L. O. V. E {5}

95 13 0
                                    

Aku menatap cowok di depanku dengan tatapan bingung. Sejak lima menit yang lalu, dia terus saja diam membisu. Padahal dia sendiri yang mengajakku berbicara. Lalu, kenapa dia sendiri yang hanya diam melihatku.

"Sebenarnya ada apa? Kamu yang ngajak aku ngomong, tapi kenapa kamu sendiri yang diam?" aku melihatnya semakin bingung saat dia tetap tidak mengeluarkan suara sama sekali.

Aku yang sudah bosanpun berbalik ingin pergi dari sana, buang waktu saja.

Namun, sebuah tangan kekar langsung saja menarikku kembali menghadap ke arahnya.

"Tunggu sebentar, gue cuma mau liat aja gimana wajah cewek yang udah buat temen gue uring-uringan gak jelas," ucapnya dengan senyum merekah di bibirnya.

Cih, peduli apa aku.

"Cuma itu aja kan? Lepasin!" tanyaku lalu melepaskan tanganku dari nya.

Aku tidak perduli cowok itu masih teriak-teriak nggak jelas, yang sekarang aku lakukan hanya berjalan menjauh darinya dan orang-orang di sekelilingnya.

"Kamu dari mana, Ra" Karin duduk di sampingku setelah aku datang kekelas.

Fany? Entah, dia ada di mana. Mungkin sedang pacaran.

"Toilet," aku tidak sepenuhnya berbohong, karna memang tadi aku dari toilet.

"Kamu tahu nggak, Ra? Fany sama Aldo ntar malam mau jalan," ucap karin. Aku tidak perduli. Mereka kan pacaran, nggak mungkinkan aku ikut dan jadi obat nyamuk mereka.

"Yaudah, biarin aja." balasku datar.

"Kok cuma gitu sih, kamu kan tahu, Fany nggak pernah keluar malam. Kalau ada apa-apa gimana?" Karin tetap bersikukuh. Aku semakin tidak perduli.

"Kalau ada apa-apa, biarin aja mereka kan pacaran,"

"Kok kamu jadi gini sih. Semenjak kejadian kemarin, kamu berubah semakin nggak perduli sama keadaan," aku menatap Karin datar. Tara hanya diam saja di belakang.

"Kamu tahu nggak, rasanya di abaikan. Saat kita sudah benar-benar ingin melindungi seseorang, tapi kita diabaikan gitu aja," Karin diam. Aku tahu dia mengerti apa maksudku.

"Ra, Karin, Tara," aku melihat Fany berjalan tergesa-gesa menuju tempat kami duduk.

"Paan?" balas ku cuek.

"Kalian tahu nggak, nanti malam Aldo ngajakin aku dinner bareng sama dia." ucap Fany dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

"Fany, kamu yakin mau ikut?" tanya Tara. Aku hanya diam mendengarkan.

"Yakin, karna aku belum pernah keluar malam."

"Makanya itu, karna kamu belum pernah keluar malam. kamu nggak takut?"

"Nggak. Kan ada Aldo."

"Kamu kok percaya banget sama cowok itu sih," Tara mulai gemas dengan Fany.

"Emang salah, percaya sama pacar sendiri," Fany membalasnya dengan jengkel.

"Fany, aku yang lebih kenal Aldo dari kamu. Aku tahu seluk beluk dia dari SMP," aku kaget mendengar pengakuan Tara, dia kenal Aldo dari SMP?

"Kamu kenal Aldo dari SMP? Kok aku sama yang lain nggak tahu?"

"Kalian nggak nanya, ngapain bilang."

"Tapi setidaknya Kasih tau kita dong Tara" ucap Karin jengkel.

"Iya, Aldo dulu satu SMP sama aku pas kelas tiga, dia murit baru gitu. Trus setelah itu nggak lama dia nembak trus kita jadian," ucap Tara santai.

"APA!" teriak ku, Karin dan Tara serempak.

"Biasa aja kali,"

"Ternya bukan cuma Fany yang gila, kamu juga lebih gila Ra. Masih SMP udah pacaran, apalagi baru kenal," Heran Karin. Aku tidak percaya, kedua temanku sudah menjadi korban oleh Aldo.

Aku melihat Karin,"jangan-jangan kamu korban selanjutnya"

Karin mendelik kesal, "gak akan, mana mau aku sama Playboy kek dia,"

Aku menyipitkan mataku kearah Karin, tidak yakin dengan apa yang dia katakan.

"Ya Allah, Ra. Aku berani sumpah nggak akan kemakan rayuan maut Aldo," jelas Karin "atau jangan-jangan kamu lagi," tuduhnya padaku.

"Kamu bercanda, itu adalah hal yang tidak mungkin," balasku,

Bagaimana mungkin aku dan Aldo. Tidak akan pernah.

¢¢¢

Apa yang kamu sangkal saat ini, mungkin suatu saat nanti akan menjadi hal yang kamu harapkan.

L. O. V. E ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang