L. O. V. E {4}

80 13 0
                                    

Aku berjalan dengan cepat menuju kantin. Ketiga sahabatku sudah sampai di sana dari tadi. Seharusnya aku ikut bersama mereka, tapi karna seseorang ingin bertemu denganku jadinya aku harus pergi mengikutinya.

Saat tiba di kantin, aku berusaha mencari keberadaan ketiganya, aku melihat mereka yang duduk di salah satu meja di pojok.

Aku langsung saja kearah meja yang mereka duduki. Namun, langkahku terhenti saat melihat orang itu juga duduk di sana. Di meja yang sama dengan mereka sahabatku.

Aku berhenti melangkah. Saat melihat ku berhenti, Kulihat Tara meringis. Aku tahu dia pasti mengira aku marah karna mereka duduk dengan musuhku.

Ya, mereka pikir aku bermusuhan dengan cowok tak tahu diri itu.

Aku kembali melanjutkan langkahku. Mungkin, kali ini aku harus mengalah.

"Sorry lama, tadi Deni ngomongnya kelamaan," ucapku, melihat mereka semua diam. Aku pun berencana untuk memesan makanan. "Aku mau pesen makan dulu ya."

Belum sempat aku melangkah seseorang sudah menarik tanganku, "nggak usah, nanti Fahri aja yang mesen," ucapnya dengan wajah yang fokus pada makannya.

"Bener kata Aldo, biar gue aja yang mesen, sekalian punya gue." Fahri berdiri lalu berjalan pergi memesan makanan.

Aku melihat Aldo bingung, apa dia mencoba untuk mengerjaiku dengan menaruh sesuatu di makanku nanti.

"Lebih baik aku ikutin Fahri aja, dia pasti nggak tahu aku mau pesan apa." aku langsung berbalik untuk mengikuti Fahri yang sudah pergi.

"Cih, bilang aja takut gue Kasih sesuatu kek makan lo.'' aku langsung berbalik kala mendengar suara itu.

"Aku lagi nggak pengen berantem Aldo, bisa nggak sehari nggak usah nyari ribut! " kulihat Aldo memutar bola matanya.

"Emang siapa yang nyari ribut? Lo tahukan apa yang udah terjadi nggak bakal kembali seperti semula lagi. Sekeras apapun lo berusaha, sesuatu yang lo sia-siain nggak akan balik seperti sedia kala," ucapnya kemudian makan kembali.

"Maksud kamu apa! Kamu nyindir" apa-apaan dia, dia pikir dia siapa.

"Lo ngerasa?" Ucapnya dengan muka polos, yang rasanya ingin ku tendang ke planet mars.

Melihat wajah merahku, Tara langsung saja menarikku keluar dari kantin diikuti Karin dari belakang.

Tanpa aku sadar, suaraku tadi mengundang banyak wajah penasaran siswa di kantin.

Aku melangkah dengan cepat untuk keluar dari tempat terkutuk itu.

"Udahlah Ra, nggak usah perduli sama cowok songong kek dia. Mendingan kamu makan," Tara memberikan roti yang masih terbungkus dalam plastik pada ku.

Aku menerimanya. Kubuka perlahan bungkusan itu, dengan hati-hati, seakan jika salah sedikit saja akan menyakiti plastik itu.

Mataku memanas, apa yang terjadi sekarang?

Apa dia mencoba menyalahkanku.

Ini semua kesalahannya. Lalu kenapa dia malah mengatakan hal itu.

Aku merasakan sesuatu yang hangat menetes dari mataku. Kenapa harus disini, aku selalu bisa mengontrol rasa sakit ini, tapi kenapa aku malah menangis sekarang.

Aku merasa dadaku sesak. Aku seperti kehabisan oksigen sekarang.

Tak terasa isakan kecil mulai keluar dari mulutku, diikuti air yang terus menerus keluar dari mataku.

"Ra, kamu kenapa?" Karin menyentuh pundakku. Tara masih diam mematung ketika melihatku menangis.

Mereka tidak pernah melihatku menagis sebelumnya. Mungkin karna aku sangat baik menyimpan semua kesedihanku. Tapi, tidak sekarang. Rasanya ini merupakan Puncak dari rasa sakit yang selama ini aku rasakan.

"Ra, udah dong diam. Kita ke rooftop aja ya," Tara membujukku dengan mengusap lembut punggungku.

Sepertinya aku salah, masih banyak orang yang menyayangi ku. Aku tidak sendiri.

Aku berjalan mengikuti kemanapun mereka membawaku. Aku hanya menunduk tak berani melihat orang di sekelilingku saat ini.

Saat sampai di rooftop, aku duduk di tengah-tengah Tara dan Karin. Mereka diam, mungkin menunggu ku selesai menangis.

"Kamu kenapa Ra?" tanya Tara padaku. Aku hanya diam tak berani bersuara. "Apa ini karna ucapan Aldo tadi?" lanjut Tara, aku masih tetap bungkam.

"Aku pernah mikir, sebenarnya kamu sama Aldo itu ada masalah apa sih, nggak mungkin cuma karna Aldo playboy kamu marahkan sama dia. Apalagi selama Aldo dan Fany pacaran."

"Aku juga nggak tahu, aku cuma benci aja sama dia." ucapku sambil menatap langit cerah di depanku.

¢¢¢

Kadang, di saat kita menginginkan sesuatu yang membuat kita tidak nyaman pergi. Kita pasti akan lebih merasa tidak nyaman lagi ketika dia telah pergi.

L. O. V. E ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang