Seminggu telah berlalu begitu saja. Dan sampai saat ini, Hermione belum punya kesempatan untuk bicara dengan Draco. Laki-laki itu selalu menghindar. Bahkan Ia menolak saat Hermione ingin ikut mengantar Narcissa untuk pulang ke rumah setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit.Mungkin sudah ratusan misscall dan pesan yang sudah Hermione kirim. Tapi tidak satupun di balas oleh laki-laki itu. Bahkan sekedar memaafkan Hermione saja Draco tak sudi.
Kaki ramping yang terbalut sneakers hitam itu mulai melangkah melewati pagar sekolah. Ia melihat ke arah parkiran yang entah kenapa tampak ramai dengan desas desus para murid. Hermione semakin mendekat, dan berhenti di samping tiang.
Dan disanalah Ia melihat orang itu. Seorang laki-laki yang sangat Ia kenal dengan surai platinanya sedang berjalan santai dengan seorang perempuan berambut cokelat terang dan pakaian seragam berbeda dari sekolahnya.
Astoria.
Ternyata benar, perempuan itu pindah ke sekolah ini. Hermione menyentuh dada kirinya ketika melihat Draco mengusap pelan rambut Astoria. Entah kenapa, rasanya sangat aneh. Jantungnya seakan dicengkeram kuat. Dan juga ada yang meluap-luap di kepalanya sampai membuatnya ingin meledak marah.
Tidak ingin melihat itu lagi, akhirnya Ia putuskan untuk pergi secepat mungkin dari sana. Ia masuk ke dalam kelas, dan membanting tasnya lumayan kencang ke atas meja. Kepala langsung Ia telungkupkan di atas meja dengan kedua tangannya mengepal kuat.
"Kenapa, Herm?" Tanya Harry yang sudah duduk di bangku sebelahnya. Hermione hanya menggelengkan kepala.
Ingatan tentang wajah Draco dan Astoria membuat kepalanya mendidih. Harinya yang buruk semakin buruk saja.
Hermione mengangkat kepalanya. Bersamaan dengan itu, matanya bertemu dengan mata keabuan Draco. Disampingnya masih saja ada perempuan itu.
Astoria.
Hermione membuang muka dan lebih memilih melihat apa yang dilakukan Harry. Walaupun apa yang dilakukan temannya itu tidak menarik sama sekali, tapi itu lebih bagus daripada melihat Draco dan Astoria.
Harry yang sedari tadi melihat ponsel, kini mulai mendongak. "Tory? Lo sekolah disini?"
Ah, kenapa harus ngomong sama tuh orang sih lo, Ry?! Batin Hermione kesal setengah mampus.
"Yup. Gue anak baru. Dan gue sekelas sama lo semua disini."
Hermione melotot. Benar-benar hari yang buruk. Atau bahkan hidupnya memang sudah buruk?
"Yaudah lo duduk dikursinya Theo aja. Dia kayanya nggak masuk lagi."
Sumpah lo mati aja, Ry.
"Iya, Draco juga bilang gitu. Daripada gue duduk dibelakang. Mata gue minus."
Akhirnya Astoria duduk di depan Harry yang merupakan kursi Theo. Dan berarti juga disamping Draco.
Di-u-la-ngi! Di samping Draco!
Di-sam-ping Draco!
Brak!!
Hermione menggemprak meja, lalu keluar dari kelas. Tidak peduli dengan semua mata yang memandang.
Astoria tertawa, "Pacar lo cemburu tuh kayanya."
Draco tersenyum miris, "Nggak mungkin."
...
"Hermione.."
Panggilan itu tidak Ia hiraukan sama sekali. Ia masih saja menatap ke luar jendela. Melihat jejeran atap tetangga yang tertimpa rintikan air hujan.
Blaise duduk di pinggiran kasur Hermione dan menumpukan tangannya di atas meja belajar perempuan itu. Ia tidak bicara apapun. Hanya menatap Hermione yang duduk beberapa senti di hadapannya.
"Apaan sih, blaise? Jangan liatin gue kaya gitu."
Blaise tersenyum, "Akhirnya ngomong juga."
Hermione memutar bola matanya. Ia tidak melihat ke arah Blaise, tapi Ia tahu kalau sekarang laki-laki itu sedang gelisah. Dan Hermione benci itu. Ia benci ketika dia selalu tahu tentang Blaise, tapi laki-laki itu tidak pernah tahu tentangnya.
Apalagi tentang hatinya.
"Gue minta maaf ya?"
"Buat?"
"Buat ketidakpekaan gue selama ini."
Si perempuan menghembuskan napasnya. Ia memutar kursinya hingga sekarang duduk berhadapan dengan Blaise. Meneliti setiap guratan wajah laki-laki itu yang tampak bersalah.
"Gue itu bodoh banget ya? Kenapa gue nggak pernah sadar kalau lo itu selalu ada buat gue? Lo yang selalu ada disamping gue."
"Baru sadar kalo lo itu idiot?"
"Hermione berkata kasar. Aku bilangin mama papa, nih?"
"Tukang ngadu."
"Biarin. Yang penting ganteng."
"idiot."
Blaise tertawa. Tadi niatnya Ia ingin bicara serius dengan Hermione. Tapi entah kenapa mereka memang susah sekali untuk bicara serius. Pasti selalu saja ada celetukan-celetukan tak berfaedah.
"Kenapa lo nggak pernah bilang sih kalo lo suka sama gue?"
"Males. Entar lo gede kepala lagi."
"Eh, serius kenapa? Lo mah gitu.. gue mau ngomong serius, nih."
Hermione mendengus, "Ya, lo mikir aja dong. Harusnya lo yang peka! Makanya liat cewek tuh pake hati."
"Liat tuh pake mata, bukan pake hati."
Bug!
"Sumpah, sekali lagi lo pukul gue pake buku lo yang segede gaban itu, semua buku lu bakal gue lelang murah."
Hermione tidak peduli. Ia merapikan bukunya kembali, lalu menatap ke luar jendela. Entah kenapa melihat sampul dari buku yang tadi digunakannya untuk memukul Blaise, membuatnya teringat Draco. Dulu Ia mendapatkan buku itu ketika berkunjung ke pameran buku bekas bersama laki-laki itu. Tak terasa, itu sudah satu tahun yang lalu. Waktu terasa begitu cepat. Tahu-tahu tinggal satu bulan lagi mereka menuju ujian Nasional.
Melihat Hermione yang hanya diam, akhirnya Blaise mulai bicara lagi. "Draco bilang kalo lo suka-"
"Tuh, kan! Gue udah duga kalo dia yang bilang. Dasar ember banget tuh anak." Hermione memberengut.
Blaise menghela napasnya, "Herm, gue mau tanya. Sekarang yang ada di hati lo itu siapa? Apa masih gue? Atau udah berubah ke Draco?"
Pertanyaan yang terlontar dari mulut Blaise membuat Hermione tak berkutik. Siapa sekarang yang ada dihatinya? Blaise kah? Atau Draco?
Jujur, Ia tidak tahu harus jawab apa. Ia merasa sudah mulai gila. Ia merasa kedua nama itu ada di hatinya. Benar-benar gila 'kan? Mana mungkin dia menyukai dua orang dalam satu waktu?
Blaise meraih tangan Hermione, "Draco bilang kalau gue harus coba buat mencintai lo. Dan sekarang, gue udah mutusin buat mencoba itu semua."
"Hermione.." laki-laki itu makin mengeratkan genggamannya, "Gue sayang sama lo. Kita udah bareng-bareng bahkan dari kita masih bayi. Gue nggak mau kehilangan lo. Gue minta maaf karna baru sadar sekarang. Lo mau kan kasih gue kesempatan? Kita coba semuanya dari awal?"
Hermione menatap kedua mata Blaise. Ia tersenyum tulus. Dari semua perkataan laki-laki itu, membuatnya yakin dengan pilihannya saat ini.
Dan Ia yakin, kalau dia tidak mungkin salah lagi.
***
SELAMAT HARI KEMERDEKAAN INDONESIA YANG KE-72 🎉🎉🎉
Negara yang baik adalah Negara yang diisi oleh orang-orang baik. Maka jadilah baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship (DRAMIONE)
Fanfiction[COMPLETED] Good friends are like stars. You don't always see them. But, you know they're always there. ... Ini tentang arti persahabatan, cinta, dan rasanya kehilangan. "Gue kangen. Kangen ngehajar kalian semua!" - Hermione