the end

525 40 7
                                    

"Selamat kembali kerumah nona vallerie, dan untuk tangan anda, saya sudah mendapatkan rekomendaasi seorang terapis yang cocok untuk anda. Dua minggu dari sekarang jika anda menjalankannya secara rutin, anda sudah bisa bermain lagi saya rasa." Ucap sang dokter sedikit ragu-ragu karena akhir-akhir ini vallerie terus bersikap dingin. Selain kepala pelayan Ahn dan kedua orang tuanya yang diijinkan masuk ruangannya, tidak ada orang lain yang ia biarkan barada didekatnya. Bahkan dokter berkali-kali harus mencegah keributan karena vallerie berteriak saat kristal atau valen menjenguknya.

Vallerie memasuki mansion dan langsung menuju kamarnya. Ia masih melihat sekeliling kamarnya saat pintu tiba-tiba terbuka. "Aku harap aku tidak mengubah banyak hal." Tiffany berjalan pelan memasuki kamar dan duduk diasur yang biasanya dia tempati.

"Kau masih disini? Aku kira kau sudah pergi." Vallerie meletakkan tasnya dilantai.

"Kau ingin aku pergi?" tiffany tidak mengetahui kenapa dia mengatakan hal itu.

"Kakakku akan segera bertunangan, kalau kau tidak masalah dengan hal itu kau boleh tetap tinggal." Vallerie bernada ketus dan berjalan menuju jendela kamarnya dan menghadap ketaman belakang.

"Bagimana denganmu?" Vallerie megnerutkan dahinya saat tiffany bertanya seperti itu. Ia menoleh kepada tiffany dan begitu juga sebaliknya seperti hendak berbicara lewat mata masing-masing.

"Aku minta maaf." Vallerie memulainya. "Aku bukan pengeran yang bisa kau nikahi dan memiliki keluarga yang bahagia sebagai pasangan kerajaan. Aku tahu seharusnya aku tidak membohongimu dan membuatmu jatuh cinta pada valen tapi orang itu malah mencintai pengawalku yang tidak tahu diri. Aku tidak akan meminta banyak, kau bisa pergi dan memutuskan hubungan denganku pun tidak masalah, itu hakmu."

"Bagimana dengan perasaanmu. Kau bilang kau mencintaiku? Maksudku kenapa kau menciumku?"

"Itu karena...ya.. kau tahu seperti saat kau di comblangi sama temanmu saat SD, dan kau merasa kau jatuh cinta padanya, seperti itulah yang kurasakan. Orang berkata bahwa aku dan kau adalah pasangan, aku lupa diri sejenak bahwa aku adalah vallerie dan terbawa perasaan lalu itu terjadi. Kau tau, yah seperti itulah yang aku rasakan."

"Lalu bagaimana dengan perasaanku?" Tiffany berusaha mengontrol suaranya.

"Seperti yang kau tahu, kau jatuh cinta pada valen bukan padaku. Bukankah sudah jelas?" Enteng vallerie.

"Aaa seperti itu, benar ternyata seperti itu. Kau tidak memiliki perasaan seperti yang aku pikirkan. Aku kira kau..."

"Tentu saja tidak. Kau pikir aku wanita seperti apa?"

"Benar, kau wanita." Tiffany tersenyum dan keluar dari ruangan itu.

Semua orang berkumpul diruang makan, ketika vallerie turun untuk sarapan tanpa ekspresi. Nanny memberikan sarapan untuknya sementara yang lain terlibat dalam pembiacaraan tidak penting menurut vallerie. Mereka hanya saling tertawa, dan entah karena apa sekarang tuan hwang dan istrinya bergabung bersama keluar itu. Sepertinya hubungan dua sahabat itu telah membaik. Tiffany hanya menunduk sambil menikmati sarapannya, begitu juga dengan vallerie yang memasang tampang dinginnya.

"Kau akan pergi hari ini? Tinggalkah beberapa hari lagi, kita akan memancing bersama." Ucap alanthas.

"Aku juga berharap aku bisa. Tapi sepertinya tiffany tidak sabar untuk pergi." Vallerie tersentak mendengar itu.

"Kenapa tiff? Apakah karena kau tidak menikahiku kau tidak ingin berhubungan lagi dengan kami?" Goda valentine yang disikut kristal.

"Bukan seperti itu..aku.." Tiffany tergugup terus menatap vallerie yang sangat fokus pada makanannya.

"Aku sudah selesai." Teriak vallerie mendorong kursi dengan belakang kursinya. Ia mengenakan hot pants dan t-sirt yang menyingkap sebelah bahunya. Sudah sangat feminim sekali, hilang sudah kesan tampannya kecuali rambut pendeknya yang membuatnya sedikit terlihat maskulin tapi juga manis secara bersamaan.

Tiffany bangkit dari kursinya merubah suasana yang tadinya cerah menajdi dingin. Vallerie berjalan tanpa peduli tatapan orang yang menganggapnya sangat tidak sopan. "Yak kau!" Tiffany mendorong kursi dengan bagian belakang kursinya.

Ia bejalan menuju vallerie yang hampir mendekati tangga. Ia berjalan dan semua orang menahan nafas, PLLAAKK!! Sebuah tamparan mendarat dipipi vallerie.

"Bisakah kau tidak hanya memikirkan perasaanmu saja!" Sebuah tamparan berikutnya mendarat dipipi vallerie. Dia hendak protes tapi tiifany melanjutkan teriakkannya.

"Kau bilang kau tidak menyukaiku karena kau terbawa perasaan bagaiman denganku? Apa kau tidak peduli? Bagimana bisa kau mengambil kesimpulan berasal dari pikiranmu saja." Tamparan berikutnya seperti sebuah peringatan sebelum tiffany bicara.

"Kau pikir aku menyukai valen? Lalu kenapa jantungku berdebar saat aku menciummu! Kenapa aku menemanimu dirumah sakit tanpa pulang! Kau pikir kenapa!" Tamparan berikutnya mendarat diwajah vallerie.

"Aku menyukaimu karena kau adalah kau, bukan karena kau putera mahkota, pangeran atau valen atau siapapun, terserah siapapun kau tapi aku menyukaimu karena kau adalah kau tidak bisakah kau melihat itu?!" Tiffany kembali hendak melayangkan tamparannya.

"Yak! Berhenti memukulku!" Vallerie menahan tangan tiffany.

"Lalu inikah yang harus ku lakukan?" Tiffany mendorong tubuhnya kearah vallerie dan menciumnya tetap dibibirnya. Mereka kehabisan nafas, tapi orang yang menyaksikannya justru telah menahan nafasnya sejak tiffany memulai pidatonya tadi.

"Daddy I wanna this person."

"Kau kenapa kau?" Vallerie berhasil mendorong tiffany menjauh darinya. Ia membungkuk menatap tatapan ayahnya yang berapi seperti bisa membakar mansion.

"YAK kau! Kembali kesini!" Ayahnya membentak vallerie, gadis itu tertunduk dan melangkah kemeja. Ia mengaitkan kedua tangannya di depan tubuhnya. Seperti orang yang siap di hukum.

"Tiff...sit up! right now!." Ucap daddy membuat gadis itu juga terduduk.

"Ada apa ini?" Valen berbisik pada kristal.

"Aku sudah menduga akan seperti ini." Balas kristal.

"Tiff bagaimana bisa kau mengakui ini lebih dahulu! Kau harus menunggu pria...maksudku..gadis..Aaaahh maksudku orang ini. Biarkan dia menyatakan perasaannya dulu, dimana harga dirimu!" Bentak daddynya.

"Yak! Kau bodoh! Bagaimana bisa kau membiarkannya menciummu beigtu saja! Kau mencoreng kehebatanku yang memiliki anak kembar pada percobaan pertama." Bentak ayahnya pada vallerie. Wajah vallerie memerah.

"Jadi ayah.."

"Jadi daddy.." Ucap keduanya bersamaan.

"Aku tahu!" Teriak keduanya bersamaan. "Kau pikir aku buta, aku melihat bagimana tiffany menjagamu siang dan malam."

"Hmm, aku yakin saat kau melindungi tiffany dengan tubuhmu, itu saja sudah cukup bagiku."

Tiffany menatap vallerie dan begitu juga sebaliknya. "Jadi bagaimana?" Tanya tiffany.

"Apannya yang bagaimana?" Tanya vallerie.

"Yak! Aku sudah mengakui perasaanku bagaimana denganmu!"

"Apa aku memintamu melakaukannya? Aku harus berlatih untuk showcast-ku." Vallerie segera berlari meninggalkan meja makan.

"Huh? Apa-apaan dia?" Gerutu tiffany mengikuti vallerie. "Yak kau! Cepat kesini!" Gema suara tiffany menggema hingga keseluruh mansion.

"Alantahs dan semua kegaduhannya kembali..." ucap seorang wanita tua yang tengah menata bunganya seindah mungkin.

The end

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

COMPLICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang