5. Kerja Kelompok

55 6 2
                                    

Apa yang harus dilakukan Bela ketika di rumah? membaca novel? Ia tidak terlalu suka membaca. Ia menganggap membaca novel adalah sebuah pekerjaan pengisi waktu luang ketika liburan. Berkutat dengan hp? Ah, ia tidak terlalu tertarik. Menonton anime? Ia sepertinya sedang malas melakukannya.

Bosan. Satu kata itu mewakili Bela sekarang. Akhirnya, ia putuskan untuk mengisi buku hariannya saja. Ia berjalan menuju meja belajarnya. Membuka laci dan mengambil buku hariannya. Lalu, ia mengambil bolpointnya dan segera menulis.

August, 2016

See? I'm back. Writing again😊
Sorry... For a while can't share story. I'm lazy.

Ok. I'm so glad karena bisa sekelas ma para sahabatku😊. Maybe aku pernah cerita kalo suka ke cowo? Upps.. Tertarik aja.

I hate him now. Why? Dia sengaja duduk di depan bangkuku. Diakan tinggi. So, aku ga bisa ngliat jelas papan tulis. Sadis

Ok. Dia itu nama lengkapnya Arvino Rafaello Boy Otto. Dia dingin dan tak pernah peduli. Ia punya wajah datar dan tak bisa ditebak but his eyes have mean something.

Gini aja deh ceritanya.. I'll write again if I have time.

Setelah selesai menulis ia mengembalikan buku diary itu keasalnya. Lalu, ia berjalan menuju balkon.

***

Keesokan harinya..

Pelajaran pertama dikelas Bela adalah biologi. Ia tak banyak bicara hari ini. Pekaranya hanya satu. Sahabat-sahabatnya sedang rapat OSIS. Ia di kelas bersama Farah dan Arvino. Dua manusia yang tersisa di deret bangkunya.

Guru biologi itu memberi tugas kelompok. Bela terpaksa harus berkerja kelompok dengan Arvino.

"Biar selesainya cepet. Bagi tugas aja. Aku satu sampe lima, kalian sisanya," Bela berpendapat.

"Gabisa. Gak adil," Farah kontra

"Kok bisa?" tanya Bela

"Bisalah. Ini soalnya cuman sepuluh. Kamu lima. Ah,"

"Gapapa Far."

"Udah ah. Kerjain bareng napa sih?" ucap Arvino langsung masuk topik.

"Iya deh iya," Bela mengalah.

Mereka akhirnya berdiskusi. Jawaban Bela dan Arvino banyak yang beda sehingga membuat mereka harus berdebat.

"Enggak ah. Ya bener akulah jawabannya," Bela tak mau mengalah.

"Bener aku. Gimana sih? salah punyamu," Arvino pun tak mau kalah.

"Gak bisa! punyaku lebih benar,"

"Punyaku lah," Arvino tetap pada pendiriannya.

"Gak! jawabanku paling ben.." belum selesai Bela mengucapkan kalimatnya tiba-tiba Farah menyambar. "Kalian kok malah berantem sih? gini aja paling adil jawabannya di gabung jadi satu. Udah adil."

****

Hampir jam 3 sore Bela masih tetap ada di sekolah. Padahal, jam pulang sekolah adalah jam 1.40 tadi. Ia hanya mendengarkan lagu melalui headset dan memainkan hapenya. Ia mulai merasa bosan di dalam kelasnya. Akhirnya, ia putuskan untuk mengelilingi sekolah.

Ia melihat seorang lelaki yang berseragam sama sedang bermain basket. Bela memutuskan untuk menemuinya. Ia menuruni tangga penghubung lantai dua dan satu.

"Hey," sapa Bela canggung. Lelaki itu menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke arah Bela. "Kamu," ucap lelaki itu yang tak lain adalah Arvino.

"Embb, ngapain disini?" tanya Bela

"Basket," Arvino menjawab singkat dan dingin.

"Kok belum pulang?" tanya Bela lagi pada Arvino.

"Belum dijemput,"

"Oh. Kenapa nggak bawa sendiri?"

"Males," jawab Arvino lalu berlalu dari hadapan Bela.

"Arvi, tungguin napa? Gila ya ninggalin aku gitu aja?"

"Aku balikin nih bola. Diem aja disitu," ucap Arvino agak keras.

Setelah beberapa menit. Arvino datang.

"Ke cafe sebelah yuk," ajak Arvino. Bela mengangguk "iya,".

Saat di cafe mereka banyak berbincang-bincang. Sebenarnya sih bukan bincang-bincang tapi Bela menginterogasi Arvino.

"Kelas 10 masa iya gaperna ngikut lomba," Bela tak percaya pada Arvino.

"Ya pernah," jawab Arvino agak malas.

"Apa aja?"

"Lupa,"

"Masa lupa sih? Belum setahun udah pikun."

"Mungkin,"

Setelah itu Bela Dan Arvino saling diam. Bela jengkel pada Arvino sedangkan Arvino berharap mamanya segera menjemput dan terbebas dari makhluk ahli debat di depannya. Akhirnya, harapan Arvino terkabulkan. Mamanya sudah menjemputnya. Ia menggeser bangku cafe dan merogoh sakunya lalu nengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.

"Bayar nanti. Aku udah dijemput. Duluan Bel,"

"Iya," jawab Bela sebisanya.

****

Don't You Know?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang