Bab 18

1.3K 219 36
                                    


Yang paling sulit itu bukan melupakan, tapi merelakan namanya terganti dari hati.

Sekarang yang harus Hermione lakukan adalah mencoba mengikhlaskan perasaannya yang sudah bertahun-tahun bersemayam di hatinya ini untuk layu dan pada akhirnya mati. Lalu, menggantinya dengan cinta yang baru.

Mencoba mengubur semua asa yang selama ini Ia harap. Ia pasti bisa. Awalnya memang menyakitkan, tapi Ia yakin suatu saat semuanya akan berhasil.

Waktu akan menyembuhkan luka. Dan Ia percaya itu.

Hermione mengeratkan pegangannya pada tali ranselnya. Ia menarik napas dalam, sebelum menghampiri Blaise dan juga Sekar yang sedang duduk di depan kelasnya.

"Eh, Hermione. Tumben kamu sekarang datengnya sendirian. Biasanya kalian berangkat bareng 'kan?" Tanya Sekar seraya melirik Blaise.

Hermione terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Mmm.. I-itu.."

"Mulai sekarang Hermione berangkatnya bareng gue." Ucap seseorang yang tiba-tiba sudah ada di belakang Hermione.

Draco. Laki-laki itu tersenyum manis ketika Hermione melihatnya, lalu menepuk-nepuk kepala Hermione.

Blaise dan Sekar saling pandang dengan bingung dan curiga.

"Rumah lo kan jauh dari rumah Hermione."

"Emang kenapa? Buat pacar sendiri apa sih yang enggak."

Blaise langsung berdiri. Matanya melotot penuh.

"Jadi.. jadi kalian udah pacaran?"

Draco tersenyum lebar dan mengangguk semangat. Beda lagi dengan Hermione yang hanya tersenyum kecil. Kentara sekali kalau dia tidak nyaman.

Blaise tersenyum. Ia langsung menarik tangan Hermione dan memeluk gadis itu erat-erat. Mengangkat tubuh mungilnya dan memutar-mutarnya.

"Akhirnya sahabat gue nggak jomblo lagi! Selamat, Herm! Lo udah menghapus rekor lo sebagai jomblo terlama!"

Hermione memukul-mukul bahu Blaise agar menurunkan tubuhnya.

"Turunin gue! Pusing, gila!"

Blaise tertawa. Ia pun menurunkan Hermione perlahan, dan menatap kedua bola mata Hermione lekat-lekat.

"Apaan sih lo liat-liat?!"

Blaise tertawa renyah. Tawa yang selalu bisa membuat hati Hermione berdebar.

"Jagain Hermione, ya drake. Awas aja kalo lo buat dia nangis. Gua gibeng lu!"

Draco menghela napasnya, "Udah, ah. Kita masuk dulu." Ujar Draco seraya menarik pelan lengan Hermione.

Di dalam, Hermione kembali diam. Ekspresinya kembali sendu. Ia meletakkan tasnya perlahan, dan duduk di kursinya seperti biasa.

Draco duduk di sebelahnya setelah menaruh tas di mejanya.

Hermione masih melirik-lirik ke arah pintu di mana terlihat Blaise dan Sekar yang masih asyik mengobrol. Ia merasa munafik. Ia masih mengharapkan jika ada sedikit kecemburuan di mata Blaise saat Draco memperkenalkannya sebagai pacarnya tadi.

Tapi nyatanya nihil. Laki-laki itu malah terlihat amat bahagia. Tak bisa di pungkiri kalau hati Hermione sakit setiap mendengar mulutnya mengucapkan selamat.

Draco menggeser tubuhnya untuk menghalangi pandangan Hermione.

"Udah gue bilang nggak usah diliat."

Hermione mendongak untuk melihat ke dalam bola mata Draco, "Itu gue lakuin biar gue terbiasa. Biar gue kebal dan lama-kelamaan lupa."

"Bukan itu caranya, Herm. Gue nggak mau lo pakai cara itu. Gue mau lo selalu bahagia bersama gue. Sampai lama kelamaan lo terbiasa dengan adanya gue, dan lupa sama Blaise. Bukannya malah nyiksa diri lo sendiri dengan selalu merhatiin mereka. Bukan kaya gitu, Herm. Bukan.."

Friendship (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang