyata tidak seperti yang mereka kira.
"Kenapa?"
"Gak papa."
Kemudian semua kembali ke aktivitas sebelumnya. Mungkin belum waktunya mereka memberitahu hal itu, biar saja nanti Aldo sendiri yang memberitahunya. Toh, ini masalah mereka.
Tapi, akan tiba saat nya mereka bertindak jika Aldo tak kunjung bergerak.
¢¢¢
Tidak semudah itu memaafkan kesalahan seseorang, tapi apapun akan dia berikan demi orang yang dia sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
L. O. V. E ✔
Teen FictionL. O. V. E ______________________________ Ini kisah tentang cinta. Bukan cinta seorang kekasih, tapi cinta sebuah keluaraga, juga sahabat. Cinta sebuah keluarga bahagia, yang hancur dengan sendirinya. Hati yang perih, hancur berkeping. Tak ada tawa...