Bab 7

1.6K 255 42
                                    


"Lo itu gimana, sih?! Lo kan udah janji kalo lo bisa ikut!" Hermione berdecak kesal setelah mendengar alasan seseorang di seberang telfon. Tangan kirinya, Ia letakkan di pinggang, sedangkan tangan kanannya mengarahkan ponselnya di telinganya.

Ia memandangi ketiga temannya dengan tatapan bosan. Ketiganya pun sama. Mereka duduk dengan lemas. Seakan tidak ada semangat sama sekali.

"Terserah, lo deh! Makanya nggak usah janji kalo lo nggak yakin bisa nepatin!"

Setelah mengucapkan itu, Hermione langsung mematikan sambungan telfon dan menaruh ponselnya kembali pada saku celana joggernya. Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja disamping Theo yang masih asyik saja memainkan ponselnya.

"Apaan katanya?" Tanya Blaise.

Hermione mendengus kesal, "Dia lagi nemenin Ginny beli buku."

"Emang dia nggak bisa beli sendiri? Sampe nyuruh Harry nemenin?" Draco mulai bersuara. Namun pandangannya masih tetap mengarah pada layar laptop yang baru di nyalakannya.

"Nggak tau, deh! Gue kesel banget tau nggak! Akhir-akhir ini Harry itu kaya ngejauh dari kita. Lo semua sadar nggak sih?"

"Mungkin dia terlalu sibuk buat dapetin Ginny?" Tebak Draco.

"Ck, ini semua gara-gara lo, Blaise!"

"Lah, kok gue?!"

"Ya iyalah, gara-gara lo! Karna ide lo itu, ngebuat kita itu jauh!"

"Herm, lo itu jangan berpikir dari sudut pandang lo doang. Lo jangan egois, dong. Harry, lo, dan yang lainnya juga punya kehidupan lain. Mungkin lo emang udah nyaman kaya gini, tapi emang sampe kapan kita bertahan kaya gini terus? Sampe tua? Kita juga perlu cari suasana baru."

Draco dan Theo menghentikan aktivitasnya. Mereka hanya menatap kedua manusia di depannya tanpa tahu harus berkata apa.

Hermione menghebuskan napas, keras. "Lo bilang gue egois? Kok lo bisa sepicik itu sih mikirnya? Gue cuma nggak suka kalo ada orang yang nggak nepatin janjinya. Gue juga nggak mau kita semua pisah. Itu doang!"

"Iya gue tahu. Tapi lo nggak bisa seenaknya nyalahin orang!"

"Kok lo jadi nyolot, sih?!"

"Eh, udah dong. Lo berdua kenapa jadi berantem?" Lerai Draco. Ia menarik pelan tangan Hermione agar duduk di sampingnya.

Hermione mengusap wajahnya pelan, lalu menundukkan kepalanya. Mencoba untuk menetralisir emosinya yang sedang meluap.

"Sorry, gue tadi lagi baper aja. Jadi ke bawa emosi." Kata Hermione pelan. Blaise mengambil napas panjang, lalu ikut duduk di sebelah Hermione.

"Iyee, gue juga minta maaf ya. Gue udah bilang lo egois." Ujar Blaise seraya merangkul pundak Hermione dengan sebelah tangannya.

Hermione melirik Blaise, lalu tersenyum sambil mengacak-acak rambut cowok disampingnya itu.

Gue sebenernya takut lo nanti kaya Harry, Blaise. Gue takut kehilangan lo.

...

"Papa di pecat dari pekerjaan papa. Perusahaan tempat papa kerja, sebentar lagi mau bangkrut. Jadi ada pengurangan karyawan."

Hermione hanya bisa duduk diam memandangi kedua orang tuanya. Ia tahu, roda kehidupan akan selalu berputar. Mungkin sekarang, saatnya Ia harus berada di bawah. Dan tugasnya hanya satu, yaitu mengerti.

"Nggak apa-apa kali, pa. Papa kan bisa cari kerja yang lain." Ucap Hermione berusaha sesemangat mungkin. Ibunya tersenyum melihat sikap anaknya yang pengertian itu. Ia sangat bersyukur mempunyai putri seperti Hermione.

"Hermione bisa kok nggak jajan dulu. Aku bisa bawa bekal."

"Kalau masalah uang sekolah dan uang jajan kamu, papa masih bisa biayain Mione. Kamu nggak perlu mikirin hal itu. Tugas kamu cuma belajar."

Hermione tersenyum. Ia bangkit dari duduknya, dan merengsek di tengah-tengah orang tuanya.

"Ini kok malah nyempil begini? Kaya anak kecil aja kamu." Gelak Thomas seraya mengacak pelan puncak kepala anak satu-satunya itu.

"Biarin, dong pa. Kan jarang-jarang aku bisa deket-deket papa kaya gini. Biasanya kan papa sibuk kerja. Tuh, kan! Berarti ada hikmahnya juga papa nganggur, hehe."

"Huh, kamu ini.. bisaaa aja ya." gemas Helga.

"Hehehe, bisa dong. Anak siapa duluuu.."

"Anak papa mama..."

...

Hujan dengan derasnya mengguyur ibu kota. Hermione hanya berdiri menatap aliran air yang terjatuh dari atap. Tangan kirinya memegang plastik belanjaan. Ia tadi hendak pulang sebelum guntur berbunyi, bersamaan dengan air langit yang berjatuhan.

Keadaan supermarket tempatnya berbelanja memang agak lengang. Hanya beberapa orang saja yang datang. Hermione mengulurkan tangan kanannya, dan membiarkan air hujan membasahi telapak tangannya. Katanya, saat hujan adalah saat yang paling tepat untuk merenung. Dan itulah yang Hermione lakukan. Pikirannya kembali terarah pada kedua orang tuanya. Ia tahu, kalau mereka kesulitan. Apalagi Hermione bersekolah di sekolah yang bayaran per bulannya lebih mahal dibanding sekolah negara. Belum lagi urusan yang lainnya. Dan orang tuanya terlalu baik untuk tidak membagi semua keluh kesahnya pada Hermione.

Tapi bagaimana pun Hermione sudah besar. Ia mengerti itu semua. Dan Ia merasa tidak berguna, karna tidak melakukan apapun.

"Ngelamun mulu, neng." Sahut sebuah suara dari samping kanannya.

Hermione menoleh, dan mendapati cowok berjaket abu-abu yang sedang membenarkan rambutnya yang lepek terkena air hujan.

"Kok lo bisa disini?"

Laki-laki itu melepas kupluknya, dan tersenyum menatap Hermione.

"Nggak tau deh. Tadi gue lagi bosen dirumah, terus gue pergi aja. Pas di jalan tiba-tiba ujan, makanya gue neduh. Eh, nggak taunya ketemu lo disini. Mungkin kita jo..mblo! Hahaha."

"Dih, kocak lo!" Kekeh Hermione.

Draco melepas jaketnya, lalu memakaikannya pada tubuh Hermione yang hanya memakai kaos tipis.

"Eh, nggak usah." Tolak Hermione sambil berusaha melepaskan kembali jaket Draco.

"Biarin napa. Biar kaya di film-film." Candanya yang membuat senyum kecil terukir di wajah manis Hermione.

"Thanks ya."

"Sama-sama. Hati-hati baper."

"Idih, pede banget ya mas."

Draco tersenyum geli sambil sesekali melirik Hermione.

"Dingin ya. Butuh dekapan, nih."

Lagi-lagi laki-laki itu membuat Hermione tertawa. Ia memukul bahu Draco sampai membuat cowok itu terhuyung sesaat.

"Alay, lo! Najisun, ah!"

"Biarin, sih. Emang beneran dingin."

"Yaudah gue balikin nih jaketnya. Makanya jangan sok kuat, deh."

Hermione baru ingin melepas jaket Draco kembali, ketika tangannya digenggam erat oleh laki-laki itu.

Hening sesaat. Hermione melihat tangan mereka yang terkait, dan wajah Draco yang sedang menatap gumpalan awan hitam di langit.

"Nggak perlu jaket. Kalo lo aja udah buat gue hangat."

***

Friendship (DRAMIONE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang