3. Pelajaran Pertama

59 7 0
                                    

Setelah seminggu berlalu dengan jam kosong dan perkenalan guru mapel baru di kelas. Hari ini adalah hari pertama ada pelajaran.

Aku tak tau ada apa denganku akhir-akhir ini. Aku rasa lebih betah di kelas. Mungkin biasanya aku tak seperti ini. Mungkin setelah Arvino ada di kelasku semuanya berubah jadi seperti ini.

Hari ini, aku akan berusaha berbicara padanya. Aku tak tau. Perasaanku campur aduk. Namun, doakan saja istirahat nanti aku bisa berbicara padanya.

Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Guru pelajaran IPS belum juga datang. Teman-temanku sudah membentuk kelompok buat menggosip. Namun, tak lama kemudian guru IPS itu datang bersama dua orang PKL laki-laki.

"Selamat pagi," salam guru IPS itu sambil duduk.

"Pagi, Bu." Serentak satu kelas menjawab.

"Baiklah, sudah berdoa?" tanya guru itu.

"Sudah, Bu." Jawab beberapa anak di kelas.

"Baiklah, buka buku cetak lima dan lks halaman dua." Perintahnya.

Kami langsung menuruti perintahnya.

"Kalian baca sampai halaman lima belas untuk cetak dan sampai halaman sembilan untuk lks." Jelasnya.

"Nanti selama tiga bulan kedepan. Kalian akan belajar bersama PKL." Kata guru itu menjelaskan.

Setelah itu, ia pergi untuk menghadiri rapat di sekolah lain. Akhirnya, PKL baru itu yang mengajar kelas kami untuk hari ini.

Setelah guru IPS itu pergi. Dua PKL itu maju ke depan kelas. Mereka memperkenalkan dirinya.

"Selamat pagi," sapa salah satu PKL canggung.

"Pagi," jawab beberapa dari kami.

"Perkenalkan nama saya William Santa, kalian bisa panggil saya pak William. Ada pertanyaan?" katanya memperkenalkan diri dengan ekspresi wajah datar yang menakutkan.

"Embb... umurnya berapa?" tanya salah satu anak di kelas.

"Dua puluh tahun." Jawabnya dingin.

"Statusnya apa?" tanya anak itu lagi.

"Mahasisiwa." Dengan nada dingin yang tak ikhlas.

"Bukan status yang itu, yang satunya itu lho pak," tanya yang lainnya.

"Menunggu yang pasti dulu." Ia langsung tersenyum.

"Waduh, berarti anda masih punya yang gak pasti ya?" tanya Nadine.

Ia hanya tersenyum lalu, mempersilakan temannya untuk berkenalan.

"Hey, nama saya Anton Stuart. Kalian bisa panggil saya Pak Anton. Ada pertanyaan?"
Katanya memperkenalkan diri.

"Umurnya?" tanya Nadine.

"Sama kayak pak William." Katanya sambil menunjuk pak William.

Lalu, mereka menyuruh kami kembali membaca dan mengerjakan tugas di lks.

"Hey, aku ke si Joseph dulu ya?" kata Nadine.

"Ngapain?" tanyaku.

"Ah, pacarku selingkuh," katanya dengan nada sedih.

"Ah, kasiannya. Ya udah sana gapapa." kataku mengijinkannya.

"Siap, Mom." Nadine langsung pergi.

Yaelah, manggil aku mom. Emang sejak kapan aku nglairin kamu?

Lalu, kelas berakhir agak diam. Biasanya, suasana kelas seperti ini sangat sering terjadi.

Sebenarnya, aku ingin sekali berbicara pada Nadine. Entah, tentang apapun. Sekarang aku rasa bosan sekali. Akhirnya, aku mengerjakan tugasku yang kurang dua nomor saja. Bagiku pelajaran IPS itu membosankan sekali. Sangat membosankan.

PKL yang bernama William itu tidak bisa diam di tempat. Ia berkeliling layaknya seseorang yang sedang beronda malam berkeliling kampungnya. Saat ia berjalan di daerah bangkuku. Ia tak sengaja menyenggol tanganku yang sedang menulis.

"Eh, maaf ya?" katanya meminta maaf dengan santai.

Aku hanya menatapnya. Namun, ia malah berlalu dari hadapanku.

Tak lama kemudian aku kembali ke mengerjakan tugasku. Aku tak tau tiba-tiba pak William ada dihadapanku. Ku rasa ia memerhatikanku menulis.

"Kamu sudah bisa kah?" tanyanya

Aku sebenarnya malas membalas pertanyaan. Bagiku, ia seorang stranger.

"Mungkin." Jawabku singkat sambil mengangkat dua bahuku. Lalu, ia langsung pergi.

****

Malam harinya, aku mendengar suara ayahku memasuki rumah. Aku langsung keluar dari kamarku dan menemui ayahku di lantai dasar.

"Ayah," teriakku tak terlalu lantang.

Aku menghampirinya dan ia bersama istri barunya. Namun, ia seperti tak peduli kehadiranku.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya membuatku bingung.

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti.

"Kembali saja kekamarmu. Kau selalu mengangguku dan menganggu istri baruku." Ia langsung pergi meninggalkanku dan berjalan ke ruang tengah bersama istri barunya.

"Ayah, siapa yang kau pilih antara aku dan Agnes serta wanita gila uang itu?" tanyaku dengan agak emosi.

"Apa yang kau katakan, huh? Kau bilang istriku gila uang? kurang ajar sekali kau! Baiklah, aku akan memilih istriku daripada kau dan Agnes. Jika pertanyaanmu adalah pilihan antara kamu dan Agnes. Aku akan memilih Agnes." Jelasnya.

***

Keesokan harinya..

Aku berjalan pelan-pelan dari parkiran menuju ke kelas. Aku bingung. Pagi-pagi teman-teman sekelasku heboh sendirinya. Ada yang berpelukan sambil menangis. What happen?. Aku bingung.

"Ada apa sih," tanyaku pada Nadine.

"Kelasnya diacak," ia menjawab singkat. Aku melihat ada penyesalan di matanya. Aku tau ada kekecewaan.

"Tetep disini kan kamu?" tanyaku

"Aku dipindahkan ke kelas reguler,"

"Kok bisa?"

"Aku kan enggak ngikut acara remedial kelas sepulu. Nilai aku kurang. Dan kamu tetep disini. Jessica, Felly, Filia, dan Alicia masuk kesini juga,"

Aku sebenarnya senang sekali. Namun, apalah daya aku harus pura-pura sedih karena Nadine sedih.

"Gapapalah, kelas semua sama aja." Aku mencoba menyemangatinya.

"Bel masuk nanti aku pindah," aku langsung memeluknya. "Sabar ya Din."

🍭🍭🍭

Thank you very much for ur vote and comments😊

Don't You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang