Hide

49 23 13
                                    


"Link apaan sih ini?" Jihan mengabaikan salah satu tweet yang masuk. Seseorang yang jauh di sana sedang bertanya dalam hati, apakah ia membukanya? Apakah ia membacanya? Aku ingin tahu bagaimana raut wajahnya sekarang, aku ingin tahu!

Kelas sunyi senyap. Hanya kadang-kadang decak bibir yang bertautan satu sama lain. Atau tawa yang bertahan pada satu candaan yang baru saling mengenal. Pun ada beberapa yang merasa penderitaan ini baru dimulai, desah putus asa dari segumpal otak yang sudah tidak mau diaduk-aduk lagi.

Tertegun Faisal melihat layar laptopnya, lama sekali. Andai ada alat canggih yang bisa mengetahui isi hati dan pikiran seseorang.

"Tidak mungkin, mana ada alat yang seperti itu. Hah, tapi aku benar-benar membutuhkannya. Kalau ada pasti langsung aku beli sekarang! "

Bagian tersulit dari menulis adalah dengan memulainya. Terkadang di saat itu kita sulit untuk menemukan ide, tapi sekalinya ide itu datang, ide-ide lain pasti akan bermunculan, dan memudahkan kita untuk menulis. Lain halnya dengan Cinta. Bagian tersulit dari mencintai adalah dengan mengakhirinya. Karena jika kita sudah dibutakan oleh Cinta, seberapa dalam luka yang telah ia berikan, itu takkan mampu membuatmu sadar jika Cinta yang kau perjuangkan telah menjadikanmu sebuah penderitaan. Tapi jika kau sudah menyadarinya, itu akan membuatmu jauh lebih sulit mengakhiri dan meninggalkan cinta yang telah kau perjuangkan.

Jam istirahat selesai, serasa kebahagiaan yang direnggut paksa, namun pasti terjadi. Ini adalah tahun pertama Faisal berada di sekolah ini, keadaan manusia semua di sini terlihat masih serba canggung. Tapi tidak untuk Faisal. Faisal pandai dalam mengambil hati siapa saja. Entah itu teman-temannya, guru atau pun penjaga sekolah yang sepertinya sudah akrab sekali dengan Faisal.

Setiap sore Faisal hampir menghabiskan waktunya di perpustakaan, bukan di dalam melainkan di luar. Tentunya jam segitu perpustakaan sudah tutup, dan Faisal sekarang hanya bisa duduk beralaskan kain yang lebih dulu di titipkan di pos penjaga sekolah.

"Sudah mau pulang Sal? Tumben? "

"Iya nih pak, mau nengok temen dulu. "

"Oh, temen sekelas? Atau temen rumah?"

"Temen jauh Pak, tapi deket. Hehe. Ya sudah aku pulang dulu ya Pak." Faisal tersenyum tidak wajar, namun ia tetap mencobanya. Berusaha agar bisa menenangkan hati dan pikirannya.

•••

"Kal, kamu kenapa lagi? Lihat dirimu jadi jelek seperti ini." Faisal berusaha menghibur Haykal.

"Tadi aku diserempet motor di depan rumah. Entah apa yang tadi aku pikirkan, aku jadi tidak fokus pada jalanan."

"Ya ampun Kal, makanya dong jangan mikir cewek mulu."

Layaknya pinang dibelah dua, seperti saudara kandung tapi bukan. Tinggi badan dan otot yang menemani tubuhnya sama persis, alis hitam yang bertaburan harapan melengkapi sorot teguh kedua matanya. Minyak rambut yang dipakainya pun sama, Haykal lebih suka kalau rambutnya diponi pinggir, sedangkan Faisal lebih suka rambutnya dikeataskan model klimis rapih.

Selain itu ada satu hal yang sangat membedakan dari mereka berdua. Haykal merupakan sosok yang lebih terlihat macho, laki-laki sekali! Faisal merupakan pemilik wajah tampan yang feminim, Haykal selalu bilang; "Karena kamu gantengnya keterlaluan malah jadi cantik Sal! Kasih sedikit lah untukku."

•••


Dengan ekor matanya, Haykal sudah bisa melihat siapa bidadari di sekolah ini. Ini kepandaian Haykal sejak SMP, menyelidiki hal-hal yang rumit seperti ini menjadi kesenangannya.

"Sal Sal... Siapa tuh?"

"Yang mana?"

"Itu yang lagi di kantin, yang duduk gerombolan ama temen-temennya. Senyumnya ngga nguatin Sal."

"Oh itu Jihan, Adiba Jihan Zahira."

Nama yang Indah serupa dengan tutur dan wajahnya.

"Aku akan jadikan ia pacarku Sal." Faisal sejenak diam, dipalingkannya ke wajah Haykal yang terlihat sungguh-sungguh. Menghela napas dan merelakan kenyataan yang tak selalu berjalan dengan harapannya.

A[wait]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang