That Day

1.1K 63 14
                                    

Oleh: Ailoils
Ide cerita: 3

Ralita atau yang biasa dipanggil Lita adalah seorang mahasiswa tingkat empat di salah satu universitas yang ternama di kotanya. Ia pintar dan tekun dalam hal apapun. Tak lupa, Lita juga memiliki kepribadian yang baik dan ramah terhadap sesama. Sehingga tak heran jika banyak yang menyukainya, tapi banyak juga yang tidak menyukainya dengan alasan bahwa Lita hanya berpura-pura baik di depan semua orang.

"Profesor, maaf saya terlambat." Suaranya pelan ketika memasuki ruang dosen.

"Waktu saya sangat berharga, Ralita." Sang dosen bernada sinis.

"Maaf, Prof. Kalau boleh tahu, ada apa Anda memanggil saya?"

"Mulai minggu depan, kau akan menjadi asisten saya. Menggantikan kakak seniormu, Sinta," jelas pria berumur itu tenang. Berbeda dengan Lita yang menunjukkan ekspresi terkejutnya.

"Ba-bagaimana bisa, Prof? Maksud saya, Sinta adalah murid kesayangan Anda."

"Akhir-akhir ini, prestasinya menurun. Jadi, bagaimana Ralita? Kalau kamu tidak mau, saya cari orang lain."

Permukaan tangan Lita basah oleh keringat. Ia benci ketika harus membuat keputusan secara tiba-tiba. Apa yang harus ia lakukan? Mengikuti hati nuraninya atau akal sehatnya?

"Ya, saya bersedia, Prof."

***

Langit malam ini begitu indah. Bintang-bintang menghiasi sekitarnya. Menemani sang bulan yang sedang melakukan tugasnya untuk menerangi bumi.

"Hm ..." Gadis itu menghirup napas dalam-dalam. Menikmati sejuknya angin malam. Ia eratkan kembali coat berwarna coklat yang menghangatkan tubuhnya. Kemudian, kembali mengambil langkah. Berjalan menyusuri jalanan setapak ini dengan pelan.

Tiba-tiba, suara angin terdengar mengerikan baginya. Seliwir angin itu mampu membuat bulu kuduknya berdiri. Dan ia merasakan hawa itu. Seperti seseorang tengah mengikutinya di belakang.

Ya Tuhan, lindungi aku ...
Kaki-kaki mungilnya berjalan lebih cepat sedikit demi sedikit. Menambah kecepatan melangkahnya yang berbeda dari sebelumnya. Jantungnya berdebar-debar tak karuan. Hormon adrenalinnya berfungsi dengan sangat baik.

Gadis itu berbelok ke kanan. Berusaha secepat mungkin agar segera sampai di flat-nya. Dan ia masih merasakan hawa aneh. Orang itu masih mengikutinya. Lalu, ia berbelok ke kiri. Terus berjalan cepat hingga di ujung jalan ia berbelok kanan.
Sebentar lagi, tolong.

Flat-nya mulai terlihat oleh kedua matanya. Ia berusaha fokus dan tetap berpikir positif. Bahwa orang di belakangnya memang kebetulan searah dengannya. Sekalipun ia begitu takut setiap kali mendengar langkah kaki kasar orang itu.

SREK SREK

Ia ingin berteriak meminta orang itu untuk berhenti melakukan itu terhadap langkah kakinya. Tapi ia terlalu takut. Resikonya sangat besar. Mungkin ia bisa mati malam ini juga.

Lima langkah lagi...

Empat...

"Berhenti disitu, Ralita!" Geram suara orang di belakangnya terdengar sangat murka. Gadis itu seketika menghentikan langkah kakinya.

Tunggu, suara perempuan? Ia yakin ia mengenal suara itu. Mungkinkah?

"Kak Sinta?" gumamnya kecil sambil memberanikan diri menatap wajah orang yang mengikutinya sedari tadi.

"Berani-beraninya kamu menggantikan posisiku! Memang benar kata orang, kalau wajahmu itu sok polos!" bentak Sinta membuat Lita ketakutan. Gadis itu tidak menyangka bahwa kakak seniornya bisa semarah ini. Padahal yang ia tahu, Sinta adalah sosok yang kalem dan teramat baik padanya. Berbeda dengan yang ia lihat sekarang.

Penyakit MentalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang