Perempuan yang Membuat Bulan Cemburu

213 17 68
                                    

Kali ini saya ingin keluar jalur. Fiksi prosais, semoga kalian suka dan selamat menikmati hari minggu. 😉

Air mata, aku tidak mengerti sebenarnya ia tersusun dari partikel apa. Magnet apa sebenarnya yang bisa menariknya keluar dari bola matamu. Sungguh dia adalah sesuatu yang sangat tidak konsisten. Kadang dia keluar karena kesedihan, atau kebahagiaan, atau ketika kau berjalan di jalan berdebu, matamu kedatangan tamu yang tidak diundang dan kau tidak bisa mengusirnya, itu semua bisa memacunya untuk membuat sungai di pipimu.

Seperti malam itu ketika kau duduk di bangku taman pusat kota. Bunga-bunga sedang bermekaran dengan warna-warnanya yang memelangi. Lampu taman masih belum bosan dengan pekerjaannya, menerangi gelap. Banyak anak kecil di sana berlarian dengan tawa lepas dan puas seakan dunia ini memang diciptakan untuk mereka bermain. Beberapa orang duduk berpasang-pasangan. Ada yang di bangku, dan tidak sedikit juga yang duduk lesehan di atas hijaunya rumput. Mereka tampak sangat bahagia. Tetapi kau duduk di sana sendirian. Wajahmu mengerut. Dan benda cair itu ada di sana, mengalir deras di pipimu. Sesekali kau mengusapnya dengan sapu tangan kuning yang menjadi warna kesukaanmu. Tetapi sungguh, aku tidak suka benda itu berfungsi hanya menjadi penghapus air matamu.

Malam semakin larut. Orang-orang mulai pergi. Dan beberapa saat kemudian taman itu menjadi sepi. Kau masih duduk di sana dengan sapu tangan itu yang tetap setia menghapus air matamu. Tiba-tiba seorang pria paruh baya yang rambut hitamnya mulai dijangkiti hama usia, datang mendekatimu, dan duduk di sebelahmu. Ayah. Kau menyebutnya begitu. Ada sedikit sinar alami yang terpancar dari wajah cantikmu ketika kau melihatnya. Reflek kau langsung memeluknya erat, dan air mata itu mengalir dengan deras disertai irama sesegukanmu. Sepertinya malam itu kau akan membuat mata air di dalam kelopakmu mongering dalam dekapan pria itu yang mengelus-elus jilbab kuningmu.

“Ayah, apakah hidup ini bukan temanku? Dia tidak menyukaiku dan selalu memusuhiku.”

“Nak, hidup adalah makhluk yang suka berubah pikiran. Terkadang ia sangat menyukaimu dan dalam beberapa detik kemudian dia juga bisa menjadi pengkhianat yang ingin membunuhmu dari belakang. Tapi ketahuilah, itu sebenarnya karena kau begitu istimewa dan dia cemburu padamu. Lihatlah bulan itu. Cahayanya mulai redup. Ada kamu, dia cemburu.”

Pria itu benar. Aku cemburu.

Catatan:
Kau adalah makhluk istimewa. Jangan berlarut menyesali jejak hitam di belakang. Buatlah jejak-jejak yang baru dengan warna-warna pelangi.

JANJI SANG SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang