Tidurlah dengan Memeluk Bulan

123 7 14
                                    

Tidurlah dengan Memeluk Bulan

Malam terlihat semakin pekat, ditambah rembulan yang tertidur berpeluk awan. Mobil, radio, televisi beserta remote-nya sudah bermimpi sejak tadi. Jam dinding yang tak bisa memejamkan matanya, bergerak menunjukkan waktu 'seharusnya makhluk bumi sudah terlelap saat ini'. Seorang seniman muda berusia 20an masih terjaga dengan pena di jemari tangan kanannya yang tintanya sudah hampir habis dan buku catatan tebal. Gumpalan kertas-kertas berserakan di sekitarnya. 

Dia mulai menulis lagi. Namun belum sampai setengah halaman, dia membuat coretan silang yang besar lalu merobek halaman itu dan lantas melemparnya ke sudut ruangan. Mungkin ini adalah halaman ke 98 yang telah dirobek dan dibuangnya. Sebenarnya apa yang ingin dituliskan pemuda itu? Mudah saja baginya yang seorang penulis (yang beberapa karyanya sudah dipajang di rak bertuliskan 'best seller' di toko-toko buku ternama) untuk menuliskan sesuatu. Tetapi tidak malam itu.

Pada halaman yang ke-99 dia mulai lagi menulis sesuatu. Atau lebih tepatnya kali ini menggambar sesuatu. Dia menggambar sesosok wajah. Perempuan dengan kerudung menyunggingkan senyum manis dan memperlihatkan gigi-gigi putihnya yang berkawat. Hidungnya tampak serasi dengan wajahnya yang sedikit oval. 

Kini pemuda itu mulai menggambar sebuah mata, namun tiba-tiba dia berhenti. Jari-jarinya tak sanggup lagi menari dan sedikit bergetar. Kemudian dia bergumam agak keras, "Ya Tuhan, apa aku sudah gila? Bahkan untuk melukis dua bola matanya aku tak bisa. Banyak kertas yang telah kubuang karena tak sanggup menuliskan namanya."

Akhirnya ia menyerah. Kemudian dia bangkit mengambil air wudhu lalu sholat dua rakaat. Betapa hening malam itu, bahkan suara jangkrik yang biasa bernyanyi pada waktu itu tidak ia dengar.

Selepas sholat, dia mengangkat kedua tangannya lantas menyeru dengan suara lirih kepada Tuhannya yang Maha Mendengar. Terbayang sosok perempuan tadi di dalam doanya dan tanpa terasa air matanya membuat sungai deras di pipinya.

Hatinya sekarang sudah sangat tenang. Segala keluh-kesahnya sudah ia sampaikan kepadaNya. Ia pun keluar menuju tempat kerjanya tadi, dan tiba-tiba ia sangat terkejut melihat buku catatan tebalnya seperti tengah melihat sebuah peti penuh dengan emas yang telah dicari banyak perompak sejak zaman dahulu.

Bukunya telah penuh dengan tulisan yang ingin dia tuliskan lengkap dengan gambar sebuah wajah yang sangat sempurna. 

Irham Darmatasia 

21 Juni 2017

*Semoga kalian menangkap pesan yang ingin saya sampaikan.😊

JANJI SANG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang